Liputan6.com, Jakarta Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sedang banyak diperbincangkan. Terutama sejak berita dari penyanyi dangdut terkenal, Lesti Kejora yang melaporkan suaminya, Rizki Billar soal dugaan KDRT pada dirinya.
Dalam permasalahan rumah tangga isu KDRT kerap kali terjadi. Korbannya bukan hanya perempuan, namun ada juga laki-laki. Dari data Kemenppa pada tahun 2020, kasus KDRT lebih banyak dilakukan oleh pihak laki-laki dan korbannya adalah perempuan. Korban KDRT perempuan sebanyak 79,6% dan korban laki-laki sebanyak 20,4%. Kekerasan yang didapat bermacam-macam, yaitu berupa fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga. Lalu, apa penyebabnya?
Kekerasan Dalam Rumah Tangga biasanya disebabkan kekuasaan hubungan yang tidak seimbang antara pihak laki-laki dan perempuan. Saat terjadi masalah, pasangan yang mendominasi menjadi lepas kontrol lalu melakukan KDRT. Dengan begitu, rumah tangga yang harusnya dibangun harmonis menjadi tragis.
Advertisement
Laki-laki menjadi kaum yang mendominasi melakukan KDRT. Secara hukum terdapat undang-undang yang mengatur persoalan tersebut, salah satunya dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran ruma tangga.
Meskipun ada undang-undang yang mengatur permasalahan KDRT, tidak semua korban berani melaporkan ke pihak berwajib. Alasannya masih banyak pihak korban sering kali menjadikan permasalahan ini menjadi masalah privasi. Bukan hanya itu, korban merasa malu atau juga tidak berani kepada perilaku pasangan yang kasar.
Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukan hanya kekerasan fisik. Yuk, kenali jenis KDRT yang juga tercatat dalam hukum Indonesia. Â
Baca Juga
Empat Jenis Bentuk KDRT
Menurut hukumonline.com ada empat jenis bentuk KDRT yang dilakukan selama berumah tangga.
1. Kekerasan Fisik
Pelaku melakukan kekerasan pada kondisi fisik korban yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Misalnya, pelaku bertindak menampar, memukul, menganiaya, dan sebagainya.
2. Kekerasan Psikis
Pelaku melakukan kekerasan pada kondisi psikologis. Sehingga, korban akan merasa ketakutan, tidak percaya diri, kehilangan kemampuan untuk bertindak, korban merasa tidak berdaya, dan penderitaan lainnya. Contoh perilaku yang dilakukan bullying dan gaslighting atau upaya memanipulasi pikiran yang menyebabkan seseorang meragukan perasaan atau peristiwa yang dialaminya.
3. Kekerasan Seksual
Bentuk kekerasan yang dilakukan pelaku terhadap korban dalam konteks seksual. Dalam hubungan suami istri tentunya sudah memiliki hukum yang sah. Namun, adanya kekerasan seksual berupa pemaksaan hubungan seksual.
4. Penelantaran Rumah Tangga
Tindakan penelantaran pasangan dalam berumah tangga merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, pembatasan atau larangan untuk bekerja yang layak sehingga korban berada dibawah kendali seseorang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi. Hal tersebut juga termasuk penelantaran rumah tangga.
Advertisement
Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam rumah tangga laki-laki adalah kepala keluarga. Namun,sebagai imam porsinya bukan berarti menjadi yang paling dominan. Begitupun dengan perempuan, jika memiliki pasangan yang mudah diatur bukan berarti Anda menjadi dominan. Untuk tetap terjalin rumah tangga yang rukun, perlu adanya posisi yang setara, yakni saling menghargai satu sama lain. Adanya tindakan KDRT terjadi didasari hubungan suami istri yang salah satunya mendominasi pernikahan. Sehingga seseorang yang merasa powernya lebih tinggi dapat bertindak sewenang-wenang terhadap pasangannya.
Adanya tindakan pasangan yang berani bermain kasar, biasanya memiliki banyak faktor yang mendasari perilaku tersebut. Beberapa diantaranya:
- Pengalaman masa kecil
Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga bukan saja didasari kehilangan kendali saat sedang tindakan dilayangkan kepada korban, mungkin saja pelaku melakukannya buah dari pengalaman masa lalunya. Pelaku pernah menjadi korban KDRT saat masih kecil atau ia menyaksikan KDRT dilingkungan terdekatnya. Sehingga, secara tidak sadar otaknya memproses kekerasan sebagai validasi untuk mengontrol orang disekitarnya. Perbuatan tersebut tentu tidak bisa dibenarkan dan berdampak pada rumah tangganya di masa depan. Sehingga terjadilah KDRT dan jika korba tidak melaporkan maka siklus tersebut akan berulang.
• Dominasi Gender
Wanita lebih banyak mejadi korban KDRT dibandingkan laki-laki. Hal ini tentu terjadi adanya dominasi gender. Banyak kasus KDRT yang belum memahami kesetaraan gender. Dimana posisi laki-laki lebih unggul dibandingkan istrinya. Sehingga laki-laki yang memiliki pola pikir tersebut merasa lebih berhak melakukan tindakan semaunya yang menyebabkan kekerasan fisik, psikis, bahkan seksual.
- Masalah ekonomi
Ekonomi menjadi akar permasalahan dari banyak permasalahan rumah tangga. Salah satu pelampiasan yang dilakukan dapat bertindak kasar dengan melakukan KDRT kepada orang terdekat, seperti pasangan atau anaknya. Bahkan menurut Kemen PPPA, aspek ekonomi menjadi alasan paling banyak terjadinya faktor KDRT. Dimana KDRT dialami oleh wanita dari rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terendah. Menurut data kelompok 25% rumah tangga termiskin, sekitar 1,4 kali lebih besar risiko mengalami KDRT dibandingkan kelompok 25% rumah tangga terkaya. Data lainnya, wanita dengan suami menganggur berisiko 1,36 kali lebih besar mengalami KDRT dibandingkan yang suaminya bekerja.
Advertisement
• Selingkuh dan poligami
Dalam berumah tangga ada banyak kasus perselingkuhan yang terjadi. Apabila salah satu pasangan mengetahui permasalahan tersebut, factor tersebut dapat memicu pesangan untuk melakukan KDRT. Menurut Kemen PPPA, wanita yang suaminya berselingkuh cenderung mengalami KDRT 2.48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak berselingkuh. Tak terkecuali dengan suami yang melakukan poligami. Komnas Perempuan menyebutkan poligami merupakan salah satu penyebab KDRT. Kekerasan yang dilakukan seringkali terjadi kekerasan fisik dan kekerasan seksual.
- Faktor sosial dan budaya
Dalam budaya Indonesia masih banyak yang menerapkan hirarki bahwa laki-laki lebih tinggi derajatnya dari wanita. Hal ini dapat memicu terjadinya KDRT. Dimana pernikahan beda kasta dan status sosial dapat melakukan tindakan menguasai pasangannya. Sehingga KDRT dapat dianggap wajar dan sangat biasa.
Apabila Anda atau orang disekitar Anda mendapatkan perilaku KDRT, sebaiknya untuk menindak lanjuti dengan melaporkan kepada pihak yang berwajib. Jika dibiarkan, kejadian tersebut bisa menjadi contoh yang buruk untuk anak-anak Anda.  Â