PT Pertamina (Persero) disarankan mengubah pola distribusi gas elpiji non subsidi 3 kilo gram (Kg) jika ingin menaikan harga gas elpiji non subsidi ukuran 12 Kg.
Anggota DPR Komisi VII, Satya Widya Yudha mengatakan, jika Pertamina menaikan harga gas elpiji 12 Kg diperkirakan akan ada perbedaan harga yang jauh antara gas elpiji 12 Kg dengan 3 Kg. Dengan disparitas yang jauh, dikhawatirkan akan menimbulkan transisi pengguna gas dari 12 Kg menjadi non subsidi 3 Kg.
"Jangan sampai nanti begitu menaikkan 12 kg ada perpindahan ke 3 kg, harus ada evaluasi," kata Satya saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Satya menambahkan, agar hal tersebut dapat dihindari, Pertamina dan pemerintah harus membuat suatu kebijakan agar gas elpiji bersubsidi 3 Kg tetap digunakan oleh pihak yang berhak.
"Begini menaikkan gas itu harus menjadikan keputusan yang tidak terpisah dengan 3 Kg, karena subsidi, Makanya kita lihat disparitas kita jaga,"Â ujar Satya.
Menurut Satya, salah satu cara adalah dengan membuat kebijakan distribusi gas 3 Kg dengan sistem tertutup. Sistem ini akan membuat konsumen elpiji lebih tepat.
"Karena pola distribusi terbuka, misalkan kita naikan 12 kg tapi kita lakukan tertutup, kalau mereka belum menyajikan kebijakan susah kita," pungkasnya.
PT Pertamina harus menanggung kerugian Rp 20 triliun dari penjualan elpiji 12 kilogram dalam lima tahun terakhir. Kerugian itu disebabkan perusahaan pelat merah itu menjual elpiji 12 kg lebih murah dari harga keekonomian.
Menurut data Pertamina, harga jual elpiji saat ini sekitar Rp 5.750 per kg, sedangkan harga keekonomiannya fluktuatif berkisar Rp 11 ribu per kg.
"Kami sudah rugi banyak. Dari Rp 20 triliun itu sebenarnya bisa dipakai buat membeli satu aset sebesar Blok Offshore North West Java (ONWJ)," ungkap Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan
Oleh karena itu, Pertamina bakal menaikkan harga elpiji 12 Kg pada awal tahun depan. Kenaikan harga tersebut dilakukan guna menekan kerugian yang harus ditanggung perseroan akibat penjualan elpiji non subsidi tersebut. (Pew/Ahm)
Anggota DPR Komisi VII, Satya Widya Yudha mengatakan, jika Pertamina menaikan harga gas elpiji 12 Kg diperkirakan akan ada perbedaan harga yang jauh antara gas elpiji 12 Kg dengan 3 Kg. Dengan disparitas yang jauh, dikhawatirkan akan menimbulkan transisi pengguna gas dari 12 Kg menjadi non subsidi 3 Kg.
"Jangan sampai nanti begitu menaikkan 12 kg ada perpindahan ke 3 kg, harus ada evaluasi," kata Satya saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin (25/11/2013).
Satya menambahkan, agar hal tersebut dapat dihindari, Pertamina dan pemerintah harus membuat suatu kebijakan agar gas elpiji bersubsidi 3 Kg tetap digunakan oleh pihak yang berhak.
"Begini menaikkan gas itu harus menjadikan keputusan yang tidak terpisah dengan 3 Kg, karena subsidi, Makanya kita lihat disparitas kita jaga,"Â ujar Satya.
Menurut Satya, salah satu cara adalah dengan membuat kebijakan distribusi gas 3 Kg dengan sistem tertutup. Sistem ini akan membuat konsumen elpiji lebih tepat.
"Karena pola distribusi terbuka, misalkan kita naikan 12 kg tapi kita lakukan tertutup, kalau mereka belum menyajikan kebijakan susah kita," pungkasnya.
PT Pertamina harus menanggung kerugian Rp 20 triliun dari penjualan elpiji 12 kilogram dalam lima tahun terakhir. Kerugian itu disebabkan perusahaan pelat merah itu menjual elpiji 12 kg lebih murah dari harga keekonomian.
Menurut data Pertamina, harga jual elpiji saat ini sekitar Rp 5.750 per kg, sedangkan harga keekonomiannya fluktuatif berkisar Rp 11 ribu per kg.
"Kami sudah rugi banyak. Dari Rp 20 triliun itu sebenarnya bisa dipakai buat membeli satu aset sebesar Blok Offshore North West Java (ONWJ)," ungkap Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan
Oleh karena itu, Pertamina bakal menaikkan harga elpiji 12 Kg pada awal tahun depan. Kenaikan harga tersebut dilakukan guna menekan kerugian yang harus ditanggung perseroan akibat penjualan elpiji non subsidi tersebut. (Pew/Ahm)