Mengintip "Kawah Candradimuka" Bintang Bulutangkis Indonesia

Namun tidak selamanya PB Djarum mencetak pebulutangkis juara dunia.

oleh Rejdo Prahananda diperbarui 07 Sep 2014, 20:56 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2014, 20:56 WIB
Mengintip "Kawah Candradimuka" Bintang Bulutangkis Indonesia
Namun tidak selamanya PB Djarum mencetak pebulutangkis juara dunia.

Liputan6.com, Sebagai salah satu klub bulutangkis terbesar di Indonesia, PB Djarum selalu kebanjiran peserta seleksi setiap tahunnya. Ribuan anak berusia 10 sampai 15 tahun tidak pernah kehilangan gairah untuk mendapatkan beasiswa dari PB Djarum.

Peserta audisi umum 2014 meningkat mencapai 1380 dari tahun sebelumnya 1030 anak. Namun, hanya puluhan anak yang lolos audisi dan berhak mendapatkan beasiswa PB Djarum. Tahun lalu, PB Djarum hanya memberikan beasiswa pada 24 anak. Jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan peminat yang membludak tiap tahunnya.

Djarum membangun pusat pelatihan di atas tanah seluas 43.207 meter persegi yang terdiri dari gedung olahraga sebesar 29.450 m2 dengan 16 lapangan terbagi dalam 12 lapangan beralaskan kayu dan sisanya karet sintetis dengan luas 4.925 meter persegi. GOR PB Djarum terletak di Jati, Kudus.


Total, hingga saat ini terdapat 67 anak yang menghuni asrama. Selama berada di asrama mereka mendapatkan fasilitas seperti Hotel Bintang Lima. PB Djarum membagi asrama menjadi dua blok putra dan putri berjumlah 40 kamar dengan arsitektur minimalis. 

Setiap kamar dihuni oleh dua sampai tiga orang dilengkapi pendingin ruangan, lemari dan meja belajar. Satu bangunan khusus dibuat untuk ruang makan yang mampu menampung seluruh anak. PB Djarum juga membangun rumah pelatih lengkap dengan areal parkir yang bisa menampung 3 mobil.

Aturan ketat diberlakukan selama menimba ilmu di "kawah candradimuka" ini, termasuk masalah hiburan."TV tidak boleh ada di kamar agar kegiatan mereka bisa dikontrol. Bila ingin menonton televisi bisa ke ruang tamu," ucap Direktur Djarum Foundation, Yoppi Rosimin. 

"Uang saku juga kami berikan pada anak yang sudah lulus SMA. Jika belum, tidak akan kami berikan," sambungnya.

Pengelola PB Djarum menjaga pola dan menu makanan atletnya. Manajemen menyediakan ahli gizi. Makanan yang disediakan sesuai rekomendasi sang dokter dan harus dikonsumsi tanpa kecuali. Program beasiswa ini berlaku bila anak tersebut terus berprestasi di belakang net. "Jika prestasinya jalan di tempat, terpaksa kami keluarkan," ucap Yoppi.

Sejak berdiri pada 1974, PB Djarum ikut memiliki andil bagi sukses Indonesia merebut Piala Thomas 1984. Tujuh dari delapan pemain kejuaraan beregu itu milik PB Djarum mererka adalah Liem Swie King, Hastomo Arbi, Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Christian Hadinata, dan Hadibowo.

Meski fokus menempa pemain bulutangkis, PB Djarum tetap mewajibkan para atletnya mengenyam bangku sekolah. Menurut Kepala Administrasi PB Djarum, Eddy Prayitno, selain menjalani latihan rutin selama lebih dari 10 jam sehari, atlet-atlet tersebut juga diwajibkan mengenyam bangku pendidikan formal dari jenjang SD sampai SMA.

PB Djarum mengumpulkan para atletnya di tiga sekolah: SD Kanisius, SMP Taman Dewasa, dan SMA Keluarga."Kami sengaja menempatkan mereka di tiga sekolah itu agar mudah dipantau," kata dia.

Bila sudah memperkuat PB Djarum, sekolah nomor dua. "Pendidikan mereka pasti tertinggal karena harus mengikuti Sirkuit Nasional (Sirnas) dan Grand Prix Gold," kata Eddy. "Untuk mengikuti satu Sirnas di satu daerah di Indonesia saja membutuhkan waktu sepekan," ucap Eddy pada Liputan6.com.

"Ada orangtua yang menginginkan anaknya fokus di bulutangkis dan putus sekolah, tapi PB Djarum selalu memberikan pengertian, bagaimana kalau anak itu tidak berhasil di bulutangkis? Jadi anak itu harus mencari penghidupan lain.

Masih menurut Eddy, tidak semua atlet di PB Djarum menjadi pebulutangkis. Di antara mereka justru berkarier di luar bidang bulutangkis."Atlet PB Djarum ada yang jadi dokter, sekolah ke luar negeri, menjadi Pengacara dan Polisi. Kalau prestasi mentok di lapangan, mereka bisa berkarier di luar bulutangkis. Inilah alasan mereka harus tetap sekolah."

Melihat besarnya kesempatan dan fasilitas yang diberikan PB Djarum, tidak heran bila audisi umum PB Djarum selalu membludak setiap tahunnya. Peserta yang datang untuk mengikuti seleksi tidak hanya datang dari Jawa, tetapi dari Nanggroe Aceh Darussalam.

Sabilla contohnya, ini menjadi tahun ke dua gadis berusia 11 tahun ikut audisi. Pada kesempatan pertama tahun lalu, dia gagal. Namun kegagalan itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menembus klub bulutangkis elite itu.

Bahkan, Sabilla yang merupakan korban Tsunami di Aceh 10 tahun lalu itu pindah ke Kudus untuk mewujudkan cita-cita berjersey PB Djarum. Selama "mondok" di Kudus, Sabilla bermain di PB Taurus, Kudus. Tahun lalu, bocah berambut panjang asal Meulaboh itu diantar sang Ibu. Dia bertekad membuat bangga kedua orang tuanya. "Saya terus berlatih sebelum ikut audisi. Saya ingin menjadi juara dunia," kata Sabilla polos.

Bukan hanya Sabilla, Ilham Rahmad Najir yang datang dari Tual, Maluku Tenggara juga memiliki mimpi yang sama; menjadi juara dunia. "Kalau lolos audisi membuka peluang untuk tampil di kejuaraan nasional dan internasional."

Atlet PB Djarum yang kini menghuni Pelatihan Atlet Nasional di Cipayung, Debby Susanto menyadari betul bila banyak anak-anak begitu berambisi bergabung di PB Djarum. "Dari semua klub bulutangkis, PB Djarum yang peduli dengan atletnya."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya