Cek Fakta: Tidak Benar Dokter Italia Temukan Penyebab Covid-19 dari Bakteri Terpapar 5G Bisa Sembuh dengan Antibiotik

Benarkah dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik?

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 14 Feb 2021, 11:20 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2021, 17:00 WIB
Benarkah dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik
Benarkah dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik

Liputan6.com, Jakarta- Cek Fakta Liputan6.com mendapatiklaim dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik.

Klaim pernyataan dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik, beredar diaplikasi percakapan WhatsApp. Berikut informasi tersebut:

"BREAKING NEWS

Berita gempar Dunia : ITALY telah melakukan proses bedah siasat terhadapa Pesakit Corona yang telah meninggal Dunia yang mana di kata kan seperti Wahyu Besar yang berlaku kepada seluruh manusia di Dunia ini.

Italy telah menjadi Negara Pertama di Dunia yang melakukan Bedah Siasat ke atas mayat COVID -19 dan setelah penyelidikan menyeluruh di buat, mendapati bahawa Covid-19 TIDAK Wujud sebagai Virus tetapi sesuatu Rahsia yang sangat besar di bongkarkan yang mana yang di katakan virus itu adalah Satu Penipuan Global sangat besar. Apa yang berlaku sebenarnya Penderita Covid-19 yang mati adalah di sebabkan oleh "Amplified Global 5G Electro magnetic Radiation (Poison)".

Doktor di Italy nekad telah Melanggar Undang-undang Pertubuhan Kesihatan Se-Dunia (WHO), yang mana WHO tidak membenar kan Autopsi (Postmortem) ke atas mayat orang yang telah mati akibat Virus Corona. Namun begitu, Pakar Perobatan di Italy telah nekad melakukan Autopsi mayat penderita Covid-19 untuk mengetahui apa punca sebenarnya kematian setelah beberapa jenis penemuan Saintifik di peroleh. Tidak dapat di andaikan sepenuhnya bahwa itu bukan Virus tetapi Bakteria yang menyebabkan kematian adalah Bakteria yang menyebabkan pembekuan darah terbentuk di dalam pembuluh darah yaitu gumpalan darah di urat: dan saraf yang di sebabkan oleh Bakteria ini dan inilah yang menyebabkan kematian kepada pesakit.

Pakar perobatan Italy telah mengalahkan Virus Covid-19 yang tersebar meluas di seluruh Dunia dengan menyatakan bahwa "tidak lain dan tidak bukan punca kematian kepada pesakit Covid-19 adalah Berpunca dari pada pembekuan phelia-intra vaskular (trombosis) dan cara menangani nya adalah dengan menyembuhkan nya yaitu dengan mengambil Obat-obatan seperti tablet anti biotik, anti-radang dan mengambil anti koagulan (aspirin) dan ini boleh menyembuh kan pesakit yang di terkena Virus COVID-19".

Dengan penemuan ini, maka menunjuk kan kepada seluruh Penduduk Dunia bahwa penawar bagi penyakit Covid-19 telah di temui dan berita sensasi ini di bagi untuk seluruh Dunia. Penemuan ini telah di siapkan oleh Pakar dan doktor dari Italy dengan cara Autopsi (Postmortem) mayat Pesakit Covid-19. Menurut beberapa Saintis Italy yang lain, Ventilator dan Unit Rawatan Rapi (ICU) tidak pernah di perlukan. Protokol untuk ini kini telah di keluar kan di Italy.

Terdapat pendapat umum mengatakan bahwa Negara China sebenarnya sudah mengetahui tentang penemuan ini tetapi tidak pernah membuat pengumuman menjadi terbuka kepada negara lain di Dunia.

Dengan penemuan ini, informasi ini di mohon untuk di bagikan maklumat ini dengan semua keluarga, tetangga, kenalan, kawan sekantor agar mereka dapat keluar dari ketakutan Covid-19 dan memahami bahwa ini bukan Virus sama sekali tetapi hanya Bakteria yang terkena radiasi 5G. Dan ini adalah berbahaya kepada orang yang mempunyai Immune yang sangat rendah. Sinaran ini juga menyebabkan radang dan hipoksia. Mereka yang menjadi korban ini harus mengambil Asprin-100mg dan Apronix atau Paracetamol 650mg., Kenapa … ??? Kerena telah terbukti bahwa Covid-19 menyebabkan darah membeku yang menyebab kan Trombosis orang tersebut dan di sebabkan oleh darah beku di vena dan di sebab kan oleh otak, jantung dan paru-paru tidak dapat mendapat Oksigen kerena orang tersebut menjadi sukar dan seseorang mati dengan cepat kerena Sesak Nafas.

Doktor di Italy tidak mematuhi Protokol: WHO dan melakukan bedah siasat ke atas mayat yang mati kerena Covid-19. Doktor membuka lengan, kaki dan bahagian tubuh yang lain dan setelah memeriksa dan memeriksanya dengan betul, mereka melihat bahwa saluran darah melebar dan vena penuh dengan Trombi yang biasanya menghentikan darah mengalir. Dan juga mengurangkan aliran Oksigen ke dalam badan yang menyebabkan pesakit mati. Setelah mengetahui penyelidikan ini, Kementerian Kesehatan Italy segera mengubah Protokol Rawatan Covid-19 dan memberikan Aspirin kepada Pesakit Positifnya mengikut Sukatan 100mg dan memberi Empromax. Hasilnya para pesakit mulai pulih dan kesehatan mereka mulai menunjuk kan peningkatan kesihatan yang baik. Kementerian Kesehatan Italy mengeluarkan lebih dari pada 14,000 pesakit dalam 1 (satu) hari dan menghantar mereka pulang ke rumah masing-masing.

Sumber : Kementerian Kesehatan Italy

#kita jaga kita."

Benarkah dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik, menggunakan google search dengan kata kunci 'Covid-19 is not a Virus but Bacteria exposed to 5G radiation'.

Penelusuran mengarah pada artikel berjudul "Myth circulates online that Italy discovered COVID-19 is a bacteria, curable by taking paracetamolyang dimuat situs factcheck.afp.com, pada 4 Juni 2020.

Artikel situs factcheck.afp.com menyatakan, klaim bahwa Covid-19 terkait dengan teknologi komunikasi seluler 5G tidak didukung bukti ilmiah dan telah banyak dibantah sebagai teori konspirasi.

“Virus tidak dapat menyebar melalui gelombang radio / jaringan seluler,” Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan di halaman ini untuk membongkar mitos tentang pandemi. "COVID-19 menyebar melalui tetesan pernapasan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara."

Klaim bahwa pasien yang terinfeksi Covid-19 dapat disembuhkan dengan mengonsumsi parasetamol dan obat-obatan dasar lainnya juga salah.

Dalam artikel tersebut, kementerian kesehatan Italia di laman web yang didedikasikan untuk membongkar hoaks Covid-19 menyatakan, (Paracetamol) memberikan pereda nyeri, yang sangat berguna dalam kasus demam tinggi, tetapi tidak menyembuhkan virus corona covid-19.

Pada 4 Juni 2020, Kementerian menyatakan “tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru. Perawatan tetap terutama didasarkan pada pendekatan gejala, memberikan terapi pendukung (mis. Terapi oksigen, manajemen cairan) untuk orang yang terinfeksi, yang bagaimanapun bisa sangat efektif. "

Penelusuran juga mengarah pada situs who.int, yang menyatakan virus tidak dapat menyebar melalui gelombang radio jaringan seluler. Covid-19 menyebar di banyak negara yang tidak memiliki jaringan seluler 5G.

Covid-19 menyebar melalui tetesan pernapasan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara. Orang juga dapat terinfeksi dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian mata, mulut, atau hidung mereka.

Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul "No, 5G radiation doesn’t cause or spread the coronavirus. Saying it does is destructive" yang dimuat situs theconversation.com.

Dalam artikel situs situs theconversation.com, Peneliti Universitas La Trobe Stanley Shanapinda menjelaskan perbedaan antara layanan seluler 5G dan generasi sebelumnya (4G, 3G) adalah generasi yang terakhir menggunakan frekuensi radio yang lebih rendah (di bawah kisaran 6 gigahertz), sedangkan 5G juga menggunakan frekuensi dalam kisaran 30-300 gigahertz.

Dalam kisaran 30-300 gigahertz, tidak ada cukup energi untuk memutus ikatan kimia atau melepaskan elektron saat bersentuhan dengan jaringan manusia. Jadi, kisaran ini disebut sebagai radiasi elektromagnetik "non-pengion".

Ini disetujui oleh Badan Perlindungan Radiasi dan Keselamatan Nuklir Australia dari pemerintah federal karena tidak memiliki efek kesehatan negatif dari radiasi yang lebih intens.

Radiasi dapat bersentuhan dengan kulit, misalnya saat kita meletakkan ponsel 5G ke telinga untuk melakukan panggilan. Ini adalah saat kita paling terpapar radiasi non-ionisasi. Tetapi eksposur ini jauh di bawah tingkat keamanan yang direkomendasikan.

Radiasi 5G tidak dapat menembus kulit, atau membiarkan virus menembus kulit. Tidak ada bukti frekuensi radio 5G menyebabkan atau memperburuk penyebaran virus corona.

Selain itu, cangkang protein virus tidak mampu membajak sinyal radio 5G. Ini karena radiasi dan virus ada dalam berbagai bentuk yang tidak berinteraksi. Salah satunya adalah fenomena biologis dan yang lainnya ada pada spektrum elektromagnetik.

Gelombang radio 5G disebut gelombang milimeter, karena panjang gelombangnya diukur dalam milimeter. Karena gelombang ini pendek, menara seluler 5G harus relatif berdekatan - terpisah sekitar 250 meter. Mereka diatur sebagai kumpulan sel kecil (sel adalah area yang dicakup oleh sinyal radio).

Agar 5G dapat mencakup area geografis yang lebih luas, dibutuhkan lebih banyak stasiun pangkalan dibandingkan dengan 4G. Peningkatan jumlah BTS ini, dan kedekatannya dengan manusia, adalah salah satu faktor yang dapat menimbulkan ketakutan yang tidak berdasar tentang potensi dampak kesehatan 5G.

Ponsel Anda mungkin berbahaya, tetapi radiasinya tidak. COVID-19 menyebar melalui tetesan kecil yang dikeluarkan dari hidung atau mulut orang yang terinfeksi ketika mereka batuk, meludah, bersin, berbicara atau mengeluarkan napas. Penularan terjadi ketika tetesan bersentuhan dengan hidung, mata, atau mulut orang yang sehat.

Jadi, jika orang yang terinfeksi berbicara melalui telepon yang dipegang di dekat mulutnya, cukup banyak tetesan infeksius yang dapat mendarat di permukaannya untuk membuatnya mampu menyebarkan virus. Inilah sebabnya mengapa tidak disarankan untuk berbagi ponsel selama pandemi. Anda juga harus mendisinfeksi ponsel Anda secara teratur.

Kesimpulan

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim dokter Italia menemukan penyebab Covid-19 dari bakteri terpapar 5G bisa sembuh dengan antibiotik tidak benar.

Virus tidak dapat menyebar melalui gelombang radio jaringan seluler. Covid-19 menyebar di banyak negara yang tidak memiliki jaringan seluler 5G.

 

Banner Cek Fakta: Salah
Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya