Liputan6.com, Jakarta - Para pengusaha yang bergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan besaran upah minimum bukan menjadi persoalan. Namun, ada aspek upah rata-rata pekerja di Indonesia yang perlu jadi perhatian.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azzam menerangkan hitungan ideal besaran upah minimum dan upah rata-rata. Mengacu pada ketentuan Organisasi Buruh Internasional (ILO), besaran upah minimum sekitar 40-60 persen dari upah rata-rata.
Advertisement
Baca Juga
"(Dalam) upah minimum itu ada indeks yang membandingkan antara upah minimum dengan upah rata-rata. Yang paling sehat standarnya ILO 0,4-0,6, artinya upah minimum itu 40-60 persen dari upah rata-rata," ucap Bob dalam Media Briefing, di Jakarta, dikutip Rabu (27/11/2024).
Advertisement
Namun, Indonesia memiliki nilai index 1,2. Angka itu menunjukkan besaran upah minimum lebih tinggi dibandingkan dengan upah rata-rata pekerja di Indonesia. Menurut Bob, persoalannya bukan soal penetapan upah minimum, tapi memperbaiki besaran upah rata-rata tadi.
"Upah minimumnya di atas upah rata-ratanya di bawah. Jadi yang persoalannya yang mana bukan upah minimumnya, tapi upah rata-ratanya," kata dia.
"Ini yang kita harus bangun, upah rata-ratanya. Upah rata-rata itu ada upah sektor formal ada upah sektor informal. Ini yang harus diperbaiki," sambungnya.
Dia menegaskan, persoalan upah ini tak hanya mementingkan perusahaan tapi juga para pekerja dan pencari kerja.
"Bahwa kita dari perusahaan berpikir tidak hanya untuk perusahaan tapi juga untuk pekerja dan pencari kerja," ujarnya.
Pengusaha Kecewa Aturan Upah
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku kecewa atas proses penetapan upah minimum. Pasalnya, sudah menyentuh 13 tahun aturan tersebut berubah-ubah.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azzam mengatakan telah menemui Menteri Ketenagakerjaan Yassierli untuk mengungkapkan kekecewaannya.
"Kemarin juga kita ketemu pak Menteri dan kita mengungkapkan kekecewaan terhadap proses upah minimum yang sudah berlangsung lebih dari 13 tahun," kata Bob dalam Media Briefing, di Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Dia mengisahkan, perdebatan aturan upah minimum provinsi (UMP) dimulai sejak 2011 lalu. Kala itu, terjadi protes hingga penutupan akses jalan tol. Padahal saat itu Indonesia menjadi negara nomor satu sebagai tujuan investasi asing.
"Nah kemudian setelah sekian lama, sampai sekarang ini 2024, mungkin istirahatnya waktu Covid aja, upah minimum bergejolak lagi," ucap Bob.
Advertisement
Investor Ragu
Dia menerangkan, sejak pemerintah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja, banyak investor mau menanamkan modal ke Indonesia. Sayangnya, investor banyak yang kembali ragu karena isu pengupahan.
"Nah kemudian yang kedua sekarang begitu selesai UU Ciptaker ini capital inflow-nya udah mau masuk terganjal lagi," tegasnya.
Dia turut mencatat setidaknya pengusaha Indonesia sudah kehilangan tiga kali kesempatan untuk meningkatkan investasi. Mulai sejak era 1990-an yang berujung pemogokan kerja, pada 2011 terhambat isu upah, dan setelah penerbitan UU Cipta Kerja yang juga alot dalam pembahasan upah.
"Jadi 3 kali kita miss opportunity hanya karena masalah upah minimum dan sampai 13 tahun, kalau kita mau nyekolahin anak udah SMP belum selesai. Kita sampaikan kepada Menteri Tenaga Kerja, kita kecewa," pungkasnya.