Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan bahwa terkait pelaksanaan vaksinasi bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) atau disabilitas usia 6-11 tahun nantinya akan bekerja sama dengan dua pihak.
"Juga untuk anak-anak penyandang disabilitas, kita juga akan bekerja sama baik dengan sekolah luar biasa maupun komunitasnya," ujar Nadia dalam talkshow bersama BNPB Indonesia bertema Vaksin Anak, Sayangi Keluarga pada Senin, 8 November 2021.
Hal tersebut dilakukan guna membuat akses vaksinasi kepada seluruh anak usia 6-11 tahun dapat dilakukan dengan baik. Mengingat akan ada lebih dari 25 juta anak dalam kategori usia ini yang harus divaksinasi COVID-19.
Advertisement
Berdasarkan keterangan, vaksinasi anak usia 6-11 tahun nantinya memang akan dilaksanakan di sekolah. Selain mempersiapkan kondisi putra dan putrinya, orangtua pun diminta untuk mempersiapkan dokumen seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Kartu Keluarga (KK).
"Sekolah pun sebenarnya sudah mendata hal ini. Jadi, untuk orangtua, sambil menyiapkan pelaksanaan vaksinasi, kita berharap untuk kemudian memastikan nomor NIK daripada anak kita," ujar Nadia.
"Kalau belum ada, silahkan datang ke kecamatan atau kelurahan setempat tinggal kita untuk menanyakan NIK anak kita karena itu nanti akan merupakan proses identitas pada saat kita akan memulai vaksinasi," tambahnya.
Tak hanya itu, Nadia juga mengungkapkan bahwa Kemenkes akan bekerja sama dengan dinas sosial bagi anak-anak yang mungkin tidak ada di bangku sekolah.
"Sementara untuk anak-anak yang mungkin tidak ada di bangku sekolah, kita kerja sama dengan dinas sosial untuk misalnya anak jalanan dan sebagainya," kata Nadia.
Pemantauan lebih ketat
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. Piprim Basarah Yanuarso pun turut hadir. Ia menjelaskan terkait dengan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang berpotensi muncul usai vaksinasi.
Piprim mengungkapkan bahwa jika pada anak disabilitas, pemantauan KIPI bisa dilakukan dengan lebih ketat lagi. Mengingat biasanya mereka tidak selalu dapat menyampaikan apa yang sedang dirasakan pada tubuhnya.
"Kadang anak-anak ini memang tidak bisa mengungkapkan apa masalahnya atau keluhannya, dia diam saja. Tapi lagi-lagi memang pemantauan suhu badan atau suhu tubuh itu yang paling penting dilakukan orangtua," kata Piprim.
Hal tersebut pun selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu beberapa waktu lalu. Maulani menyarankan sosialisasi vaksinasi pada masyarakat disabilitas sebaiknya dilakukan langsung pada keluarga karena dinilai lebih efektif.
"Ketika penyandang disabilitas hidup di tengah masyarakat, pendapat keluarga sangat berpengaruh kepada mereka," kata Maulani dalam webinar Urgensi Percepatan Vaksinasi Kelompok Rentan, Antisipasi Gelombang Ketiga COVID-19 ditulis Selasa, (9/11/2021).
Advertisement