Orang Tua sebagai Sandaran: Tips Mendampingi Anak Istimewa Menghadapi Tekanan Sosial

Orang tua berperan penting dalam mendampingi anak menghadapi tekanan sosial. Bangun komunikasi, ajarkan kepercayaan diri, dan beri edukasi tentang media sosial agar anak lebih bijak dan percaya diri.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 15 Feb 2025, 15:00 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 15:00 WIB
apa arti love hitam
Orang tua adalah sandaran utama bagi anak dalam menghadapi tekanan sosial. Dengan komunikasi terbuka, batasan bijak, dan contoh positif, anak dapat tumbuh lebih percaya diri dan memahami nilai dirinya. ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Anak istimewa, seringkali menghadapi tantangan unik dalam berinteraksi sosial. Tekanan dari lingkungan sekitar dapat berdampak signifikan pada kesejahteraan mereka. 

Di era digital saat ini, anak-anak semakin sulit membedakan antara kehidupan nyata dan dunia media sosial yang penuh dengan kesempurnaan semu. Sebagai orang tua, peran kita sangat penting dalam membantu mereka memahami realitas serta membangun kepercayaan diri yang sehat.

Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga dari Tigagenerasi, Ayoe Sutomo, memberikan beberapa tips penting dalam mendampingi anak menghadapi tekanan sosial.

1. Bangun Diskusi Terbuka dengan Anak

Komunikasi adalah kunci utama dalam mendampingi anak menghadapi tekanan sosial. Menurut Ayoe Sutomo,"Semua selalu dimulai dari obrolan, dari diskusi. Dalam diskusi itu, orang tua bisa memberikan edukasi tentang nilai diri anak yang lebih berharga dari sekadar likes atau followers di media sosial."

Dengan berdiskusi, anak akan lebih memahami bahwa validasi dari dunia maya bukanlah segalanya.

2. Membangun Kepercayaan Diri dan Konsep Diri yang Sehat

Orang tua berperan dalam membangun kepercayaan diri anak dengan cara yang seimbang. "Kepercayaan diri yang berlebihan tidak baik, begitu juga jika kurang," kata Ayoe saat berbincang dengan Health Liputan6.com, Sabtu, 15 Februari 2025. 

Salah satu caranya adalah dengan memberikan pujian yang tepat, tidak berlebihan atau kurang, serta mengajak anak untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang memperkuat keterampilan dan bakatnya.

3. Edukasi tentang Realitas Media Sosial

Ayoe menyarankan agar orang tua mengajarkan anak untuk lebih kritis terhadap konten di media sosial. "Apa yang terlihat di media sosial belum tentu sesuai dengan realitas," ujarnya.

Sebagai contoh, jika melihat restoran yang terlihat sempurna di media sosial, ajak anak untuk mengunjungi langsung. Dari situ, anak akan memahami bahwa media sosial adalah tempat di mana banyak hal sudah dikurasi dan dipoles agar terlihat lebih baik dari kenyataan.

4. Menetapkan Batasan Penggunaan Media Sosial

Selain pemahaman yang baik tentang media sosial, penting bagi orang tua untuk menetapkan aturan penggunaan media sosial di rumah.

"Enggak apa-apa juga untuk membuat ground rule atau aturan dasar di rumah tentang berapa lama media sosial boleh diakses oleh anak," kata Ayoe. Dengan adanya batasan, anak dapat lebih fokus pada kehidupan nyata dan tidak terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial.

5. Mengajarkan Cara Menghadapi Komentar Negatif

Salah satu tantangan besar di media sosial adalah komentar negatif. "Media sosial bukan sesuatu yang bisa kita kontrol, tapi bagaimana kita merespons komentar negatif adalah hal yang bisa kita kelola," jelas Ayoe.

Oleh karena itu, orang tua perlu mengajarkan anak cara menyaring komentar, memilih mana yang perlu didengar, dan mana yang sebaiknya diabaikan.

6. Menjadi Teladan bagi Anak

Anak-anak belajar dari contoh yang diberikan orang tua. Jika ingin anak memiliki pola pikir yang sehat tentang media sosial, maka orang tua juga harus menunjukkan sikap yang positif dalam menggunakannya.

"Kalau kita sudah bisa menggunakan media sosial dengan baik dan tidak terpancing emosi, barulah kita bisa menjadi teladan yang bisa ditiru oleh anak-anak kita," tegas Ayoe.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya