Kisah Robin van Persie: Darah Arek Suroboyo Ada di Dadanya [1]

Sosok Robin van Persie kini sulit dipisahkan dari Manchester United. Tahukah Anda, ternyata ada darah Arek Suroboyo mengalir dalam dadanya?

oleh jeffrey diperbarui 11 Nov 2013, 13:10 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2013, 13:10 WIB
rvp-131111b.jpg
Kota Surabaya memang kaya akan kisah. Gulungan kitab sejarah tentang kejayaan nusantara dan kemerdekaan Indonesia tak akan pernah bisa lepas dari kisah kota yang berasal dari gabungan dua kata Sura dan Baya bermakna terbebas dari bahaya itu. Konon pendiri Kerajaan Majapahit Raden Wijaya (tahun 1293) yang menamai kota pelabuhan di timur Pulau Jawa itu setelah berhasil mengusir bala tentara Tartar dari tanah Jawa. Bumi Jawa ketika itu pun terbebas dari bahaya infiltrasi kekuasaan Kaisar Kublai Khan.

Banyak kisah pejuang kemerdekaan berasal dari Surabaya. Jamak pula seniman dan atlet ternama yang berasal dari Kota Pahlawan ini. Bahkan bomber Manchester United asal Negeri Belanda Robin van Persie pun disebut-sebut berasal dari Surabaya.

Darah Seni Mengalir di Tubuh Robin

Robin van Persie lahir, tumbuh, dan besar di lingkungan keluarga seniman. Tak ada cerita dunia atlet sedikit pun di lingkungan keluarganya. Sang ayah Bob van Persie dikenal sebagai seniman patung dan istrinya Jose Ras seorang pelukis sekaligus perancang perhiasan. Mereka berdua terbiasa hidup terpisah. Bahkan setelah Robin van Persie lahir 6 Agustus 1983 silam di Rotterdam, Belanda, si jabang bayi tak selalu bersama kedua orangtuanya.

Bocah Robin van Persie hidup bersama sang ayahanda di Belanda. Selain Van Persie, ada lagi dua saudari perempuannya yang juga tinggal bersama sang ayah Bob van Persie. Kedua saudarinya itu diketahui bernama Lily dan Kiki. 



Darah Indonesia yang mengalir dalam diri Robin van Persie berasal dari garis ibu. Dari cerita yang bergulir dalam keluarga, disebut-sebut nenek ibunda Robin van Persie masih 'berbau' Indonesia berasal dari Surabaya. Jose Ras sang ibu dulu memilih tinggal di Belanda.

Hubungan Indonesia-Belanda memiliki kisah sejarah amat panjang. Tak terhitung lagi, berapa orang asal Indonesia yang hengkang dan tinggal di Negeri Kincir Angin itu. Begitu pula sebaliknya, banyak warga Belanda yang jatuh cinta hingga akhirnya hidup di Negeri Nusantara sampai meninggalnya dikubur di Bumi Pertiwi.

Main Bola Sejak Umur 5 Tahun

Insting pelatih Klub SBV Excelsior Aad Putters di Rotterdam tak salah. Saat pertama kali melihat Robin van Persie sinyalnya langsung nyambung. Dia melihat, ada yang berbeda dengan bocah yang waktu itu masih berumur sekitar 5,5 tahun itu. Mata sang pelatih tak berkedip menyaksikan kepintaran Van Persie.

"Biasanya anak-anak bergabung di usia 6 tahun. Tapi Robin datang di usia 5,5 tahun dan bertanya apakah sudah boleh bergabung. Jadi saya tes dia. Dan dari jarak 13 meter jauhnya, dia bisa mengendalikan bola mati di bawah kaki kanannya. Sesuatu yang menakjubkan untuk anak seusianya," ujar Aad melukiskan bagaimana dia amat terkesan dengan bocah kecil itu.



Ternyata tak hanya itu yang ditunjukkan bocah Van Persie. Kemampuan menendang bola pun ditunjukkannya dengan kaki kiri dan kanan.

"Dia bisa menendang dengan kaki kanan, sama baiknya dengan kaki kiri. Itu sesuatu yang luar biasa untuk anak seusianya," tambahnya lagi, masih dengan nada penuh kekaguman.

Menurut Aad, sejak kecil Van Persie memiliki dedikasi terhadap sepakbola yang sangat luar biasa. Walaupun cuaca buruk, dia tetap datang dan bermain bola di bawah hujan deras.

"Dalam salah satu kesempatan latihan, pernah dibatalkan karena cuaca buruk, tapi Robin menelepon dan bilang akan datang. Jadi saya berlatih dengannya selama satu jam di bawah hujan deras," tutur Aad mengingat masa lalunya.

Anak Sulit Diatur

"Dia anak yang sulit dikendalikan. Dia ikut saya sampai berumur 12 tahun. Setelah itu, dia aktif dengan dunianya sendiri," tutur sang ayah Bob van Persie mengingat masa lalunya.

Robin van Persie memang tumbuh menjadi anak yang selalu kukuh dengan kemauannya sendiri. Sebagian orang bahkan mengecapnya sebagai anak yang keras kepala, cenderung nakal, tak bisa diam, dan dianggap bodoh di kelas karena tak pernah mau memperhatikan gurunya saat mengajar di dalam kelas.

Salah seorang guru sejarah di sekolahnya dulu, Omar Verhoeven membenarkan cerita tersebut. Beberapa guru berusaha untuk membuat Van Persie agar tertarik ke pelajaran sekolah namun selalu menemui kegagalan.



"Dia bukan murid yang baik," ujar Verhoeven menyimpulkan kondisi Robin van Persie kala itu.

Karena keadaan seperti itulah, dirinya sering memanggil Robin van Persie secara pribadi untuk diajak berbicara dari hati ke hati. Tapi jawaban-jawaban yang meluncur dari mulut muridnya itu kerap membuatnya kecewa.

"Dengan dia, selalu ada masalah yang cukup menyulitkan. Yang ada di pikirannya hanya tiga hal, sepakbola, sepakbola, dan sepakbola. Ketika itu, saya tegaskan: Tidak! Ada pelajaran sejarah, matematika, dan lainnya," ujar Verhoeven.

Walau pernah dikatakan sebagai anak yang susah diatur, tapi Van Persie tak mau menggubris. Dia tetap cuek dengan prestasi akademiknya dan lebih fokus pada sepakbola. Hampir sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bermain bola.

Bagaimana cerita bocah keturunan berdarah Arek Suroboyo ini selanjutnya? Ikuti terus Kisah Robin van Persie: Masa Remaja, Karier, dan Cerita Cinta. (Vin)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya