Pemerintah Mubazir Kucurkan Belanja PNS buat Tunjangan Hari Tua

Setiap tahun pemerintah mengalokasikan dana cukup besar untuk pegawai negeri sipil yang sudah tidak produktif, seperti Tunjangan Hari Tua.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Sep 2013, 15:21 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2013, 15:21 WIB
gaji-pns-130818c.jpg
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), FITRA mengungkapkan setiap tahun pemerintah mengalokasikan dana cukup besar untuk pegawai negeri sipil yang sudah tidak produktif, seperti Tunjangan Hari Tua (THT). Padahal pos belanja pegawai meningkat rata-rata 16% per tahun.

"Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir (2006-2013), belanja pegawai mengalami rata-rata pertumbuhan 16% atau Rp 22,18 triliun per tahun," ujar Seknas FITRA, Lukman Hakim dalam acara Diskusi Tematik Forum APBN Konstitusi di kantornya, Jakarta, Rabu (11/9/2013).

Peningkatan pertumbuhan tersebut, menurutnya, melampaui belanja pegawai yang melebihi rata-rata pertumbuhan belanja pusat 12%. Ironisnya, pertumbuhan belanja ini dialokasikan untuk PNS yang tidak produktif.

"Sepertiga belanja pegawai dialokasikan untuk Tunjangan Hari Tua. Seharusnya reformasi birokrasi sebagai salah satu prioritas pemerintah dan menghasilkan birokrasi efisien dari sisi struktur dan biaya, justru belanja pegawai malah membengkak," jelasnya.

FITRA meminta struktur belanja pemerintah pusat harus diubah khususnya pada pos belanja pegawai dan barang. Porsi belanja pemerintah pusat selalu terfokus pada belanja pegawai dan subsidi.

"Selama bertahun-tahun sebanyak 19%-21% belanja pemerintah dialokasikan untuk belanja pegawai dan 15%-24% untuk belanja subsidi," ujar Lukman.

Sementara belanja barang sebesar 12%-17% dari total belanja pemerintah. Alokasi pembayaran bunga utang 9%-14%, sedangkan untuk belanja modal pemerintah 11%-17% atau hanya sekitar 2% terhadap PDB.

"Belanja modal digunakan untuk kepentingan birokrasi seperti pembangunan gedung kantor dan kendaraan dinas. Sementara subsidi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat seperti pangan, pupuk, benih, minyak goreng, kedelai dan kredit program cenderung menurun," terang dia.

Subsidi non energi merosot dari 4,67% atau Rp 57,4 triliun pada 2011 menjadi hanya Rp 40,3 triliun pada 2012. (Fik/Ndw)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya