Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan rakyat Indonesia banyak yang membutuhkan rumah. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah orang yang belum memiliki rumah atau backlog perumahan.
Erick mencatat, backlog perumahan sudah terlampau jauh. Program 3 juta rumah pun menjadi penting untuk bisa direalisasikan.
Advertisement
Baca Juga
"Tadi rakyat Indonesia yang hari ini sangat membutuhkan perumahan di banyak sektor, yang kita lihat backlognya sendiri sudah terlalu banyak tertinggal saat ini," ungkap Erick di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Advertisement
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait mengungkapkan ada 9,9 juta orang yang belum memiliki rumah.
"Saya tambahkan, backlog (perumahan) sekitar 9,9 juta," ungkapnya.
Tak berhenti di situ, ternyata masih banyak orang yang memiliki rumah tapi tidak layak huni. Menteri Ara, sapaan akrabnya, mencatat ada 25-26 juta rumah yang perlu direnovasi.
"Rumah yang tidak layak huni, yang harus kita renovasi dengan segera dan masif itu sekitar 25-26 juta," katanya.
"Jadi memang PR (pekerjaan rumah) kita banyak, dengan kondisi yang ada saya pikir ini kolaborasi yang konkret lah," Ara menegaskan.
Maruarar Sirait Minta Tolong Bank Indonesia
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarat Sirait menegaskan upaya mengejar kesuksesan program 3 juta rumah perlu dilakukan bersama. Salah satunya dengan menggandeng Bank Indonesia (BI).
Menteri Ara mengumpulkan sejumlah pihak terkait dalam membahas rencana program tersebut. Dia mengatakan sudah memulai diskusi dengan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sejak lama.
"Ini tentu tidak tiba-tiba pertemuan hari ini, pertemuan ini adalah proses yang panjang, kami dengan Pak Gubernur beberapa kali diskusi, bagaimana soal perumahan itu ada beberapa hal yang menjadi perhatian," kata Ara di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025.Â
Â
Penyediaan Lahan
Pertama, terkait penyediaan lahan untuk lokasi dibangunnya perumahan. Kedua, tingkat likuiditas untuk mendukung pembiayaan. Ketiga, ketepatan sasaran rumah rakyat. Keempat, kualitas dari perumahan yang dibangun.
"Dari pertemuan ini semangatnya satu, bagaimana kami sebagai Menteri Perumahan menjalankan arahan Presiden Prabowo untuk membangun dan merenovasi rumah 3 juta rumah setahun," urai Ara.
Usai bertemu di Bank Indonesia, ada kesepakatan dukungan dari sisi moneter. Ini jadi bagian penguatan ekosistem.
"Ini benar-benar saya merasa sangat baik, dan saya merasa disupport oleh ekosistem, dan juga oleh Bapak Gubernur Bank Indonesia," ujarnya.
Advertisement
Dukungan Bank Indonesia
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan dukungannya. Hasilnya adalah memperbesar likuiditas dari Rp 23,19 triliun menjadi Rp 80 triliun.
"Kami menyediakan sekarang adalah Rp 23,19 triliun. Dari hasil diskusi ini, nah dari hasil diskusi tadi, kami akan naikkan secara bertahap menjadi Rp 80 triliun untuk mendukung program perumahan ini," ungkapnya.
Menurut dia, perubahan tingkat likuiditas itu akan dilakukan secara bertahap. Tujuannya tak lain untuk kesuksesan program 3 juta rumah.
"Dukungan konkret Bank Indonesia pemberian kebijakan insentif likuiditas yang sekarang Rp 23,2 triliun akan secara bertahap kami naikkan menjadi Rp 80 triliun," pungkasnya.
Percepat Program 3 Juta Rumah, OJK Minta Bank Tak Persulit Kredit ke Debitur Non-Lancar
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menegaskan pentingnya sektor perbankan untuk tidak mempersulit atau melarang pemberian kredit kepada debitur non-lancar.
Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk mendukung program ambisius pemerintah dalam menyediakan 3 juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang merupakan inisiatif dari Presiden Prabowo.
"Kami juga telah menegaskan berdasarkan bukti konkret pelaksanaan selama ini, bahwa tidak ada terdapat larangan pemberian kredit bagi debitur non-lancar," kata Mahendra dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Menurut Mahendra, meskipun ada anggapan bahwa debitur non-lancar sulit mendapatkan akses kredit, faktanya tidak ada larangan yang menghalangi pemberian kredit kepada mereka.
Mahendra mengatakan pembangunan 3 juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan hunian, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan, menciptakan multiplier effect yang besar, dan mendorong investasi serta pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, OJK telah merumuskan kebijakan yang lebih holistik guna mempermudah dan memperluas akses kredit pembiayaan kepemilikan rumah (KPR) bagi masyarakat berpendapatan rendah.
"Untuk itu, kami mengambil langkah kebijakan yang holistik dengan mempermudah dan memperluas akses kredit pembiayaan kepemilikan rumah KPR bagi masyarakat berpendapatan rendah," jelasnya.
Adapun, kata Mahendra, langkah kebijakan yang diambil oleh OJK mencakup penilaian kualitas aset yang lebih sederhana, dengan hanya mengandalkan satu pilar saja.
Selain itu, OJK juga mengenakan bobot risiko rendah dan granular untuk kredit pemilikan rumah (KPR), sehingga semakin memudahkan masyarakat yang membutuhkan pembiayaan rumah.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)