Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan Indonesia untuk menjadi negara pusat ekonomi syariah di tahun mendatang. Namun sepertinya hal itu tidak menjadi hal yang gampang diwujudkan.
Chief Ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan menilai, setidaknya ada dua hal yang harus dipecahkan pemerintah Indonesia jika ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Pertama, perbankan di Indonesia harus memikirkan cara untuk bagaimana produk-produk syariah mudah dikenal dan diingat oleh masyarakat Indonesia.
"Secara natural saja kalau orang umum apakah mereka familiar dengan istilah produk-produknya, terkadang bingung mau mengucapkan produk seperti misalnya murabahah, atau yang lain," ungkap Anton saat ditemui di Menara Bank Danamon, Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Anton mengusulkan, untuk bagaimana perbankan syariah mengemas sebuah produk syariah layaknya produk-produk perbankan konvensional.
Tantangan yang kedua yaitu mengenai kredibilitas syariah di Indonesia yang masih belum kuat untuk dipertanggung jawabkan.
Hal itu diungkapkan mengingat masih banyak orang yang menilai bank syariah yang merupakan anak perusahaan bank konvensional memiliki sistem kerja yang sama hanya memakai istilah yang berbeda.
"Mungkin Bank Muamalat yang lebih kredibel, yang lain itu belum syariah banget. Untuk itu Dewan Syariah itu mampu mengkredibelkan ini atau tidak?," jelas Anton.
Lebih lanjut menurut Anton, dengan langkah awal melewati tantangan tersbut paling tidak Indonesia sudah mampu menyaingi ekonomi syariah di negara tetangga Malaysia.
"Jika dua itu teratasi, baru kemudian nanti di saat bersaamaan bisa saja, Malaysia kan pusat syariah Asia Tenggara, kalau ini diperbaiki bisa menarik (nasabah) mereka ke sini," pungkasnya. (Yas/Ahm)
Chief Ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan menilai, setidaknya ada dua hal yang harus dipecahkan pemerintah Indonesia jika ingin menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia.
Pertama, perbankan di Indonesia harus memikirkan cara untuk bagaimana produk-produk syariah mudah dikenal dan diingat oleh masyarakat Indonesia.
"Secara natural saja kalau orang umum apakah mereka familiar dengan istilah produk-produknya, terkadang bingung mau mengucapkan produk seperti misalnya murabahah, atau yang lain," ungkap Anton saat ditemui di Menara Bank Danamon, Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Anton mengusulkan, untuk bagaimana perbankan syariah mengemas sebuah produk syariah layaknya produk-produk perbankan konvensional.
Tantangan yang kedua yaitu mengenai kredibilitas syariah di Indonesia yang masih belum kuat untuk dipertanggung jawabkan.
Hal itu diungkapkan mengingat masih banyak orang yang menilai bank syariah yang merupakan anak perusahaan bank konvensional memiliki sistem kerja yang sama hanya memakai istilah yang berbeda.
"Mungkin Bank Muamalat yang lebih kredibel, yang lain itu belum syariah banget. Untuk itu Dewan Syariah itu mampu mengkredibelkan ini atau tidak?," jelas Anton.
Lebih lanjut menurut Anton, dengan langkah awal melewati tantangan tersbut paling tidak Indonesia sudah mampu menyaingi ekonomi syariah di negara tetangga Malaysia.
"Jika dua itu teratasi, baru kemudian nanti di saat bersaamaan bisa saja, Malaysia kan pusat syariah Asia Tenggara, kalau ini diperbaiki bisa menarik (nasabah) mereka ke sini," pungkasnya. (Yas/Ahm)