Â
BANYAK cara rasa lelah yang mendera akibat perjalanan jauh bisa terbayar lunas. Ada yang matanya berbinar saat melihat keindahan sebuah kota dari jendeal pesawat yang akan mendarat. Tak jarang pula spirit kembali penuh saat sang pilot, sopir atau nakhoda menyebut satu tempat yang memang menjadi tujuan.
Baca Juga
Erick Thohir Beruntung Pemain Diaspora Yakin pada Proyek untuk Lolos ke Piala Dunia dan Olimpiade
3 Calon Pelatih Asal Belanda yang Bisa Gantikan Pep Guardiola di Manchester City, Siapa Saja Mereka?
Wawancara Reuters kepada Erick Thohir: Timnas Indonesia perlu berada di 9 besar Asia untuk Lolos ke Piala Dunia 2026
Varian jalan menghilangkan suasana kesal karena lama di badan pesawat bisa bertambah. Andai tak bisa dari pesawat atau area bandara, sebagian besar langsung gembira ketika tiba di tempat tujuan dan menemukan banyak hal sesuai hobi atau preferensi. Misalnya, area belanja, pantai, tempat menyelam sampai rangkaian 'venue' kudapan yang bisa memanjakan perut.
Advertisement
Semua itu bakal berada di otak manusia saat bersua kali pertama, meski tidak 100 persen orang merasakan. Namun, setidaknya semua yang berbau 'kesan pertama' hampir pasti sulit lenyap dari batang otak. Walhasil, sebagian dari kita pernah atau selalu merasakan hal-hal seperti di atas.
Namun, entah kenapa ketika saya harus terbang ke Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), bayangan keasikan tak terlalu melekat. Mungkin karena saya jarang ke area jazirah Arab, jadi tak terlalu memikirkan itu. Tapi, tetap saja saya ingin merasakan sebuah sensasi ketika berurusan dengan yang namanya 'kali pertama'.
Dubai, kota tujuan saya, menjadi halaman baru. Sebenarnya, acara yang saya datangi juga sudah serba pertama. Yup, event PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) Mobile Star Challenge atawa disingkar PMSC 2018, berada di Dubai. Perhelatan akbar ini melakoni debut, dan menjadi yang terbesar sepanjang rangkaian 2018.
Tak heran, 'ke-pertama-an' saya seolah sudah terjawab sedari awal. Namun, saya yakin masih banyak hal yang bisa dirasakan. Dan itu menjadi kenyataan, meski dengan cara yang sepertinya tak banyak orang melalui itu. Atau mungkin saya ge-er?, ah sudahlah, saya buang jauh-jauh pikiran itu, dan lebih menikmati apa kejutan yang serba pertama di Dubai.
Perjalanan sekitar 8 jam dari Jakarta memang menjadi siksaan berat. Bagaimana tidak, rasa bosan terbang terus-menerus tak diimbangi dengan ragam kegiatan di pesawat. Saya sempat membayangkan hal yang sama akan terjadi ketika berada di Dubai.
Â
Pengalaman Pertama
Sayang, sepertinya alur takdir di tangan mengarahkan saya ke rangkaian pengalaman serba pertama yang mengagetkan, sekaligus salut alias angkat topi. Kejutan pertama datang dari Azizah. Siapa itu Azizah?. Wanita berusia 24 tahun ini menyapa saya saat kebingungan mencari lokasi bagi pemegang visa Dubai.
"Assalamu'alaikum," ucapan yang membuat saya menoleh ke kiri. Maklum, sejak turun dari pesawat lalu menggunakan eskalator, mata saya fokus mencari tulisan 'Visa Holder'. Gara-gara Azizah, saya terhenti, dan alasannya tak lain adalah ucapan salam tersebut, yang tentu saja langsung saya jawab sesuai kaidah ajaran Islam.
Sembari tersenyum, Azizah menawarkan diri membantu untuk mencari lajur ke arah yang saya butuhkan. Belum selesai rasa terkejut, Azizah seolah mengerti kalau saya terlihat masih kuyu akibat perjalanan Jakarta - Dubai, yang saya pikir hampir sama dengan terbang Jakarta - Jayapura.
Sekali lagi, hal itu juga kejutan pertama, sepanjang pengalaman saya berurusan dengan terbang dari satu ke tempat lain. "Syukron", kata yang berarti 'Terima Kasih' itu menjadi senjata balasan yang tak kalah nyaman dibanding sapaan salam pertama Azizah.
Berkat Azizah, saya bisa mendapatkan antrian yang singkat, dan tak perlu lama untuk mendapatkan cap masuk yang memiliki tulisan 'UAE' dan kode angka '12507' tersebut. Sambutan mewah khas karya negara petro dolar tersebut langsung terlihat.
Pilar-pilar kokoh, rangkaian kursi yang memancing setiap orang beristirahat sejenak, lalu ada pilihan aneka kopi 'warung kecil' sekitar 50 meter dari gerbang otoritas visa. Saya sejenak berpikir bisa bandara internasional Sukarno-Hatta memiliki layanan istimewa seperti itu di seluruh terminal, tak hanya di area Terminal 3 saja.
Sembari mengkhayal tentang bandara kebanggaan kita, saya arahkan kaki melalui jalur jalan kaki, bukan menggunakan tumpangan atau lift khusus. Saking asiknya menerawang sembari memuji betapa megahnya bangunan Bandara Internasional Dubai (DXB), saya tak sadar kalo ada orang lain yang seolah-olah membuntuti saya.
Seakan mengerti raut muka saya yang waspada, sosok manusia yang berusia 35 tahun tersebut langsung menjelaskan tanpa saya bertanya. Tak sampai 10 detik ia mengucapkan sebuah kalimat pembuka yang sangat mulia, dan sekali lagi, membuat saya kaget sekaligus kagum.
"Boleh saya bantu membawakan tas Anda?". Sekilas kalimat itu sungguh biasa ada di telinga kita. Tapi, cara menyampaikan dengan nada yang lemah-lembut, membuat saya tak mengira sedang berada di Dubai.
Itulah Amir Mukharom; lafal, mimik yang ikhlas sampai uluran tangan yang tak mampu saya tolak. Prilaku mulia Amir sukses memberi gambaran sebuah kota yang tak selalu berurusan dengan dunia bisnis dan perputaran uang miliaran dolar AS per bulan tersebut.
"Anda adalah tamu kami, dan seluruh negeri akan menyambut Anda dengan sukacita. Namun, karena Anda baru saja sampai, Anda layak mendapatkan satu perwakilan pembuka, yakni saya," sebut Amir.
Setelah 'layanan' kelas satu dari Amir, saya semakin yakin akan mendapatkan banyak hal yang 'serba pertama' selama di Dubai. Kita tunggu saja sajian tulisan berikutnya. (bersambung)
Advertisement