Liputan6.com, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Instruksi ini soal efisiensi anggaran negara sebesar Rp 306,69 triliun untuk tahun anggaran 2025.
Langkah ini mencakup pengurangan belanja kementerian/lembaga dan alokasi dana transfer ke daerah, dengan tujuan utama mendukung program-program pemerintah yang berdampak cepat.
Baca Juga
Terkait instruksi ini, Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menuturkan, instruksi efisiensi belanja Kementerian dan Lembaga ini berpotensi mempengaruhi konsumsi masyarakat.
Advertisement
"Khususnya belanja di daerah yang memang karena konsumsi daerah tersebut bergantung pada dana pemerintah pusat,” kata Josua dalam acara PIER Economic Review 2024, Senin (10/2/2025).
Selain itu, menurut Josua proyek-proyek yang didanai anggaran ini akan mempengaruhi tenaga kerja di sektor tersebut sehingga itu konsekuensinya. Meskipun begitu, jika efisiensi anggaran ini dialokasikan kepada sektor lain tentunya juga dapat memberikan efek beruntun terutama pada sektor-sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Jadi bahwa sekalipun ada potensi penurunan sisi konsumsi dan efeknya ke pendapatan daerah tentunya kami melihat kondisi yang diharapkan dari pemerintah misal dari program MBG efek beruntunnya ada di sektor produktivitas pertanian,” jelas Josua.
Joshua menilai jika program MBG bisa menggerakan profitabilitas sektor pertanian yang saat ini menjadi sektor terbesar kedua di Indonesia setelah manufaktur, sektor pertanian dapat menjadi penggerak perekonomian dengan program MBG.
Selain itu, efek beruntun juga bisa dinikmati oleh petani hingga nelayan akibat upaya hilirisasi dari sektor pertanian atau perikanan. Hal ini karena pemerintah ingin mensukseskan program MMBG bukan mengandalkan impor, tetapi produksi dalam negeri.
"Jadi, meskipun ada efisiensi tetapi ada realokasi ke sektor lainnya maka diharapkan akan ada peningkatan kinerja pada sektor tersebut sehingga kita melihat ada dampak yang harapannya akan bisa positif,” pungkasnya.
Dampak untuk Dana Desa
Sebelumnya, Anggaran dana transfer ke daerah (TKD) dipangkas sebesar Rp 50,59 triliun. Hal itu ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 29 Tahun 2025 yang diterbitkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Mengutip Antara, ditulis Kamis (6/2/2025), beleid itu menetapkan penyesuaian pencadangan transfer ke daerah dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 sebagaimana arahan efisiensi anggaran dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Luky Alfirman membenarkan pencadangan yang dimaksud merupakan pemangkasan anggaran tiap instrumen belanja transfer ke daerah.
Pemangkasan dilakukan terhadap enam instrumen antara lain kurang bayar dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan alokasi khusus (DAK) fisik dana otonomi khusus (otsus), dana keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan dana desa.
Untuk kurang bayar dana bagi hasil, dilakukan pemangkasan sebesar Rp13,90 triliun dari pagu awal Rp27,81 triliun. Alokasi DAU dipangkas sebesar Rp15,68 triliun dari pagu Rp446,63 triliun. Maka, nilai yang akan ditransfer nantinya menjadi sebesar Rp430,96 triliun.
Advertisement
Sri Mulyani Pastikan Bansos Tak Kena Efisiensi Anggaran
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan dana bantuan sosial (bansos) tidak terdampak kebijakan efisiensi anggaran yang diarahkan Presiden Prabowo Subianto.
"Yang tidak dipotong adalah anggaran-anggaran belanja bantuan sosial (bansos). Tidak ada pengurangan anggaran sedikit pun untuk itu,” kata Sri Mulyani dalam BRI Microfinance Outlook 2025 di ICE BSD, Banten, Kamis (30/1/2025).
Menkeu Sri Mulyani menuturkan, target belanja negara dalam APBN pada tahun anggaran 2025 sebesar Rp 3.621,3 triliun. Maka dari itu, dilakukan penyesuaian anggaran agar pengeluaran negara bisa tepat sasaran dan efisien.
Sementara itu, sejumlah pos anggaran lainnya mengalami penyesuaian, yaitu perjalanan dinas, ATK, serta beberapa kegiatan seremonial yang tidak secara langsung melibatkan masyarakat.
"Kementerian dan lembaga diminta oleh Presiden tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa lebih diefisienkan. Namun, program dan proyek atau anggarannya harus langsung terkena pada masyarakat," kata Sri Mulyani.
Sebelumnya, efisiensi anggaran terhadap 16 pos belanja dikeluarkan dalam S-37/MK.02/2025. Surat tersebut merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025.
16 Pos Belanja Pemerintah yang Dikenakan Efisiensi
Dalam kebijakan tersebut, ditetapkan 16 pos belanja yang akan dilakukan efisiensi anggaran sebagai berikut:
-Alat tulis kantor (ATK) 90 persen
-Kegiatan seremonial 56,9 persen;
-Rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen
-Kajian dan analisis 51,5 persen
-Diklat dan bimtek 29 persen
-Honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen
-Percetakan dan suvenir 75,9 persen
-Sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen
-Lisensi aplikasi 21,6 persen
-Jasa konsultan 45,7 persen
-Bantuan pemerintah 16,7 persen
-Pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen
-Perjalanan dinas 53,9 persen
-Peralatan dan mesin 28 persen
-Infrastruktur 34,3 persen
-Belanja lainnya 59,1 persen
Advertisement
Bagaimana Mekanismenya?
Untuk mekanismenya, menteri/pimpinan lembaga dapat melakukan identifikasi rencana efisiensi sesuai persentase yang telah ditetapkan. Efisiensi itu mencakup belanja operasional dan non-operasional.
Menkeu pun meminta menteri/pemimpin lembaga untuk memprioritaskan efisiensi terhadap anggaran di luar yang bersumber dari pinjaman dan hibah, rupiah murni pendamping (kecuali tidak dapat dilaksanakan sampai akhir tahun anggaran 2025), penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU) kecuali yang disetor ke kas negara TA 2025, dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan menjadi underlying asset dalam rangka penerbitan SBSN.
Menteri/pemimpin lembaga diminta untuk menyampaikan rencana efisiensi kepada DPR dan melaporkan persetujuannya kepada Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Anggaran paling lambat 14 Februari 2025.
Bila sampai batas waktu yang ditentukan menteri/pimpinan lembaga belum menyampaikan laporan revisi, maka Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) akan mencantumkan dalam catatan halaman IV A DIPA secara mandiri.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)