Semakin Percaya Diri karena Ibu Ola

Kurangnya rasa percaya diri membuat kita takut untuk mencoba hal-hal baru. Beruntung sekali bisa mengenal sosok guru, salah satunya Bu Ola.

oleh Liputan6 diperbarui 30 Nov 2013, 11:12 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2013, 11:12 WIB
131130aola.jpg
Citizen6, Jakarta: Keraguan dan ketakutan tentu hal besar yang menghambat berkembangnya seseorang. Kurangnya rasa percaya diri membuat kita takut untuk mencoba hal-hal baru. Beruntung sekali saya bisa mengenal sosok Ibu Ola.

Setiap hari, ia selalu memanggil saya dengan sebutan "Astrid, kamu anak yang hebat. Ide-ide kamu luar biasa". Pertemuan kami bermula dari perbincangan kecil di ruang dosen sehabis kelas psikologi perkembangan. Mulanya, saya hanya menganggap Ibu Ola sebatas dosen psikologi saja. Namun, saat salah seorang teman minta ditemani untuk bertemu dengannya, perlahan kami mulai saling berkenalan secara lebih akrab.

Saat itu, teman saya ingin bercerita secara pribadi dengan Bu Ola. Usai menemaninya, saya pun dengan Bu Ola sering mengajak berbincang-bincang santai. Semakin sering bertemu, saya perlahan menjadi tertarik untuk bercerita pada Ibu Ola. Suatu hari, saya menunjukkan hasil gambar buatan saya. Lalu, Bu Ola pun memuji saya.

"Ya ampun, ini bagus banget gambarnya. Keren. Gambarin saya juga dong!" ujarnya.

Mendengar pujian darinya, senang rasanya. Saya pun menjadi termotivasi untuk menggambar lagi setelah sekian lama tidak menggambar. Selain itu, saya menjadi semakin terdorong untuk mengejar cita-cita saya yang lain, seperti ingin jadi psikolog, pelukis, dan penulis. Awalnya terlihat konyol dan mustahil mewujudkan cita-cita sebanyak itu, tapi justru ia mengajarkan saya untuk terus mencoba dan tidak meragukan kemampuan yang saya miliki.

Semenjak pembicaraan singkat itu, saya menjadi semakin sering  bermain ke tempat Ibu Ola. Bukan dengan tujuan untuk konsultasi psikologi, tapi ingin bertukar pikiran berbicara tentang cita-cita. Kadang kami juga bermain game bersama untuk relaksasi.

Ibu Ola juga meminta saya untuk membantu teman yang memiliki masalah terhadap masa lalunya. Awalnya, saya agak jengkel untuk mendengarkan curhatan teman. Karena menurut saya, semua permasalahan itu karena kesalahannya sendiri. Ia tidak mampu mengontrol emosinya dengan baik. Tapi kata Ibu Ola,"Justu kamu harus mendampingi dan membantu teman kamu. Paling nggak dengan mendengarkan dia. Jadilah teman baiknya," sarannya.

Sejenak, saya mulai ingat kembali kalau saya sekarang ada di Fakultas Psikologi dan memang sudah seharusnya calon psikolog itu belajar mendengarkan cerita orang lain. Baik kita suka atau tidak.

"Sebisa mungkin belajar untuk mau dan bersedia mendengarkan teman sendiri dulu, sebelum nantinya punya klien," katanya.

Akhirnya, dengan sabar saya pelan-pelan mencoba untuk menghargai teman saya itu. Selain itu, hal ini juga melatih perkembangan saya dalam ilmu psikologi, dengan belajar membantu teman terlebih dahulu. Saat itu, saya mencoba berempati pada teman saya. Mencoba merasakan betapa tidak enaknya saat ia merasaka peristiwa di bully. Saya akhirnya paham bahwa selama ini dia merasa kesepian dan perlu teman yang mampu memotivasi dan meningkatkan kepercayaan dirinya.

Teringat pesan Bu Ola saat ia mengajar psikologi di kelas,"Kita nggak mungkin bisa bikin semua orang untuk suka sama kita. Pasti ada saja orang yang nggak suka sama kita. Tapi, setidaknya berusahalah dan belajar untuk menjadi orang yang disukai," jelasnya.

Saat mengajar kelas psikologi anak, Ibu Ola membawakan materi dengan gaya yang seru dan menyenangkan. Saya dan teman-teman dapat menyerap materi pelajaran dengan baik. Saya juga mencoba meneladani Ibu Ola yang selalu memanggil saya dengan sebutan anak yang hebat. Sekarang,  saya pun mencoba memanggilnya dengan teman saya."Teman, kamu hebat dalam bermain piano, loh".

Satu kelemahan yang ia miliki. Ia sangat pandai bermain musik, namun selalu bilang, "Nggak bisa. Jangan pilih aku untuk main piano di acara pentas seni". Menanggapi ketidakpercayaan dirinya itu, saya selalu memotivasinya,"Jangan bilang tidak bisa. Kamu harus percaya diri."

Seiring berjalannya waktu, saya terus mendampingi teman saya dan lambat laun tumbuhlah keberanian dan rasa percaya dirinya itu. Ia berani mengikuti ajang pentas seni. Terimakasih Ibu Ola, sudah mengajarkan saya bagaimana caranya menjadi teman yang baik untuk sahabat saya. Kelak, saya akan menjadi psikolog yang hebat. (Patricia Astrid Nadia/mar)

Patricia Astrid Nadia adalah pewarta warga.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya