Liputan6.com, Jakarta Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi mencatat bahwa Rupiah ditutup melemah 50 point terhadap Dolar AS (USD), setelah sebelumnya sempat melemah 65 point dilevel 16.278 dari penutupan sebelumnya di level 16.228.
“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang 16.260-16.320,” kata Ibrahim di Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Baca Juga
“Ketidakpastian yang berkelanjutan atas rencana Trump untuk tarif perdagangan, bahkan ketika Presiden AS mengisyaratkan bahwa tarif timbal baliknya pada mitra dagang AS baru akan dikenakan pada bulan April,” paparnya.
Advertisement
Namun, laporan pada akhir pekan lalu menunjukkan Uni Eropa tengah mempertimbangkan pengendalian impor pada barang-barang tertentu dari AS. Langkah ini diperkirakan akan menjadi peningkatan ketegangan perdagangan dengan AS.
Trump minggu lalu mengenakan tarif 25% pada semua impor baja dan aluminium, meningkatkan kekhawatiran atas tindakan pembalasan dari negara lain.
Selain itu, pasar tetap waspada terhadap suku bunga AS yang tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama. Sementara itu, Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengatakan. meskipun ia tidak melihat tarif Trump menyebabkan lonjakan besar dalam inflasi, ia masih mendukung untuk mempertahankan suku bunga tetap stabil untuk waktu yang lebih lama.
Komentar Waller muncul setelah data minggu lalu menunjukkan inflasi AS tumbuh lebih dari yang diharapkan pada bulan Januari.
“Fokus investor minggu ini akan tertuju pada rilis risalah rapat Federal Reserve pada bulan Januari untuk mengukur bagaimana para pembuat kebijakan telah berupaya mempertimbangkan risiko perang tarif yang lebih luas menyusul kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump,” jelas Ibrahim.
Pengamat: Kebijakan DHE SDA Bakal Menantang bagi Eksportir
Ibrahim menilai, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) 100% setahun bakal menantang untuk eksportir.
“Kebijakan ini utamanya akan menganggu stabilitas kas usaha. Selain itu, kebijakan yang sama juga akan mengubah struktur permodalan para pelaku industri yang masih menggunakan bahan baku impor,” katanya.
Ke depan, pihaknya juga mensinyalir, para pelaku industri juga akan menanggung biaya yang lebih besar dari sebelumnya, terlebih modal kerja untuk melakukan impor berasal dari pinjaman bank. Dan kebijakan ini akan mengganggu arus kas eksportir, terutama bagi eksportir industri kecil dan sedang.
Advertisement
Masih Ada Celah Penyimpangan?
“Industri masih punya celah untuk mengakali kebijakan DHE SDA. Caranya, dengan melakukan under invoicing atau menempatkan devisa secara ilegal di negara yang memberikan instrumen penempatan yang lebih menggiurkan,” beber Ibrahim.
“Disinilah tingkat kepatuhan pengusaha akan diuji untuk implementasi kebijakan ini. Apalagi, jika belum adanya instrumen keuangan yang menarik dan fleksibel bagi para eksportir untuk melaksanakan DHE SDA. Selama 2024, berdasarkan catatannya, kebijakan DHE SDA PP 36/2023 hanya berhasil memasukkan USD 14 miliar,” tambahnya.
Capaian ini jauh di bawah target pemerintah 2023 sebesar US$40-49 miliar, meskipun tingkat kepatuhan diklaim hampir mencapai 90%.
Adapun kebijakan DHE SDA ini diharapkan dapat memperkuat cadangan devisa sehingga fluktuasi nilai tukar.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)