Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat, menjadi negara paling parah terpapar virus Corona Covid-19. Ratusan ribu orang di Negeri Paman Sam dinyatakan positif mengidap Covid-19 dan puluhan ribu jiwa tidak terselamatkan.
Seluruh sendi kehidupan masyarakat terkena imbasnya. Perekonomian memburuk. Dan tim medis kini harus berjuang mati-matian merawat pasien yang terus bertadangan seakan tak ada habisnya.Â
Sejumlah daerah termasuk New York terpaksa menerapkan kebijakan lockdown untuk menekan laju penularan Covid-19 itu. Masyarakat diminta bertahan di rumah dah tempat-tempat umum ditutup.Â
Advertisement
Di tengah situasi sulit ini, hanya ada satu orang yang paling didengar masyarakat di sana. Bukan Presiden AS, Donald Trump, tapi sosok tersebut menjelma dalam diri Dr Anthony Fauci.
Apa yang keluar dari mulut Fauci akan disimak baik-baik. Berbasis sains, komentar-komentar direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS tersebut, terdengar sebagai suara kebenaran.
Sejak pandemi Covid-19 melanda AS, Fauci semakin sering terlihat di dekat Trump. Saat Trump berpidato, dia berdiri beberapa meter di belakangnya. Meski demikian, kehadiran Fauci bukan sekedar pelengkap. Tidak jarang pria sepuh itu naik ke atas mimbar untuk memberikan ketarangan terkini kepada masyarakat.
Menurut jajak pendapat yang pernah dilakukan, masyakarat AS mempercayainya. Sebab Fauci tidak pernah menutupi sesuatu. Ilmuwan terkemuka itu bahkan secara blak-blakan mengatakan bahwa pandemi virus corona akan memburuk di AS dan mengkritik respons sejumlah pemerintah federal.Â
Kepada CNN Fauci juga berkata, kalau pandemi ini dapat membunuh antara 100.000 dan 200.000 warga AS jika mitigasi gagal. Proyeksi-proyeksi itu telah diturunkan menjadi di bawah 100.000.
Â
Berani Luruskan Komentar Presiden
Kejujuran dalam bersuara jugalah yang membuatnya berani mengoreksi pendapat presiden. Tidak hanya sekali tapi berkali-kali termasuk ketika Trump selalu membandingkan Covid-19 dengan flu biasa. Begitu juga dengan komentar Trump terkait penggunaan obat malaria terhadap pasien Covid-19.
"Jawaban saya adalah tidak," ujar Fauci saat ditanya apakah dia sudah menemukan obat yang mujarab. "Bukti yang Anda bicarakan tidak lebih dari bukti anekdotal," ujarnya menambahkan.
"Saya telah melayani enam presiden dan saya tidak melakukan apapun selain menyampaikan bukti sains dan membuat kebijakan berdasarkan ilmu pengetahuan dan bukti yang ada," ujar Fauci di hadapan parlemen AS awal bulan lalu seperti dilansir dari aljazeera.com, baru-baru ini.Â
Belum lama ini, Fauci kembali mengritik pemerintah AS. Dalam wawancara dengan CNN, Fauci mengatakan seandainya social distancing dan perintah untuk bekerja di rumah diterapkan lebih awal, pemerinta AS dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa. Komentar ini segera dibantah Trump lewat Twtiter-nya yang disertai dengan tagar #pecatFauci. Meski demikian, juru bicara Gedung Putih segera membentah bila presiden Trump akan memberhentikan pria berdarah Italia-Amerika tersebut.
Â
Â
Advertisement
Sepak Terjang Fauci
Komentar Fauci memang tidak selalu menenangkan. Bahkan terkadang cenderung mengerikan. Namun berkat kejujurannya, masyarakat lebih mengerti kondisi yang sedang mereka hadapi saat ini.Â
Apa yang dikatakan Fauci juga bukan tanpa dasar. Pengalamannya dalam menangani berbagai penyakit menular membuat komentarnya selalu berisi dan layak untuk disimak di tengah panedmi seperti ini.Â
Sebelum pandemi Covid-19, Fauci sudah menangani empat penyakit menular lainnya, yakni HIV, SARS, MERS, dan Ebola. Pria berusia 79 tahun tersebut bahkan dipercaya menangani serangan teror biologis menggunakan anthrax yang menimpa Amerika Serikat pada tahun 2001 yang lalu.Â
Tak ada yang meragukan kemampuan Fauci. Dari era presien Ronaldo Reagen hingga Trump, suaranya selalu didengarkan.Â
Fauci sendiri lahir di Brooklyn, New York, tepat di hari Natal, 1940 lalu. Sejak kecil, pria yang pernah mendapat medali kehormatan dari Presiden George W Bush itu sudah terbiasa independen. Ya, di lingkungan yang mayoritas penggemar Dodgers Brooklyn, Fauci justru berakar sebagai fans Yankees.
Fauci dipercaya memimpin Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS sejak 1984 saat negara adidaya itu heboh dengan penyakit AIDS. Rasa furstarsi sempat dialami Fauci saat melihat pasiennya meninggal satu per satu tanpa ada bisa diperbuat. Namun berkat kerja keras dan kegigihannya menjalni komunikasi dengan ilmuwan lainnya, AS akhirnya belajar menangani penyakit tersebut.
Â
Â
Buktikan Lewat Perbuatan
Fauci menghabiskan waktunya sebagai pejabat pemerintah. Namun bukan berarti dia kehilangan sisi kemanusiaannya--dan ini juga yang dianggap sebagai kunci suksesnya saat berbicara di depan umum.
Fauci juga tidak hanya pandai berbicara. Kebenaran akan ucapannya ditunjukkannya lewat perbuatan, seperti ketika wabah Ebola merebak 2014. Saat itu banyak warga AS panik setelah seorang perawat terinfeksi oleh pasien yang baru saja pulang dari Afrika di mana Ebola tengah mewabah. Warga khawatir perawat itu akan menularkan penyakit yang menyebabkan pendarahan hebat tersebut.
Fauci segera meredam kekhawatiran itu. Tidak hanya lewat kata-kata, tapi dengan perbuatan. Di depan kamera tv, Anthony Fauci memeluk perawat itu saat keluar dari rumah sakit. Fauci ingin memperlihatkan langsung kepada publik kalau perawat tersebut tidak akan menularinya Ebola.
Saat ini, dunia tengah berperang melawan penyebaran Covid-19, termasuk Indonesia. Di Tanah Air, jumlah korban sudah mencapai empat ribu lebih dan telah menewaskan ratusan orang.
Well, kira-kira siapa sosok yang paling sobat Liputan6.com dengarkan dalam situasi seperti ini?
Advertisement