Liputan6.com, Jakarta Permasalahan pagar laut di perairan Tangerang, Banten, menjadi sorotan setelah ditemukan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang dianggap ilegal dan mengganggu aktivitas nelayan.
Berdasarkan data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dua perusahaan tercatat sebagai pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas sebagian besar pagar laut tersebut, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
Advertisement
Baca Juga
1. PT Intan Agung Makmur
PT Intan Agung Makmur memiliki 234 bidang sertifikat HGB atas lahan di kawasan tersebut. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM, perusahaan ini resmi terdaftar melalui Surat Keputusan (SK) Nomor AHU-0040990.AH.01.01.Tahun 2023 pada 7 Juni 2023.
Advertisement
Perusahaan ini berbentuk swasta nasional dengan status tertutup dan memiliki kantor di Jalan Inspeksi Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kosambi, Tangerang, Banten.
Bidang usaha yang dijalankan meliputi real estat, termasuk pengelolaan apartemen, pusat perbelanjaan, hingga kawasan hunian lainnya.
Dengan modal dasar sebesar Rp5 miliar, PT Intan Agung Makmur memiliki dua pemegang saham utama, yakni Kusuma Anugrah Abadi dan Inti Indah Raya, masing-masing menguasai 2.500 lembar saham senilai Rp2,5 miliar.
Manajemen perusahaan dipimpin oleh Belly Djaliel sebagai direktur dan Freddy Numberi sebagai komisaris.
2. PT Cahaya Inti Sentosa
Perusahaan kedua, PT Cahaya Inti Sentosa, tercatat memiliki 20 bidang sertifikat HGB di kawasan tersebut. Berdasarkan SK Nomor AHU-0078522.AH.01.02.Tahun 2023, perusahaan ini disahkan pada 14 Desember 2023.
Berbeda dengan PT Intan Agung Makmur, PT Cahaya Inti Sentosa merupakan perusahaan berbentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) non-fasilitas. Berkantor di Harco Elektronik, Jakarta, perusahaan ini bergerak di berbagai bidang, termasuk pembangunan, perdagangan, perindustrian, dan jasa.
Modal dasar perusahaan mencapai Rp356,4 miliar, dengan modal disetor sebesar Rp89,1 miliar. Sahamnya dimiliki oleh tiga entitas utama: PT Agung Sedayu, PT Tunas Mekar Jaya, dan PT Pantai Indah Kapuk Dua.
Manajemen perusahaan ini dipimpin oleh Nono Sampono sebagai direktur utama, dengan Kho Cing Siong sebagai komisaris utama. Beberapa nama lain seperti Belly Djaliel, Surya Pranoto Budiarjo, dan Yohanes Edmond Budiman juga tercatat sebagai direktur, sementara Freddy Numberi menjabat sebagai komisaris.
Â
Kontroversi Pagar Laut Tangerang
Pemasangan pagar laut ini menjadi perhatian pemerintah karena melanggar aturan tata ruang dan menghambat aktivitas nelayan.
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pembongkaran pagar tersebut, yang dilakukan oleh personel TNI AL bersama masyarakat setempat.
Proses pembongkaran pagar bambu sepanjang 30 kilometer ini diperkirakan selesai dalam 10 hari. Pagar laut tersebut dinilai tidak hanya merugikan nelayan dengan potensi kerugian mencapai Rp9 miliar, tetapi juga berdampak negatif pada ekosistem pesisir.
Advertisement
Ratusan Sertifikat di Kawasan Pagar Laut Bakal Dicabut
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan akan segera mencabut sertifikat yang terdaftar di kawasan pagar laut, Kabupaten Tangerang, Banten. Tercatat, ada sebanyak 280 sertifikat dalam data Kementerian ATR/BPN.
Adapun, jumlah itu terdiri dari 263 sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan 17 sertifikat hak milik (SHM). Ada 2 perusahaan yang memegang mayoritas kepemilikan itu.
Nusron menegaskan hasil pengecekan menunjukkan sertifikat itu ternyata berada di luar garis pantai. Secara aturan, maka HGB dan SHM itu tidak berlaku.
"Secara faktual pada kondisi saat ini terdapat sertipikat yang berada di bawah laut. Setelah kami teliti dan cocokkan dengan data spasial, peta garis pantai, serta dokumen lainnya, ditemukan bahwa beberapa sertipikat berada di luar garis pantai," kata Nusron di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (22/1/2025).
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sertifikat hak atas tanah dapat dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN tanpa perintah pengadilan. Dasarnya jika ditemukan cacat administrasi dan belum mencapai usia lima tahun sejak diterbitkan.
"Berdasarkan PP nomor 18 tahun 2021, selama sertifikat tersebut belum berusia 5 tahun, maka Kementerian ATR-BPN mempunyai kewenangan untuk mencabutnya, ataupun membatalkan, tanpa proses dan perintah dari pengadilan," ucap Nusron.
Atas berbagai pertimbangan dan data yang dikumpulkan di lapangan, maka dia berhak untuk meninjau kembali atau mencabut sertifikat itu.
"Karena itu sudah memiliki syarat cukup untuk meninjau ulang dan membatalkan sertifikat tersebut," pungkasnya.
Â