OJK Tegaskan Lembaga Jasa Keuangan Tak Boleh Fasilitasi Transaksi Kripto

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengingatkan masyarakat tak mudah tergiur investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi.

oleh Agustina Melani diperbarui 13 Feb 2022, 19:14 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2022, 16:29 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat tidak mudah tergiur dengan janji imbal hasil investasi yang tidak masuk akal atau cenderung besar. Hal itu lantaran berindikasi investasi bodong dan berisiko besar.

"Kami imbau jangan tertarik pada janji-janji yang memberikan pendapatan tidak normal. Itu pasti risikonya besar. Termasuk investasi-investasi tidak ada underlying seperti kripto itu risiko besar," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dikutip dari tayangan Youtube Espos Indonesia, Minggu (13/2/2022).

Wimboh juga menegaskan, sektor keuangan tidak boleh memfasilitasi dan melakukan transaksi kripto dan NFT. "Itu tidak boleh. Sektor keuangan jangan masuk area itu, tidak boleh melakukan itu. Lembaga keuangan, sektor keuangan tidak boleh,” kata dia.

Selain itu, Bank Indonesia juga sudah menegaskan, kripto tidak boleh sebagai alat pembayaran. “Bank Indonesia menyatakan bukan alat pembayaran. Kita sektor keuangan, karena ini bukan alat pembayaran, sektor keuangan tak boleh fasilitasi, bukan alat pembayaran. Ini kita sudah ingatkan kalau ada yang kehilangan kripto, salah sendiri, kita sudah ingatkan,” tegas Wimboh.

Hal itu juga termasuk NFT. "Tidak boleh, lembaga sektor keuangan tidak boleh melakukan itu,” kata dia.

Selain itu, Wimboh juga mengingatkan masyarakat memilih produk investasi yang sudah terdaftar di OJK. Pihaknya juga akan terus melakukan edukasi kepada masyarakat sehingga dapat terhindar dari investasi bodong.

“Edukasi preventif tetap harus dilakukan. Masyarakat bukan tidak mengerti, (tergiur-red) pendapatan atau return yang besar. Lembaga keuangan kita awasi terutama yang tawarkan imbal hasil fix. Kecuali deposito. Reksa dana tidak boleh menjanjikan fix return,” tutur dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

OJK Larang Lembaga Jasa Keuangan Fasilitasi Kripto

Crypto Bitcoin
Bitcoin adalah salah satu dari implementasi pertama dari yang disebut cryptocurrency atau mata uang kripto.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tegas melarang seluruh lembaga jasa keuangan untuk memasarkan atau fasilitasi kripto. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso.

"OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan/atau memfasilitasi perdagangan aset kripto,” kata Wimboh Santoso dalam sebuah pernyataan, Selasa, 25 Januari 2022.

Selain itu, OJK melalui akun Instagram resminya juga mengingatkan pada masyarakat untuk selalu waspada terhadap penipuan skema ponzi yang berkedok kripto. 

"Aset kripto sendiri merupakan jenis komoditi yang memiliki fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik dan turun sehingga masyarakat harus paham risikonya," ujar OJK. 

OJK menjelaskan pihaknya tidak melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap kripto. Pengaturan dan pengawasan kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Kementerian Perdagangan. 

Hal serupa pernah disampaikan OJK sebelumnya dalam diskusi Mengelola Demam Aset Kripto pada Juni 2021 lalu. 

"OJK dengan tegas melarang semua lembaga jasa keuangan untuk menggunakan dan memasarkan produk aset kripto," kata Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, Tongam L Tobing, dalam diskusi Mengelola Demam Aset Kripto, Juni 2021. 

Hal ini didasari karena aset kripto sendiri bukan menjadi bagian produk keuangan yang diamanatkan sesuai dengan Undang-Undang.

Merujuk pada Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019, crypto asset atau aset kripto adalah komoditi yang tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya