Liputan6.com, Jakarta Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa anak dengan Down syndrome tidak dapat berbicara lancar apalagi bernyanyi. Anggapan ini ternyata keliru lantaran tak semua anak disabilitas seperti itu.
Contohnya Junior Caesar J Noya, penyandang Down syndrome asal Bandung ini membuktikan bahwa ia bisa bicara dan bernyanyi dengan percaya diri.
Menurut sang ibu, Rita Suryati, SH, putranya yang akrab disapa J senang bernyanyi sejak ia bisa bicara lancar, kurang lebih usia 6.
Advertisement
Melihat putranya gemar bernyanyi, Rita pun tak tinggal diam. Ia berusaha mendukung bakat J dengan menyediakan segala fasilitas yang diperlukan. Misalnya perlengkapan alat karaoke, alat musik, dan mengikutsertakan dalam les vokal atau alat musik.
Kemampuan J dalam bernyanyi tak luput dari pandangan miring orang sekitar. Ia sempat diremehkan dan dianggap tak akan pernah bisa bernyanyi.
“Ada orang bilang kalau anak Down Syndrome itu tidak akan pernah bisa nyanyi, karena jangankan nyanyi, bicara aja kadang enggak bisa atau enggak jelas lafalnya. Kalo anak DS nyanyi nanti akan ditertawakan atau jadi bahan tertawaan penonton,” kata Rita kepada Disabilitas Liputan6.com melalui pesan teks, Senin (1/8/2022).
Namun, kata-kata negatif tersebut tak serta-merta menurunkan semangat Rita untuk mendukung anak spesialnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Orangtua Lebih Tahu Kemampuan Anaknya
Sebagai orangtua yang tahu betul kemampuan anaknya, ibu usia 56 ini bertekad untuk membuktikan bahwa kata-kata negatif itu tidak betul.
“Saya sebagai orangtua yang tahu persis kemampuan anak saya sendiri, saya bertekad untuk membuktikan bahwa omongan itu tidak benar, saya ingin membuktikan bahwa anak Down syndrome juga bisa nyanyi.”
“Mungkin tidak sebagus anak-anak yang tidak punya keterbatasan kemampuan (non disabilitas) tapi saya optimis anak saya mampu bernyanyi, dia juga mampu berinteraksi dengan penonton sebagai modal untuk kemampuan menghiburnya.”
Rita pun menyampaikan bahwa dirinya tidak berharap anaknya jadi juara ajang menyanyi yang dipertandingkan dengan anak-anak biasa seperti Indonesian Idol.
“Saya hanya cukup bisa membuktikan dan memperlihatkan ke orang-orang bahwa anak saya yang katanya Down syndrome juga bisa nyanyi dan tampil dengan baik di panggung mana pun.”
Ibu tiga anak ini bersyukur, dari tahun ke tahun selalu ada perkembangan baik pada J. Di samping perbendaharaan lagunya yang bertambah baik, vokalnya juga sudah lumayan.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Kemampuan Bernyanyi Semakin Baik
Hingga kini di usia 16, J bisa menghabiskan waktu 2 hingga 3 jam untuk karaoke sekaligus latihan bernyanyi.
“Kemampuan J sekarang bisa dilihat di setiap dia tampil selalu ada perbaikan dan menggemaskan penonton.”
Rita pun berpesan bagi para orangtua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus agar tidak pernah putus asa untuk mendukung dan mendidik anak-anaknya.
“Salurkan energi positif anak ke minat dan bakat anaknya jangan ngikutin ambisi orangtuanya. Apapun keahlian atau kemampuan anak kita, itu merupakan prestasi yang luar biasa. Jangan pernah membandingkan anak kita dengan anak orang lain. Konsentrasi dan tekunlah untuk kemajuan anak kita sendiri. Jangan ragu di mana ada usaha di situ ada jalan.”
Rita pun menceritakan kisah kelahiran Junior. Menurutnya, ketika ia melahirkan J, dokter anak sudah langsung memberi tahu kalo anak bungsunya itu menyandang Down syndrome.
“Semasa hamil sama sekali tidak ada kelainan, cuman waktu saya hamil J, usia saya sudah 40 tahun, usia rawan dengan kemungkinan secara teoritis dan penelitian 50:50 persen anak yang akan lahir akan menyandang Down syndrome.”
Penanganan yang Diberikan
Awalnya, Rita bingung dan tidak tahu harus bagaimana, tapi kemudian ia mengambil langkah pertama untuk memastikan J benar-benar Down syndrome atau tidak dengan tes kromosom.
“Setelah hasil tes keluar, memang kenyataannya benar, anak saya penyandang Down syndrome. Saya tidak berlarut-larut sedih dan bingung saya langsung konsultasi ke dokter anak dan psikolog untuk mengetahui apa yang selanjutnya harus saya lakukan.”
Dokter anak, dokter tumbuh kembang, dan psikolog akhirnya mengarahkan Rita untuk mengikutsertakan J dalam terapi-terapi yang banyak macamnya. Dari terapi okupasi, motorik kasar, dan terapi bicara.
“Dan semuanya rutin saya lajukan untuk J seminggu rata-rata dari satu bagian itu 2 kali terapi dan pengulangan di rumah tiap hari.”
Di balik segala perjuangan yang telah dilalui, Rita pun menemukan banyak pembelajaran dalam hidupnya selama merawat J.
“Kalau buat saya sendiri banyak sukanya daripada dukanya. Punya anak seperti J yang hangat, tinggi empati ke orang lain dan selalu menghibur, sangat menyenangkan buat saya. Dengan J lah saya bisa belajar banyak apa itu sabar.
“Dari J juga saya semangat untuk mencari rezeki karena tentunya biaya anak DS itu tidak sedikit, dari J juga saya bisa ketemu dengan para pejabat dan orang-orang penting kalau dia tampil di acara-acara pemerintahan) dari J juga saya jadi banyak belajar mengerti untuk menyayangi orang lain bagaimanapun keadaan orang atau anak tersebut,” pungkasnya.
Advertisement