Kumpulan Hoaks Covid-19 yang Beredar di WhatsApp, Simak Faktanya

Berikut informasi hoaks seputar Covid-19 yang beredar di WhatsApp

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 04 Mei 2021, 21:00 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi hoax
Ilustrasi hoax. (via: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta- Hoaks seputar Covid-19 beredar diberbagai jejaring sosial, salah satunya lewat aplikasi percakapan WhatsApp.

Cek Fakta Liputan6.com pun telah menelusuri informasi seputar Covid-19 yang beredar lewat WhatsApp, hasilnya informasi tersebut tebukti hoaks.

Berikut informasi hoaks seputar Covid-19 yang beredar di WhatsApp:

1. Covid-19 adalah Bakteri yang Terpapar Radiasi

Klaim tentang Covid-19 adalah bakteri yang terpapar radiasi beredar di media sosial. Klaim tersebut beredar lewat pesan berantai di aplikasi percakapan WhatsApp pada 5 April 2021.

Pesan berantai tersebut berisi narasi bahwa Rusia adalah negara pertama yang melakukan otopsi terhadap jenazah korban Covid-19. Hasilnya ditemukan bahwa Covid-19 bukan merupakan virus tetapi bakteri yang terpapar radiasi.

Berikut narasinya:

Rusia menjadi negara pertama di dunia yang melakukan otopsi (post mortem) terhadap jenazah Covid-19. Setelah dilakukan penyelidikan menyeluruh, ditemukan bahwa Covid-19 tidak ada dalam bentuk virus, melainkan bakteri yang telah terpapar radiasi dan menggumpal melalui darah hingga menyebabkan kematian.

Penyakit Covid-19 telah ditemukan menyebabkan pembekuan darah, yang menyebabkan pembekuan darah manusia dan pembekuan darah vena, yang membuat orang sulit bernapas karena otak, jantung, dan paru-paru tidak dapat menyerap oksigen, menyebabkan orang mati dengan cepat.

Guna mengetahui penyebab kurangnya energi pernapasan, dokter Rusia tidak mendengarkan kesepakatan WHO, melainkan melakukan otopsi terhadap COVID-19. Setelah dokter membuka lengan, kaki, dan bagian tubuh lainnya dan memeriksanya dengan cermat, mereka menemukan bahwa pembuluh darah melebar dan berisi gumpalan darah, yang menghalangi aliran darah dan mengurangi aliran oksigen. Hal tersebut dapat menyebabkan kematian pada tubuh.

Setelah mengetahui penelitian tersebut, Kementerian Kesehatan Rusia segera mengubah rencana pengobatan Covid-19 dan menggunakan aspirin untuk pasien positif. Mulailah mengonsumsi 100 mg dan Imromac. Hasilnya, para pasien mulai pulih dan kesehatan mereka mulai membaik.

Setelah periode penemuan ilmiah, dokter Rusia menjelaskan bahwa penyakit ini adalah tipuan global, dan metode pengobatan ini menjelaskan, "Ini tidak lain adalah gumpalan di pembuluh darah (bekuan darah) dan metode pengobatan.

Tablet antibiotik

Anti-inflamasi dan Minum antikoagulan (aspirin).

Untuk tujuan ini, kesepakatan telah dikeluarkan di Rusia.

Bagikan informasi ini dengan keluarga, tetangga, kenalan, teman, dan kolega Anda sehingga mereka dapat menghilangkan rasa takut akan Covid-19 dan menyadari bahwa itu bukan virus, melainkan bakteri yang hanya terpapar radiasi.

Hanya orang dengan kekebalan rendah yang harus berhati-hati. Radiasi ini juga dapat menyebabkan peradangan dan hipoksia. Korban harus mengonsumsi Asprin-100mg dan Apronik atau parasetamol 650mg.

Sumber: Kementerian Kesehatan Rusia

Benarkah Covid-19 adalah bakteri yang terpapar radiasi? Berikut penelusurannya.

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, klaim Covid-19 adalah bakteri yang terpapar radiasi ternyata tidak benar. Faktanya Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus korona yang baru ditemukan. Covid-19 menyebar terutama melalui tetesan air liur atau cairan dari hidung saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin.

 

2. Reporter TV di India Ditusuk karena Menyiarkan Acara Kerumunan Mandi di Sungai Gangga

Kabar seorang reporter TV di India ditusuk hingga tewas karena menyiarkan acara kerumunan mandi di Sungai Gangga beredar di media sosial. kabar tersebut beredar lewat pesan berantai di aplikasi percakapan WhatsApp pada Sabtu 1 Mei 2021.

Dalam pesan tersebut juga terdapat foto seorang perempuan yang tengah tergeletak di jalan. Perempuan tersebut dikaitkan dengan seorang reporter TV di India yang ditusuk hingga tewas.

Berikut narasinya:

"Reporter TV di India ditusuk berkali kali di jalanan sampai tewas.

Dia penyiar TV yang menyiarkan acara kerumunan mandi di Sungai Gangga yang menyebabkan ledakan kasus Covid-19.

Tragis ....kok reporternya yang disalahkan...😪😪😪"

Benarkah seorang reporter TV di India ditusuk hingga tewas karena menyiarkan acara kerumunan mandi di Sungai Gangga? Berikut penelusurannya.

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, kabar tentang seorang reporter TV di India ditusuk hingga tewas karena menyiarkan acara kerumunan mandi di Sungai Gangga ternyata tidak benar.

Faktanya, kabar tersebut hanya sebatas rumor. Foto yang diklaim sebagai seorang reporter TV yang ditusuk juga tidak benar. Perempuan tersebut merupakan seorang karyawan di sebuah rumah sakit. Dia dilaporkan tewas setelah ditusuk oleh suaminya.

 

 

3. Tulisan Tentang Covid-19 Berasal dari IDI

Cek Fakta Liputan6.com mendapati klaim tulisan tentang Covid-19 berasal dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Klaim tersebut beredar dalam aplikasi percakapan WhatsApp.

Berikut tulisan tentang Covid-19 berasal dari IDI:

"Rakyat Kena frank..dibodohi rezim bekerjasama dengan WHO

Akhirnya ada yg berani bicara kebenaran, di kirimkan oleh - dr.Yusrita

Tulisan ini dari komunitas IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Tulisannya ilmiah

JANGAN TERMAKAN PEMBODOHAN BERPIKIRLAH DENGAN AKAL SEHAT AGAR SELALU SEHAT PULA SELURUH TUBUHNYA

Terus terang kami paham sebenarnya apa yang terjadi, hakekatnya udara didunia ini bersih dan sehat, tidak ada pandemi, tidak ada covid dan tidak ada virus yang berterbangan yang mematikan, semua itu adalah bentuk pengelabuan dan pembodohan global !Contoh negeri Swedia, Korea Utara, Chechnya, Tajikistan dan sebagian negeri-negeri Islam ex jajahan Soviet adalah negeri yang aman sehat semua rakyatnya tidak ada satupun yang diklaim terkena covid.

kok bisa?Karena negara-negara tersebut tegas menolak keras himbauan dari WHO, karena bagi negara tersebut ini adalah 'isu pandemi' bukan 'wabah pandemi', dengan tujuan mematikan perekonomian dan sosial masyarakat suatu negara.

Secara LOGIKA saja, pertama bila covid ini disebut pandemi (wabah virus yang mematikan), tentunya dan seharusnya orang-orang disekitar kita sudah banyak yang mati bergelimpangan pula dan berjatuhan di jalan-jalan, di pasar-pasar, dirumah-rumah mereka sendiri pada berjatuhan mati seperti yang kita lihat yang terjadi di wuhan china sana, tidak harus mati di rumah sakit, karena katanya pandemi?

Masih percayakah yang mati berjatuhan di jalan-jalan di wuhan china itu adalah karena covid? Ternyata China RRC telah berhasil membuat pembodohan kepada seluruh dunia.Logika kedua, bisa dipikir dengan akal sehat saja kasus-kasus yang terjadi mengapa orang-orang yang diklaim 'positif' lalu karantina dirumah sendiri (mandiri) 99% tidak pernah ada satupun korban yang meninggal, betul?Tapi yang di karantina di rumah sakit pasti banyak dari teman-teman kita dan saudara kita yang kita cintai meninggal mereka hanya menjadi korban kematian justeru saat dirumah sakit.

Mengapa kasus korban kematian covid tidak ada satupun yang dirumah tapi justeru kematian itu dirumah sakit?Seseorang yang diklaim 'positif' corona dirumah aman-aman saja dan sembuh sendiri tapi celakanya yang diklaim 'positif' yang berada di rumah sakit resikonya antara hidup dan mati, karena banyak pasien yang akhirnya pulang 'tinggal nama' di rumah sakit.

Berarti ada apa sebemarnya di balik rumah sakit saat ini, kenapa berbahaya dan justeru membawa kematian setiap pasien, ada yang bisa jawab?

Karena di rumah sakit orang-orang yang bisa berhasil pulang dan sehat kembali disana adalah yang diberi vitamin-vitamin saja itu tidak berbahaya. Dan penyebab kematian di rumah sakit modusnya yang terbanyak karena pasien yang di suntik vaksin, yang akhirnya menyebabkan gejala kepala pusing, badan panas mendadak dan menyebabkan sesak nafas dan akhirnya meninggal, itu jawabannya paham kan?

Bila virus corona itu katanya pandemi? Atau wabah mematikan, harusnya secara akal sehat yang namanya disebut pandemi kematian para korban bukan dan tidak harus di rumah sakit saja tapi juga di rumah-rumah mereka sendiri, itu baru namanya benar disebut 'pandemi'.Maka ada himbauan dari IDI sendiri (Ikatan Dokter Indonesia) bila masyarakat atau anggota keluarga yang merasa sakit untuk saat ini jangan bermudah-mudah datang ke rumah sakit, cukup periksakan di poliklinik atau puskesmas terdekat atau dokter pribadi itu lebih aman dalam rangka menghindari kasus-kasus kematian dirumah sakit.

Virus corona hakekatnya memang itu ADA dan akan selalu ada, bahkan tidak akan hilang akan selalu menyertai kehidupan imun kita, mengapa? Karena virus corona itu nama virus biasa virus tersebut virus lama yang sudah ada sejak nenek moyang kita dulu, jika imun kita drop maka tubuh lemah.

Karena nama virus corona adalah nama lain nama latin dari nama virus flu atau virus influenza biasa. Jika kita sakit batuk pilek, demam, panas, flu dan sesak itulah yang namanya kena virus corona atau kata lain virus influenza.

Virus corona adalah virus flu biasa virus jinak tidak mematikan, ini adalah keterangan dan penjelasan dari para dokter yang yang tergabung dalam IDI (Ikatan Dokter Indonesia) resmi yaitu para IDI garis lurus, bukan dokter-dokter yang termakan 'proyek covid' dari WHO, dimana dokter-dokter ini harus menyebarkan opini sesat dari WHO.

Tidak benar kasus para korban kematian di rumah sakit itu diakibatkan kematian karena virus corona, itu TIDAK BENAR alias PEMBODOHAN.

Kami dari IDI lebih paham tentang diagnosa medis, maka cukup akhiri SANDIWARA hari ini..!Istilah OTG (orang tanpa gejala) adalah istilah baru sekarang muncul. Ini ibarat istilah yang diada-adakan atau 'ibaratmya 'bid'ah'.

Istilah OTG dimunculkan dalam rangka untuk menguatkan kampanye propaganda isu pandemi ini.Istilah OTG (orang tanpa gejala) itu sendiri menyalahi konsep dasar ilmu kedokteran katanya IDI. Karena..

Pertama, seseorang yang aslinya sehat mudah sekali akan diklaim sakit dan dipaksa harus sakit dan harus diopname padahal tidak ada indikasi dirinya sakit.

Kedua, yang namanya seseorang bisa disebut sakit atau berpenyakit itu HARUS disertai dengan GEJALA, harus adanya indikasi atau GEJALA dan yang paling bisa merasakan gejala (enak atau tidak enak badannya) tersebut adalah dirinya sendiri.

Jika tidak ada gejala tapi sakit-sakitan itu namanya sakit non medis bukan penyakit medis.

Ditambah saat Ini WHO menginformsikan Hoax bahwa adanya virus corona 'versi baru' dari Inggris yang jauh lebih mematikan. Lebih-lebih pemerintah ikut termakan propaganda ini bahwa pandemi covid ini akan berlangsung lama bahkan sampai 5 tahun kedepan? Masa wabah atau 'tho'un sampai bertahun-tahun?

Kalau seperti itu informasinya maka kita semakin bertambah YAKIN bahwa Pandemi Covid19 selama ini yang digembar gemborkan memang benar-benar isu bukan real wabah atau pandemi !

Apakah masyarakat dunia tidak paham sebenarnya siapa para petinggi yang mengontrol dibalik WHO sekarang? Salah satu komisaris tertingginya WHO adalah anaknya Xi Jinping (presiden China).

WHO sudah tidak independen lagi tidak dikuasai penuh oleh PBB tapi dikuasai oleh EG (Elite Global) yaitu gerakan dunia baru yang konsorsiumnya utamanya adalah China komunis dan zionis Yahudi (Israel).

AS, eropa dan Jepang saja kewalahan tidak bisa melawan kekuatan EG tersebut.'Pandemi Covid19' adalah suatu 'program' menghancurkan pasar global ekonomi seluruh dunia dampaknya sampai kepada kehidupan sosial ekonomi.

Rakyat kita yang sudah jatuh tambah jatuh karena termakan tersugesti tidak benar dalam memahami covid.Sugesti sesat terhadap pandemi telah ditanamkan begitu kuatnya hingga mengalahkan akal sehat dan logika manusia itu sendiri.

Memang EG berhasil telah ciptakan ketakutan manusia secara global di seluruh dunia tentang adanya isu pandemi covid19.Ini adalah KEBERHASILAN luar biasa bagi konspirasi EG yang telah menguasai WHO dalam melakukan propaganda dengan isu pandemi (wabah) yang berhasil mengelabui seluruh manusia dan mengacaukan dunia, inilah perang melalui teknologi medis.

Mari kita ikuti langkah-langkah himbauan dari komunitas IDI sendiri saja yaitu :

1. Silahkan pakai masker atau tidak, tapi lebih baik pakai saat berkendaraan atau tempat yang padat karena untuk menghindari berbagai debu, kuman-kuman dan virus apapun.

2. Jangan pakai masker saat berpidato, berbicara lama karena itu bentuk salah kaprah dan prilaku bodoh karena justeru sangat tidak sehat, saat berbicara itu pasti mengeluarkan volume CO2 (racun karbondioksida) lebih besar daripada volume saat kita bernafas biasa menghirup O2 udara.Apa jadinya bila ditutup rapat maka racun-racun itu akan tertelan terhirup kembali kedalam tubuh dan akan menjadi toxin (racun dalam tubuh).

3. Tetap jaga kesehatan terhadap virus, bakteri atau wabah penyakit apapun seperti tetap waspada terhadap penyakit umum masyarakat seperti DB (demam berdarah), types, asam lambung dan hipertensi yang sewaktu-waktu menyerang kita bukan karena untuk isu covid19 saja.

4. Jangan terlalu berlebih-lebihan dalam membatasi masyarakat dalam mensikapi kasus isu pandemi Covid19 ini jika masyarakat dirugikan lebih besar yang ditimbulakan daripada covid itu sendiri yaitu dihancurkan kehidupan ekonominya karena dibatasi untuk bepergian, berusaha bisnis, bekerja bersekolah dll..

5. Buka kembali seluruh sekolah-sekolah dan kampus-kampus untuk anak-anak kita supaya mereka aktifitas kembali menghirup udara segar saling bertemu dengan kawan-kawannya ciptakan rasa bahagia karena itu akan menumbuhkan imun (anti bodi) lebih besar buat tubuh bukan anak-anak dan masyarakat dikurung di lockdown tidak boleh kemana-mana.

Jangan membuat pemahaman salah kaprah di masyarakat dan jangan menakut-nakuti masyarakat dengan isu pandemi ini.

Buka kembali sekolah dan kampus. Jangan jadikan generasi kita bodoh dan terus ikut dibodohi terus menerus (ciptakan new normal buang hoax pandemi).

Kepada seluruh ulama dan tokoh agama hendaknya supaya mengumumkan ke umatnya atau ke masyarakat dengan pemahaman yang benar.

Jangan disugestikan yang salah, jangan ikut-ikutan termakan isu dan fitnah dari konspirasi yahudi dan china yang semakin merugikan umat dan masyarakat.

Sugestikan bahwa ini bukanlah Tho'un atau 'wabah' tapi adalah suatu 'fitnah' penipuan global, agar kita merubah doa-doanya yang SALAH selama ini, bukan dengan berdoa.."Ya Allah angkatlah wabah Pandemi virus corona dari muka bumi ini.."

Tapi yang BENAR doanya adalah.."Ya Allah angkatlah FITNAH dan ISU-ISU Pandemi ini dari muka bumi ini.."Amiin ya mujibas sailin..

(IDI, ITMI, MUI, IBI, IT, TNI dll..)".

Benarkah tulisan tentang Covid-19 yang diklaim berasal dari IDI? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

Hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, tulisan tentang Covid-19 yang diklaim berasal dari IDI tidak benar.

IDI tidak pernah mengeluarkan tulisan tentang Covid-19 tersebut.

 

 

Simak Video Berikut

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya