Liputan6.com, Jakarta Bicara soal rambut, banyak dari kita yang menganggap rambut adalah "mahkota" yang pastinya membuat orang-orang secara tidak langsung menginginkan rambut yang sehat dan indah. Sehingga kerontokan dan perubahan tekstur yang tidak diharapkan tentunya sangat menyebalkan.
Baca Juga
Advertisement
Tetapi satu hal yang perlu diketahui bahwa ternyata rambut rusak dan acak-acakan tidak selalu karena kurang perawatan, namun juga bisa dipicu oleh efek samping dari mengonsumsi obat tertentu.
Seperti contohnya, rambut rontok tidak jarang dikenal sebagai efek samping dari kemoterapi, tetapi nyatanya itu bukan satu-satunya perubahan yang dapat disebabkan oleh beberapa obat pada rambut.
Baru-baru ini, para peneliti California telah mengidentifikasi beberapa jenis obat yang dapat memengaruhi tekstur rambut dan paling sering menyebabkannya menjadi lebih keriting.
“Meskipun ada penelitian yang merangkum efek obat sistemik pada kerontokan dan warna rambut, perubahan tekstur rambut yang diinduksi obat jarang dilaporkan dan dicirikan dengan buruk dalam literatur,” ungkap Celine H. Phong, seorang mahasiswa pascasarjana di bidang dermatologi di Universitas California di Irvine.
“Perubahan tekstur yang paling sering dilaporkan termasuk pertumbuhan kembali baru dalam pola keriting atau bergelombang. Lebih khusus lagi, pengeritingan rambut melibatkan putaran batang rambut di sekitar poros tengah, kekusutan melibatkan tikungan yang lebih tajam, dan pengeritingan didefinisikan sebagai peningkatan jumlah gulungan dan osilasi per satuan panjang, rapuh, kusam dan perubahan tekstur yang tidak ditentukan lainnya juga dilaporkan,” tulis para peneliti.
Perubahan Tekstur Rambut Tidak Selalu Permanen
Melansir laman AARP, dari penelitian tersebut bahwa waktu yang dibutuhkan buat perubahan tekstur rambut untuk diperhatikan berkisar antara tiga minggu hingga dua tahun.
Kabar baiknya adalah fenomena ini tidak selalu permanen, meskipun para peneliti menemukan itu bisa memakan waktu mulai dari tiga minggu hingga lima tahun setelah menghentikan perawatan agar tekstur normal kembali dan perubahan tekstur rambut bersifat permanen pada beberapa pasien penelitian yang memakai antiretroviral, retinoid, atau antineoplastik.
“Hanya 12 penelitian di semua kelas pengobatan yang menyebutkan reversibilitas perubahan rambut, dan sebagian besar pasien mengalami perubahan tekstur yang dapat dibalik setelah 3 minggu hingga 5 tahun pasca penghentian pengobatan,” tulis para peneliti.
Advertisement
Berikut Kelas Obat yang Terkait dengan Perubahan Tekstur Rambut
1. Obat kanker (agen antineoplastik)
Sebuah studi tahun 2019 terhadap 1.478 wanita yang menjalani kemoterapi untuk kanker payudara menemukan 63 persen melihat rambut mereka menjadi lebih bergelombang atau keriting, rata-rata enam bulan setelah memulai perawatan.
2. Obat epilepsi (antiepilepsi)
Obat ini memiliki efek samping berupa serangan migrain dan kerontokan rambut, bahkan bisa membuat rambut jadi keriting. Contohnya sodium valproate yang memicu kerontokan dan perubahan tekstur rambut jadi keriting pada 3,5 persen pasien. Beberapa studi kasus telah melaporkan pasien yang rambutnya menjadi lebih keriting dari beberapa minggu hingga dua tahun setelah minum obat antiepilepsi.
3. Regulator sistem kekebalan (imunomodulator)
Beberapa studi kasus telah melaporkan seorang pasien mengalami rambut keriting setelah tiga sampai enam bulan pengobatan dengan imunomodulator.
4. Pengobatan HIV (terapi antiretroviral HIV)
Sebuah studi kasus tunggal ditemukan di mana rambut lurus seorang pria Belgia berusia 48 tahun menjadi keriting sekitar 17 bulan setelah ia memulai rejimen obat antiretroviral HIV. Rambutnya tetap keriting pada ujian lanjutan lebih dari dua tahun kemudian.
Obat Ini Juga Memicu Kerontokan Hingga Kebotakan Pada Rambut
5. Obat jerawat atau obat kerut (retinoid)
Retinoid yang dihasilkan dari vitamin A sering digunakan untuk mengobati masalah kulit, seperti jerawat. Bagi folikel rambut, vitamin A sebenarnya justru memperkuatnya tetapi kalau terlalu banyak bisa membuatnya menutup untuk sementara. Karena itu pada sebagian kecil pasien, obat ini bisa memicu kerontokan rambut.
6. Antidepresan Fluoxetine
Antidepresan Fluoxetine atau yang lebih dikenal dengan nama dagang Prozac menjadi salah satu antidepresan yang dikenal bisa memicu kebotakan. Demikian juga dengan lithium untuk mengobati gangguan bipolar, bisa memicu penipisan rambut. Namun para ahli menjamin, efek samping ini sifatnya hanya sementara.
7. Obat kontrasepsi
Ketika seseorang berhenti mengonsumsi pil KB setelah pemakaian jangka panjang biasanya sering terjadi Kerontokan rambut. Salah satu teori mengatakan, efek samping karena beberapa pil KB terutama yang berbasis hormon progesteron mengandung senyawa anti-androgen. Menurunnya kadar senyawa ini membuat rambut lebih cepat rontok.
8. Pereda nyeri Ibuprofen
Salah satu pereda nyeri paling populer dilaporkan bisa memicu kerontokan rambut pada 1 dari 100 pasien. Memang sangat langka, sehingga tidak perlu terlalu dikhawatirkan apalagi sifatnya tidak permanen dan akan pulih dalam beberapa bulan setelah pemakaian obat dihentikan.
Advertisement
Terbaru BPOM, Aturan Larangan Obat Sirup Mengandung Dietilen dan Etilen Glikol
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia mengeluarkan aturan terbaru bahwa semua produk obat sirup yang beredar di Tanah Air tidak boleh mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
Aturan terbaru ini disampaikan BPOM guna mencegah kejadian tidak diinginkan berkaca dari kejadian 70 anak meninggal di Gambia yang diduga terkait obat batuk sirup mengandung dua komponen itu.
"Untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat, BPOM telah menetapkan persyaratan pada saat registrasi bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG)," kata BPOM dalam pernyataan resmi yang diterima Liputan6.com pada Sabtu, 15 Oktober 2022.
BPOM sudah melakukan pengawasan baik pre dan postmarket pada obat yang beredar di Indonesia. Hasilnya empat produk produksi Maiden Pharmaceuticals Limited, India yang terkait dengan kematian 70 anak di Gambia tidak tidak terdaftar di Tanah Air. Keempat produk yang dimaksud adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.
"Keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM," kata BPOM.
Saat ini, BPOM juga tengah sedang menelusuri kemungkinan kandungan DEG dan EG sebagai cemaran pada bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.