Liputan6.com, Jakarta Pakar kelirumologi dan pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri), Jaya Suprana, mengatakan hoax atau berita bohong ada karena kebablasan mengartikan demokrasi. Kebebasan berpendapat diartikan oleh sebagian orang sebagai kebebasan berbohong, bahkan membuat fitnah.
Baca Juga
"Dapat disimpulkan hoax adalah anak haram demokrasi," ujarnya di diskusi Fighting Hoax News, Emporing Cyber-Based Media. Diskusi ini merupakan bagian dari kegiatan World Press Freedom Day 2017 di JCC Jakarta, Senin (1/5/2017).
Advertisement
Jaya Suprana mengingatkan untuk tidak menyebarluaskan berita bohong. "Pada titik ini, peran wartawan menjadi sentral. Wartawan harus mampu menemukan kekeliruan informasi, lalu memperbaiki untuk menuju kesempurnaan," lanjutnya.
Menurutnya, proses menemukan dan memperbaiki kekeliruan adalah proses membangun peradaban. "Begitu manusia berhenti mengoreksi dirinya sendiri, maka peradaban berhenti," imbuhnya.
Tampil sebagai pembicara dalam World Press Freedom Day 2017, Jaya Suprana mengingatkan pentingnya tiga komponen, yakni pemerintah, masyarakat, dan jurnalis untuk bersatu menghadapi hoax.
"Hoax adalah tantangan jurnalisme Indonesia," ia menjelaskan.
World Press Freedom Day atau Hari Kebebasan Pers Dunia diselenggarakan di Jakarta pada 1-4 Mei 2017 yang mengangkat tema "Critical Minds for Critical Times: Media's Role in Advancing Peaceful, Just, and Inclusive Society".
World Press Freedom Day yang diperingati setiap 3 Mei mengajak wartawan mengevaluasi kebebasan pers di seluruh dunia, mempertahankan media dari serangan terhadap kebebasan mereka, serta memberikan penghormatan kepada wartawan yang telah kehilangan nyawa saat menjalankan profesinya.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini.
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6.