Pemerintah didesak menekan laju impor sekaligus mengubah pola pikir masyarakat Indonesia yang masih senang menggunakan produk-produk luar negeri. Hal ini harus dilakukan mengingat masalah defisit transaksi berjalan (current account) masih akan menjadi momok menakutkan bagi ekonomi nasional.
Chief Economist and Director for Investor Relation Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat memperkirakan tantangan perjalanan ekonomi pada tahun depan akan lebih bera dibanding masa-sama sebelumnya. Persoalan semakin pelik karena penduduk Indonesia maish saja terus berbelanja produk impor.
"Kita harus tekan current account deficit ini. Untuk itu produk-produk yang datang dari impor harus dicegah sebaik mungkin dan alokasi subsidi energi juga harus diperhatikan," ujar Budi ketika ditemui di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (18/13/2013).
Budi menjelaskan, pemerintah harus bisa mengubah pola pikir masyarakat Indonesia agar bisa meningkatkan produktivitas produk dalam negeri. Harapannya, produk asli Indonesia nantinya mampu bersaing dengan barang-barang yang datangnya dari luar.
Menurut Budi, nilai tukar rupiah yang relatif melemah tehadap Yuan China seharusnya bisa menjadi pendongkrak aktivitas ekspor ke Negeri Tirai Bambu. Malangnya, kondisi tersebut justru tak tercipta dan Indonesia masih saja mengalami defisit perdagangan dengan China.
Pada tahun ini Rupiah terus melemah hingga 20% terhadap mata uang Yuan China," tegasnya.
Secara teori, pelemahan rupiah seharusnya bisa memacu ekspor produk Indonesia ke China. Dengan masih adanya defisit perdagangan, hal ini menambah berat beban defisit transaksi berjalan Indonesia.
"Dari situ kami melihat bahwa daya saing produk ekspor kita masih rendah, lihat saja defisit kita yang terus menerus terhadap China," ujar Budi. (Dis/Shd)
Chief Economist and Director for Investor Relation Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat memperkirakan tantangan perjalanan ekonomi pada tahun depan akan lebih bera dibanding masa-sama sebelumnya. Persoalan semakin pelik karena penduduk Indonesia maish saja terus berbelanja produk impor.
"Kita harus tekan current account deficit ini. Untuk itu produk-produk yang datang dari impor harus dicegah sebaik mungkin dan alokasi subsidi energi juga harus diperhatikan," ujar Budi ketika ditemui di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (18/13/2013).
Budi menjelaskan, pemerintah harus bisa mengubah pola pikir masyarakat Indonesia agar bisa meningkatkan produktivitas produk dalam negeri. Harapannya, produk asli Indonesia nantinya mampu bersaing dengan barang-barang yang datangnya dari luar.
Menurut Budi, nilai tukar rupiah yang relatif melemah tehadap Yuan China seharusnya bisa menjadi pendongkrak aktivitas ekspor ke Negeri Tirai Bambu. Malangnya, kondisi tersebut justru tak tercipta dan Indonesia masih saja mengalami defisit perdagangan dengan China.
Pada tahun ini Rupiah terus melemah hingga 20% terhadap mata uang Yuan China," tegasnya.
Secara teori, pelemahan rupiah seharusnya bisa memacu ekspor produk Indonesia ke China. Dengan masih adanya defisit perdagangan, hal ini menambah berat beban defisit transaksi berjalan Indonesia.
"Dari situ kami melihat bahwa daya saing produk ekspor kita masih rendah, lihat saja defisit kita yang terus menerus terhadap China," ujar Budi. (Dis/Shd)