Australia Tak Ingin Bergantung pada WTO

Australia tidak mau mengambil resiko dan bergantung kepada WTO sehingga memilih meningkatkan kesepakatan dagang bilateral.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 05 Des 2013, 10:43 WIB
Diterbitkan 05 Des 2013, 10:43 WIB
andrew-robb-131205b.jpg
Australia lebih memilih untuk meningkatkan kesepakatan dagang bilateral dengan sejumlah negara dibandingkan bergantung pada kesepakatan dagang global pada konfrensi WTO di Bali.

"Kami tak mau ambil risiko dan bergantung pada WTO," tegas Menteri Perdagangan Australia, Andrew Robb, seperti mengutip dari lama CNBC, Kamis (5/12/2013).

Baginya, sangat disayangkan World Trade Organization (WTO) yang menetapkan seluruh aturan, bahkan untuk perdagangan bilateral. Pasalnya, seiring berjalannya waktu, saat WTO tak ada lagi, banyak negara yang akan mencari solusi multilateral.

Namun Robb menekankan, meskipun kesepakatan global WTO cocok dengan negara-negara maju seperti Australia, tapi banyak negara berkembang yang tak memiliki pilihan serupa. Sementara saat ini Australia tengah bernegosiasi dengan China, Korea Selatan dan Jepang

"Masalahnya, negara-negara berkembang terus saling mendukung negara berkembang lainnya di seluruh dunia," ujar Robb.

Saat ini, banyak pihak menaruh harapan besar agar para menteri perdagangan dari 159 negara anggota WTO akan menyepakati perjanjian dagang global pertamanya sejak terbentuk pada 1995.

WTO mengatakan, kesepakatan yang fokus pada kemudahan pergerakan barang secara internasional mampu menyumbang hingga US$ 1 triliun pada ekonomi global.

Sayangnya, konferensi di Bali tahun ini menunjukkan sinyal yang kurang baik di mana beberapa negara terbagi atas batas subsidi makanan yang diajukan di sejumlah negara berkembang.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan India, Anand Sharma menggambarkan, reformasi pertanian yang diusulkan WTO masih setengah matang. Menurut data Reuters, India menawarkan subsidi pangan hingga hampir 70% bagi 1,2 miliar rakyatnya.

"Bagi India, ketahanan pangan adalah bukan hal yang bisa dinegosiasikan (non-negotiable). Kebutuhan pasokan pangan masyarakat untuk memastikan ketahanan pangan nasional harus dihormati. Kesepakatan aturan WTO perlu dikoreksi kembali," tegas Sharma dalam konferensi WTO.

Dengan demikian , Menteri Perdagangan Indonesia Gita Wirjawan mengatakan, kemungkinan WTO bisa mencapai kesepakatan di Bali masih kurang dari 50 persen .

Jika tak berhasil menetapkan satu kesepakatan di Bali, posisi WTO sebagai badan perdagangan dunia akan banyak dipertanyakan. Meski begitu, Robb mengatakan masih ada 145 anggota WTO yang setuju dengan kesepakatan tersebut.

"Biarpun ada lima atau sepuluh negara yang tak setuju, tapi masih banyak negara besar yang diajak bernegosiasi (secara bilateral)," tandas Robb. (Sis/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya