Liputan6.com, Jakarta - Menjelang bergulirnya Piala Dunia 2022 di Qatar, mantan Presiden FIFA Sepp Blater muncul ke publik. Ia mengklaim bahwa penunjukan Qatar sebagai tuan rumah adalah kesalahan. Ia juga mengungkapkan siapa yang semestinya jadi tuan runah turnamen akbar itu.
Blatter yang dipecat pada 2015 karena tuduhan korupsi dan dihukum delapan tahun tidak berkecimpung di dunia sepak bola, menyalahkan teman yang jadi musuh, yakni Michel Platini.
Tuduhan korupsi terhadap Blatter sendiri adalah membayar Platini yang saat itu Presiden UEFA sebesar 2 juta dollar.
Advertisement
Dia sebelumnya memilih Australia sebelum beralih ke AS untuk putaran kedua pemungutan suara tuan rumah Piala Dunia 2022. Keputusan ini sebagai bagian dari ambisinya untuk memberikan hak tuan rumah berturut-turut kepada tiga kekuatan besar yakni Rusia, Amerika, dan China.
“Pilihan Qatar adalah sebuah kesalahan. Saat itu, kami sebenarnya sepakat di Komite Eksekutif bahwa Rusia harus mendapatkan Piala Dunia 2018 dan Amerika Serikat pada 2022,” ujar Blatter dalam wawancara dengan Tages Anzeiger.
“Itu akan menjadi isyarat perdamaian, jika dua lawan politik lama menjadi tuan rumah Piala Dunia satu demi satu.
Blatter, yang berkuasa di FIFA selama 17 tahun mengatakan, seminggu sebelum Kongres FIFA 2010, Platini meneleponnya dan mengatakan rencana itu tidak berhasil.
“Tapi seminggu sebelum Kongres FIFA 2010, Michel Platini menelepon saya dan mengatakan rencana kami tidak akan berhasil lagi."
“Dia memberi tahu saya bahwa dia telah diundang ke Istana Elysée, di mana Presiden Prancis Sarkozy baru saja makan siang dengan Putra Mahkota Qatar," jelasnya.
Negara Kecil
“Sarkozy berkata kepada Platini: 'Lihat apa yang Anda dan rekan Anda dari UEFA dapat lakukan untuk Qatar jika Piala Dunia diberikan.'
"Saya kemudian bertanya kepadanya, 'Dan sekarang?' dan dia menjawab: 'Sepp, apa yang akan Anda lakukan jika Presiden Anda meminta sesuatu?'
“Jadi saya tidak bisa mengandalkan Platini lagi. Hasilnya persis seperti ini: Berkat empat suara Platini dan rakyatnya, Piala Dunia jatuh ke Qatar alih-alih AS. Itulah yang sebenarnya."
Blatter dengan sinis mengatakan dalam wawancara sama: “Qatar adalah negara yang terlalu kecil. Sepak bola dan Piala Dunia terlalu besar untuk itu. Pilihannya buruk.”
Blatter juga mempertanyakan keputusan penggantinya, Gianni Infantino, untuk pindah bersama keluarganya ke Doha.
“Yang saya ingin tahu: mengapa presiden baru FIFA tinggal di Qatar? Dia tidak bisa menjadi kepala organisasi lokal Piala Dunia. Itu bukan pekerjaannya. Presiden FIFA harus memiliki pengawasan tertinggi,” tegasnya.
Advertisement
Kapal Sama
“Misalnya, ada usulan untuk menyiapkan dana bagi para pekerja yang meninggal dan yang ditinggalkan. Qatar mengatakan tidak. Apa yang harus dikatakan FIFA jika presiden mereka berada di kapal yang sama dengan Qatar?” tanya Blatter.
Blatter sendiri sejak 2014 sudah berbicara lantang soal pemilihan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. Saat itu ia mengaku telah membuat kesalahan dengan menunjuk Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.
Qatar menyingkirkan Australia serta tiga negara yang pernah menjadi tuan rumah, yaitu Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat pada pemungutan suara.
Keputusan FIFA ini dikritik sejak Desember 2010. Pasalnya, Qatar memiliki temperatur yang tinggi pada bulan Juni-Juli yang merupakan waktu penyelenggaraan Piala Dunia.
Lewat Voting
"Tentu saja, itu adalah sebuah kesalahan (memilih Qatar). Anda tahu, seseorang bisa membuat kesalahan dalam hidupnya," kata Blatter kepada RTS.
"Laporan teknis dari Qatar mengindikasikan bahwa itu terlalu panas pada musim panas untuk bermain sepak bola. Namun, komite eksekutif pada akhirnya memutuskan bahwa turnamen itu akan berlangsung di Qatar sesuai dengan suara mayoritas," sambungnya.
Kemudian dua tahun kemudian, dalam sebuah wawancara, Blatter menegaskan jika penetapan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 melalui voting, bukan dengan membeli.
"Anda tidak bisa membeli. Piala Dunia akan ada di mana tekanan politiknya tinggi," kata Blatter dikutip dari ESPN.
Terkait dengan pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 Rusia dan Piala Dunia 2022 Qatar, FIFA pada tahun 2017 telah merilis laporan Garcia yang berisi adanya indikasi suap dan korupsi dari pemilihan dua tuan rumah tersebut.
Advertisement
Korupsi
Laporan Garcia yang setebal 349 halaman itu kabarnya merinci dengan jelas siapa saja dalang di balik pemilihan Rusia dan Qatar.
Juga bagaimana sistematika pengambilan suara dari Komite Eksekutif (Exco) FIFA yang melatarbelakangi dua negara tersebut memenangi bid untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia dalam dua edisi tersebut.
Dari laporan setebal itu, ada beberapa poin penting yang menarik menyangkut apa yang terjadi di tubuh FIFA yang kabarnya sudah melakukan praktik suap dan korupsi sudah dari lama.