Hasil Riset Terbaru FEB UI Ungkap Hilirisasi Tambang Membangun Masa Depan Ekonomi Inklusif di Indonesia

Hingga tahun 2024, pembangunan smelter di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Jawa Tengah, telah menunjukkan hasil nyata.

oleh Iwan Tantomi pada 02 Feb 2025, 21:10 WIB
Diperbarui 02 Feb 2025, 21:13 WIB
Tambang terbuka Grasberg
PT Freeport Indonesia terus melakukan penanaman kembali (revegetasi) sebagai bagian dari proses reklamasi di kawasan tambang terbuka Grasberg yang telah ditutup sejak 2020. Foto: Nurmayanti/Liputan6.com... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Sebagai strategi utama mencapai visi Indonesia Emas 2045, pemerintah Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam mengembangkan hilirisasi tambang. Riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dengan judul "Kajian Dampak Hilirisasi Industri Tambang tsserhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan: Tembaga, Bauksit, dan Pasir Silika" mengungkapkan, dengan fokus pada komoditas mineral seperti tembaga, bauksit, dan pasir silika, kebijakan hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai tambah komoditas, tetapi juga berpeluang menciptakan dasar yang kuat untuk pembangunan ekonomi inklusif.

Hingga tahun 2024, pembangunan smelter di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Jawa Tengah, telah menunjukkan hasil nyata. Smelter-smelter ini tidak hanya memproses bahan mentah menjadi produk bernilai tambah seperti katoda tembaga dan alumina, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat sekitar.

“Hilirisasi bukan sekadar transformasi ekonomi. Ini adalah upaya untuk membangun masyarakat yang lebih mandiri, meningkatkan kesejahteraan, dan membuka jalan bagi pembangunan sosial,” kata Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI), Nur Kholis, melalui keterangan tertulis.

Nur Kholis yang juga Ketua Tim Pelaksana riset mengatakan kebijakan hilirisasi telah memberikan dampak sosial yang signifikan, meskipun masih ada ruang untuk pengembangan lebih lanjut. Di daerah hilirisasi seperti Gresik, Sumbawa Barat, Mempawah, dan Batang, sejumlah indikator sosial menunjukkan perbaikan. Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) mengalami peningkatan seiring dengan pembangunan infrastruktur pendidikan yang didukung oleh pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pajak Asli Daerah (PAD).

Peningkatan di sektor kesehatan juga menjadi perhatian utama. Indikator seperti Umur Harapan Hidup (UHH) dan penurunan angka stunting menunjukkan progres yang menggembirakan.

“Dengan hilirisasi, kami melihat peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal. Pendapatan daerah yang dihasilkan digunakan untuk pembangunan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan klinik, yang sangat bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya menjelaskan.

Selain itu, hilirisasi tambang juga memberikan peluang besar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di banyak wilayah hilirisasi, seperti Gresik (Jawa Timur), Sumbawa Barat (NTB) Mempawah (Kalimantan Barat) dan Batang (Jawa Tengah), UMKM mendapat manfaat dari program-program pelatihan dan pendampingan yang diinisiasi oleh perusahaan hilirisasi industri tambang melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).

"UMKM mendapatkan peluang besar untuk terlibat dalam rantai pasok industri yang lebih besar. Dengan adanya larangan ekspor mineral mentah dan pembangunan industri hilir, UMKM memiliki kesempatan untuk bekerja sama melalui kemitraan dengan perusahaan smelter. Hal ini diharapkan mendorong pertumbuhan UMKM serta meningkatkan daya saing produk domestik, sekaligus memperkuat ekonomi lokal di berbagai daerah lokasi hilirisasi," kata Nur Kholis.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya