Suster Maria, Pendamping Rohani untuk Penyandang Tuli

Suster Maria mengaku hingga kini masih belajar dan berusaha untuk menguasai bahasa isyarat.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Des 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 25 Des 2019, 20:00 WIB
Bahasa Isyarat
Suster Maria menjadi pendamping rohani para penyandang tuli di Gereja Katedral Jakarta sejak 2014 lalu. (Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin Al Ansori)

Liputan6.com, Jakarta Suster Maria menjadi pendamping rohani para penyandang tuli di Gereja Katedral Jakarta sejak 2014 lalu. Ia bergabung dalam Paguyuban Tuna Rungu Katolik atau Paturka.

Pekerjaan itu mengharuskannya untuk mempelajari bahasa isyarat. Ia mengaku hingga kini masih belajar dan berusaha untuk menguasai bahasa tersebut.

“Saya masih belajar bahasa isyarat, saya tetap berusaha yang terbaik untuk mereka jadi kalau ada kekurangannya mereka menambahkan. Sekarang mereka sudah bisa menerima dibanding awal sekali saya masuk. Tahun 2014 akhir, saya masih nol sekali,” kata Maria ketika ditemui usai misa Natal di Gereja Katedral Jakarta, Rabu (25/12/2019).

Kini, ia mengaku sudah lebih percaya diri dalam menggunakan bahasa isyarat. Dalam mendapatkan ilmu bahasa isyarat, Maria mengaku mengikuti sebuah program dari Lembaga Daya Dharma (LDD), kantornya terletak di sebelah gereja.

“Kami ada kelas dan mengundang para relawan yang berminat dan punya hati untuk temen-temen tuli. Kami ada dua kelas setiap Sabtu dan Minggu,” kata Maria.

 

Konseling bagi Penyandang Tulis

Kegiatan utama Maria adalah memberikan bimbingan konseling mengenai kesehatan, relasi suami istri, masalah pekerjaan, dan masalah lainnya. Ia juga sempat menemukan kesulitan dalam pendampingan ini, seperti masalah yang berkaitan dengan relasi pihak luar. Misal kelompok tuli dengan orang lain yang belum tergabung dalam kelompok tuli sehingga adanya visi misi yang berbeda.

“Untuk menyatukan mereka agar bisa belajar bahasa isyarat dan mengerti karena sekali pun mereka tuna rungu tapi ada yang belajar bahasa isyarat dan ada juga yang tidak. Tidak ada titik temu jadi saya bingung. Kami masih perlu melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pendampingan disabilitas.” kata Maria.

Di sisi lain, ia merasa banyak belajar semenjak menghabiskan banyak waktu dengan kawan-kawan tuli. Contohnya salah satu cara untuk mendapat perhatian di depan kelas ketika mereka asik mengobrol sendiri. Ia cukup menggunakan lampu yang dikelap-kelipkan mereka pun akan mengalihkan perhatiannya.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya