Harga Bitcoin Naik 8 Persen Setelah Joe Biden Umumkan Perintah Eksekutif soal Kripto

Harga Bitcoin terakhir diperdagangkan pada UDS 41.944 atau setara Rp 599,5 juta.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 10 Mar 2022, 12:27 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2022, 12:27 WIB
Ilustrasi bitcoin (Foto: Kanchanara/Unsplash)
Ilustrasi bitcoin (Foto: Kanchanara/Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Cryptocurrency naik pada Kamis setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan perintah eksekutifnya yang sangat dinanti. Dalam perintah eksekutif pada aset digital, Biden mengambil sikap mendukung terhadap industri ini.

Harga Bitcoin terakhir diperdagangkan pada UDS 41.944 atau setara Rp 599,5 juta. Angka tersebut naik sekitar 8 persen lebih tinggi, menurut Coin Metrics. Cryptocurrency lainnya termasuk Ether juga naik tajam.

Perintah eksekutif, yang mencoba untuk memperbaiki kurangnya kerangka kerja untuk pengembangan cryptocurrency AS, telah disambut secara luas oleh industri dan investornya.

Para kritikus mengatakan, kurangnya kejelasan peraturan juga sering disebut sebagai penghalang untuk adopsi institusional yang lebih besar di pasar kripto.

“Ini benar-benar bullish untuk ekosistem kripto di semua jangka waktu,” kata CEO di Ikigai Asset Management, Travis Kling, dikutip dari CNBC, Kamis (10/3/2022).

Perintah itu juga menyerukan langkah-langkah untuk melindungi konsumen, investor, bisnis Amerika, dan untuk melindungi AS serta sistem keuangan global demi mengurangi risiko sistemik.

Selain itu, perintah ini mengarahkan pemerintah AS untuk mengeksplorasi infrastruktur teknologi dan kebutuhan kapasitas untuk potensi bank sentral yang mengeluarkan mata uang digital.

Menteri Keuangan Yellen mengatakan dalam pernyataannya pada Rabu, perintah eksekutif menyerukan pendekatan yang terkoordinasi dan komprehensif terhadap kebijakan aset digital.

Perintah eksekutif memulai proses hingga enam bulan kedepan bagi badan pengatur dengan yurisdiksi di kripto untuk memeriksa industri. 

Pada akhir enam bulan, setelah melihat hasil studi dan investigasi, mungkin ada proposal kebijakan khusus dari berbagai badan pengatur, Kristin Smith, direktur eksekutif Asosiasi Blockchain, mengatakan kepada CNBC “Crypto World” Rabu.

“Kelemahan dan risikonya adalah bahwa pemerintah akan melalui analisis ini dan pada akhirnya merekomendasikan langkah-langkah yang lebih ketat daripada yang dapat dikelola oleh industri kripto dan yang pada akhirnya dapat mendorong inovasi di luar negeri,” pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Joe Biden Resmi Tanda Tangani Perintah Eksekutif Kripto

Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)
Ilustrasi kripto (Foto: Unsplash/Kanchanara)

Sebelumnya, Presiden Joe Biden pada Rabu waktu setempat telah resmi menandatangani perintah eksekutif soal kripto. Perintah tersebut mengarahkan badan-badan di seluruh pemerintah federal untuk mengoordinasikan upaya untuk mengukur manfaat dan risiko yang ditimbulkan oleh kepemilikan cryptocurrency. 

Aset digital, termasuk cryptocurrency, telah meledak dalam popularitas dalam beberapa tahun terakhir dan melampaui nilai USD 3 triliun atau sekitar Rp 42 kuadriliun pada November 2021, menurut lembar fakta Gedung Putih.

Sekitar 16 persen orang dewasa Amerika, atau sekitar 40 juta orang, telah berinvestasi, memperdagangkan, atau menggunakan kripto, kata pemerintah.

Gedung Putih menambahkan perintah tersebut akan menginstruksikan berbagai lembaga pemerintah, termasuk departemen Perdagangan dan Keuangan, untuk mengoordinasikan pendekatan federal mengatur aset digital.

"Kami membutuhkan kerangka kerja pemerintah yang komprehensif untuk mengatasi risiko dan peluang yang muncul yang ditimbulkan oleh aset digital," kata Direktur Dewan Ekonomi Nasional Biden, Brian Deese, dikutip dari CNBC, Kamis, 10 Maret 2022.

"Inovasi keuangan dan inovasi teknologi yang mendasari ledakan ini memiliki banyak potensi manfaat, tetapi risiko dan biaya semakin menjadi nyata,” tambahnya.

Lebih lanjut, Deese menjelaskan, gedung putih membutuhkan struktur pemerintahan abad ke-21 untuk benar-benar mengatasi hal ini.

Banyak regulator dan badan pengawas, termasuk SEC, Commodity Futures Trading Commission dan Financial Stability Oversight Council, telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencoba mem-bootstrap kerangka hukum yang ada untuk memantau pasar baru untuk Bitcoin, Ethereum, dan ribuan token serta aset lainnya.

Namun, investor dan anggota parlemen sama-sama mengatakan tindakan setengah-setengah seperti itu tidak cukup untuk mengawasi munculnya apa yang menjadi salah satu pasar terbesar di dunia, dan memposisikan AS sebagai pemimpin di bidang ini.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya