Liputan6.com, Jakarta - Buka puasa bersama (bukber) selama bulan Ramadan dinilai tidak terlalu berpengaruh pada pengeluaran masyarakat. Lantaran, aspek pengeluaran tidak terlalu berubah dan cenderung tidak berlebihan.
Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan, konsumsi masyarakat cenderung meningkat selama bulan Ramadan.
Advertisement
Baca Juga
"Biasanya memang momen bulan puasa Lebaran itu mirip dengan momen Natal dan Tahun Baru jadi memang akan ada peningkatan konsumsi secara bulanan ya awal ramadan, bulan puasa dan Lebaran," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (25/2/2025).
Advertisement
Salah satu faktornya disumbang dari kenaikan harga pangan yang biasanya terjadi pada bulan Ramadan. Ronny menilai, konsumsi itu seringnya menyasar sektor makanan dan minuman.
Jika dilihat dari sisi pengeluaran masyarakat, hanya terjadi peralihan pos pengeluaran. Dari semula untuk makan siang, bergeser untuk belanja makanan saat berbuka puasa.
"Karena ini sifatnya tradisi dan yang dikonsumsi juga sifatnya makanan, kalau buka puasa itu kaya makan pokok aja kan ada siang tidak makan, jadi itu tidak terlalu berpengaruh pada saku dan pendapatan masyarakat," terangnya.
Dia menyadari, daya beli masyarakat kelas menengah masih tertekan. Namun, pada momen ramadan nanti, diprediksi dampak ke ekonominya masih terjaga dan bisa berkontribusi positif.
"Meskipun daya beli masyarakar kita kelas menengah terbilang turun, kalau untuk konsumsi bulan ramadan yang bersifat kultural religius itu masih akan berjalan dan masih akan membantu perekonomian," urainya.
Â
Â
Â
Cuan Buat Usaha Dadakan
Ronny turut melihat dari sisi lain, yakni peluang pendapatan masyarakat. Dia mengatakan, banyaknya porsi belanja makanan dan minuman dari masyarakat akan menguntungkan pebisnis kuliner, baik usaha mikro maupun usaha menengah.
Selain itu, usaha dadakan skala rumahan juga bisa menjadi pilihan masyarakat. Terutama jika dilakukan untuk mencari keuntungan tambahan.
"Cukup membantu lah terutama untuk UMKM untuk yang bersifat kuliner ya makanan minuman usaha mikro dan termasuk juga usaha rumah tangga dadakan yang cuma melakukan usaha disaat bulan puasa saja. Jualan untuk berbuka puasa itu juga akan sangat berpengaruh terhadap pertama konsumsi rumah tangga, yang kedua terhadap produksi rumah tangga," tuturnya.
Â
Advertisement
Sidang Isbat Penentuan Awal Ramadan 2025 Digelar 28 Februari
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan segera menggelar Sidang Isbat untuk menentukan awal bulan suci Ramadan 1446 Hijriah. Sidang yang menentukan kapan umat Muslim di Indonesia memulai ibadah puasa ini dijadwalkan pada Jumat, 28 Februari 2025.
Sidang Isbat akan dipimpin langsung oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar, di Auditorium H.M. Rasjidi, Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat.
Keputusan mengenai awal Ramadhan ini sangat dinantikan oleh seluruh umat Muslim di Indonesia. Proses penentuannya melibatkan berbagai pertimbangan, baik dari aspek hisab (perhitungan astronomi) maupun rukyat (pengamatan hilal). Hasil sidang ini akan menjadi pedoman bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Proses Sidang Isbat sendiri melibatkan berbagai pihak penting. Hal ini bertujuan untuk memastikan keputusan yang diambil akurat dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.
Partisipasi dari berbagai elemen masyarakat ini menjadi kunci keberhasilan Sidang Isbat dalam menyatukan pandangan dan memastikan kesamaan pemahaman tentang awal Ramadan.
Proses Penentuan Awal Ramadan
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Bapak Abu Rokhmad menuturkan, Sidang Isbat akan melalui tiga rangkaian penting. Pertama, pemaparan data posisi hilal berdasarkan perhitungan astronomi yang akurat. Data ini akan disajikan oleh para ahli falak dan lembaga terkait, seperti BMKG.
Kedua, verifikasi hasil rukyatul hilal. Tim pemantau akan ditempatkan di berbagai titik di Indonesia untuk melakukan pengamatan hilal. Hasil pengamatan ini akan menjadi pertimbangan penting dalam menentukan awal Ramadan. Proses rukyat ini sangat penting karena merupakan salah satu metode penentuan awal Ramadan yang telah dilakukan sejak lama.
Ketiga, setelah pemaparan data hisab dan hasil rukyat, akan dilakukan musyawarah dan diskusi untuk mencapai kesepakatan bersama. Dalam musyawarah ini, berbagai perwakilan organisasi masyarakat Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ahli falak, perwakilan DPR, dan Mahkamah Agung akan memberikan masukan dan pendapatnya.
Proses ini memastikan transparansi dan partisipasi berbagai pihak dalam menentukan awal Ramadan.
Â
Advertisement
