Liputan6.com, Jakarta - Berbekal kesuksesan bersama Inter Milan, Helenio Herrera menjanjikan prestai besar saat pergi ke AS Roma. Apalagi manajemen I Giallorossi menjadikannya pelatih dengan gaji tertinggi dunia.
Namun, Herrera gagal mengulang sentuhan magis di ibu kota. Kiprahnya di sana bahkan berakhir buruk dan hanya bekerja dua musim.
Baca Juga
Alvaro Marchini, presiden klub saat itu, memecatnya karena performa buruk. AS Roma terdampar di peringkat 11 dari 16 peserta.
Advertisement
Namun, konflik keduanya sebenarnya mulai tercipta sekitar satu setengah tahun sebelumnya menyusul kematian Giuliano Taccola.
Ini adalah tragedi yang mencoreng karier pelatih kaliber dunia.
Saksikan Video Berikut Ini
Talenta Menjanjikan
Taccola merupakan salah satu kasus 'andai saja' di dunia sepak bola, sama seperti Duncan Edwards. Keduanya memiliki talenta menjadi pemain terbaik, tapi gagal mencapai potensi karena dipanggil terlalu cepat.
Lahir di Uliveto Terme pada 28 Juni 1943, Taccola menimba ilmu bersama Genoa sebelum mematangkan permainan dengan sejumlah klub kecil.
Perkembangan signifikan menarik perhatian Genoa yang kembali merekrutnya tahun 1966. Di sana dia menahbiskan diri sebagai salah satu pemain muda terbaik Italia. AS Roma pun tergoda dan mengeluarkan 90 juta lira untuk jasanya pada 1967.
Taccola langsung mencetak gol pada debut melawan Inter Milan. Memiliki lari cepat dan kemampuan dribel mumpuni, dia terus berkontribusi bagi tim dan membawa AS Roma menempati peringkat dua di klasemen akhir.
Performa tersebut menjadi modal Taccola untuk terus bersinar di kampanye berikutnya. Dia pun menjadi kepercayaan Herrera yang baru bergabung. Taccola membayar kepercayaan sang pelatih anyar dengan mencetak tujuh gol dalam 12 laga awal sehingga dipanggil timnas.
Namun, sepak terjangnya terhenti ketika meninggal di ambulans dalam perjalanan ke rumah sakit pada pertengahan musim. Saat itu Taccola baru berusia 25 tahun.
Advertisement
Momen Tragis
Performa Taccola sebenarnya menurun karena menderita demam, turunnya berat badan, sakit tenggorokan, dan detak jantung tinggi di awal 1969. Namun, Herrera terus menurunkannya.
Setelah berkonsultasi, Taccola naik meja bedah untuk operasi amandel pada Februari. Proses medis tidak berjalan lancar karena dia sering mengalami pendarahan. Setelah selesai, Taccola diminta istirahat setidaknya sebulan.
Tim pelatih AS Roma mengabaikan saran tersebut dan memintanya kembali berlatih sebelum batas waktu rehat berakhir. Tujuannya agar kebugaran Taccola terjaga dan bisa langsung kembali tampil.
Namun, tuntutan tersebut berdampak buruk pada tubuh Taccola. Sering kali dia hilang kesadaran usai latihan. Kondisinya terus memburuk setelah terkena cedera engkel melawan Sampdoria, 2 Maret. Meski begitu, Taccola tetap terlibat dengan kegiatan tim.
Dia diminta bersiap untuk duel tandang versus Cagliari di Stadio Amsicora, dua pekan kemudian. Namun, setelah pemeriksaan medis, Taccola dianggap tidak fit.
Menyaksikan pertandingan dari tribune, Taccola lalu turun ke kamar ganti untuk bertemu rekan-rekannya. Dia tiba-tiba kejang begitu mencapai ruangan. Tim dokter menerapkan CPR sembari menunggu ambulans. Sayang, Taccola meninggal dunia.
Aparat setempat lalu melakukan otopsi untuk mengetahui penyebab kematian. Namun, prosedur tersebut tidak menghasilkan jawaban pasti. Diagnosis resmi akhirnya menyatakan Taccola menderita gagal jantung karena pneumonia.
Pengakuan Saksi
Ferruccio Mazzola, yang sempat menjadi bagian skuat Inter Milan bersama Herrera, memberi pengakuan mengejutkan menyikapi skandal ini di awal abad ke-21. Pada wawancara dengan L'espresso, Taccola merupakan korban penggunaan doping berlebihan.
Mazzola menyebut Herrera mengetahui dan membiarkan anak buahnya menerapkan praktik tersebut.
Tudingan tersebut mendapa reaksi keras dari tertuduh. Kubu Inter balik menuntut Mazzola atas pencemaran nama baik. Namun, gugatan I Nerazzurri ditolak hakim.
Advertisement