Nelayan Dilarang Pakai Solar, DPR Minta Klarifikasi

DPR mengimbau BPH Migas untuk meninjau ulang pelarangan konsumsi BBM bersubsidi untuk kapal dengan bobot di atas 30 GT.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Feb 2014, 20:31 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2014, 20:31 WIB
gelombang-nelayan-140117b.jpg
Badan Pengatur Kebijakan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) diimbau untuk meninjau ulang pelarangan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk kapal dengan bobot di atas 30 Gross Tonage (GT).

Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Milton Pakpahan mengatakan, pemerintah dan BPH Migas belum melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Komisi VII DPR untuk menerapkan larangan konsumsi BBM bersubsidi untuk kapal dengan bobot di atas 30 GT.

"Setelah kami pelajari persoalan surat tersebut. Maka kami meminta Pemerintah untuk mengkaji ulang peraturan tersebut," kata Milton, saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Rabu (5/2/2013).

Milton menambahkan, Komisi VII DPR akan menggelar rapat kerja untuk membahas Surat  Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor:29/07/Ka.BPH/2014 pada 15 Januari 2014 tentang larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal di atas 30 GT tersebut.

"Pada rapat kerja yang akan datang dengan kementerian ESDM, kami akan meminta klarifikasi hal tersebut dari Menteri ESDM," ungkap Milton.

Menurut Milton, peraturan tersebut sangat memberatkan masyarakat nelayan khususnya pada saat cuaca buruk seperti yang terjadi belakangan ini.

"Karena saat ini keadaan ekonomi sangat berat bagi masyarakat.  Ditambah lagi  kondisi iklim cuaca yang  buruk pada awal tahun ini. Banjir di mana mana, khususnya di kawasan Pantai Utara Jawa. Jelas peraturan ini akan sangat memberatkan para nelayan, yang memang sangat mengandalkan pasokan BBM untuk mata pencahariannya di laut," tutur Milton.

Hal serupa juga diungkapkan Pengamat energi Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), Sofyano Zakaria. Ia memandang larangan konsumsi jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi  untuk kapal di atas 30 GT akan minimbulkan gejolak politis. Apalagi larangan itu diterapkan menjelang pemilihan umum (Pemilu).

Sofyano juga menyayangkan, sikap BPH Migas yang tidak melakukan sosialisasi mengenai larangan tersebut kepada pihak terkait.

"Sangat disayangkan , larangan tersebut dikeluarkan dengan tanpa ada rembug dengan kelompok nelayan dan atau  melalui organisasi nelayan yang ada dan selain itu larangan ini pun sangat disayangkan tanpa disosialisasikan secara nasional ke pihak pengguna bbm bersubsidi tersebut," ujar Sofyano. (Pew/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya