Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara Asia tahun ini. Langkah ini menyusul proyeksi pertumbuhan China yang lebih rendah sehingga berdampak pada melambatnya aktivitas ekonomi di berbagai negara di kawasan tersebut.
ADB menurunkan proyeksi pertumbuhan negara-negara di Asia hanya sebesar 0,3% menjadi 6,3% pada 2013 dan 6,4% pada 2014. Pada proyeksi April lalu, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan tumbuh masing-masing 6,6% dan 6,7%.
"Penurunan dalam perdagangan dan penarikan investasi adalah bagian dari jalur pertumbuhan yang lebih seimbang untuk rakyat China, dan efek pukulan dari lambatnya laju pertumbuhan ekonomi tentu menjadi kekhawatiran di negaranya," ujar Kepala Ekonom ADB Changyong Rhee.
Dalam laporannya, Selasa (16/7/2013), ADB menurunkan prediksi pertumbuhan China sebesar 0,5% menjadi 7,7% dan 7,5% masing-masing pada 2013 dan 2014. Penurunan proyeksi tersebut akibat data China yang menunjukan perlambatan pertumbuhan investasi pada Mei.
Prediksinya bisa lebih menurun mengingat lembaga-lembaga keuangan enggan mengambil risiko menyusul turbulensi di pasar uang antar bank dalam negeri.
ADB juga melihat aktivitas yang lebih tenang di banyak negara berkembang di Asia
China melaporkan laju pertumbuhan produk domestik brutonya (PDB) melambat menjadi 7,5% pada periode April hingga Juni, kuartal ke-9 dari 10 kuartal terakhir dimana perluasan bisnisnya melemah. Kondisi tersebut menekan Beijing untuk mempercepat langkah-langkah reformasi daripada melambatkannya guna memperoleh kelenturan ekonomi.
Alasan utama penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara adalah berkurangnya jumlah permintaan dari China. Meski demikian, sebagian besar negara Asia mencoba melakukan terobosan baru guna meringankan tekanan harga dari jumlah yang diprediksi. 44% lonjakan harga minyak bersubsidi di Indonesia pada Juni menjadi alasan utama untuk membuat terobosan ekonomi.
Tekanan inflasi prediksi ADB akan melunak mengingat lambatnya pertumbuhan di kawasan tersebut dan lemahnya harga komoditas akibat permintaan global yang cukup rendah. Menawarkan beberapa kenyamanan pada bank-bank sentral
ADB juga mengatakan pihaknya memperkirakan pemulihan ekonomi Jepang dapat tumbuh lebih pesat sebagai dampak dari "Abenomics" yang berakar. Selain itu peningkatan laba sejumlah perusahaan dapat mendorong pendapatan rumah tangga dan lingkungan bisnis. Bank tersebut memprediksi pertumbuhan di Jepang tahun ini sebsar 1,8%, naik dari estimasi April sebesar 1,2%.(Sis/Shd)
ADB menurunkan proyeksi pertumbuhan negara-negara di Asia hanya sebesar 0,3% menjadi 6,3% pada 2013 dan 6,4% pada 2014. Pada proyeksi April lalu, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan tumbuh masing-masing 6,6% dan 6,7%.
"Penurunan dalam perdagangan dan penarikan investasi adalah bagian dari jalur pertumbuhan yang lebih seimbang untuk rakyat China, dan efek pukulan dari lambatnya laju pertumbuhan ekonomi tentu menjadi kekhawatiran di negaranya," ujar Kepala Ekonom ADB Changyong Rhee.
Dalam laporannya, Selasa (16/7/2013), ADB menurunkan prediksi pertumbuhan China sebesar 0,5% menjadi 7,7% dan 7,5% masing-masing pada 2013 dan 2014. Penurunan proyeksi tersebut akibat data China yang menunjukan perlambatan pertumbuhan investasi pada Mei.
Prediksinya bisa lebih menurun mengingat lembaga-lembaga keuangan enggan mengambil risiko menyusul turbulensi di pasar uang antar bank dalam negeri.
ADB juga melihat aktivitas yang lebih tenang di banyak negara berkembang di Asia
China melaporkan laju pertumbuhan produk domestik brutonya (PDB) melambat menjadi 7,5% pada periode April hingga Juni, kuartal ke-9 dari 10 kuartal terakhir dimana perluasan bisnisnya melemah. Kondisi tersebut menekan Beijing untuk mempercepat langkah-langkah reformasi daripada melambatkannya guna memperoleh kelenturan ekonomi.
Alasan utama penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara adalah berkurangnya jumlah permintaan dari China. Meski demikian, sebagian besar negara Asia mencoba melakukan terobosan baru guna meringankan tekanan harga dari jumlah yang diprediksi. 44% lonjakan harga minyak bersubsidi di Indonesia pada Juni menjadi alasan utama untuk membuat terobosan ekonomi.
Tekanan inflasi prediksi ADB akan melunak mengingat lambatnya pertumbuhan di kawasan tersebut dan lemahnya harga komoditas akibat permintaan global yang cukup rendah. Menawarkan beberapa kenyamanan pada bank-bank sentral
ADB juga mengatakan pihaknya memperkirakan pemulihan ekonomi Jepang dapat tumbuh lebih pesat sebagai dampak dari "Abenomics" yang berakar. Selain itu peningkatan laba sejumlah perusahaan dapat mendorong pendapatan rumah tangga dan lingkungan bisnis. Bank tersebut memprediksi pertumbuhan di Jepang tahun ini sebsar 1,8%, naik dari estimasi April sebesar 1,2%.(Sis/Shd)