Tak Bisa ke TPS, Lansia Ong Nyoblos dari Atas Tempat Tidur

Salah satu penghuni panti wreda atau panti jompo, Ong, tak bisa mencoblos langsung ke TPS karena alasan kesehatan. Petugas KPPS pun mendatangi langsung ke kamarnya agar bisa menggunakan hak pilih.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 14 Feb 2024, 17:04 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2024, 16:44 WIB
Salah satu lansia penghuni panti wreda mendapatkan kesempatan mencoblos Pemilu 2024 dari atas tempat tidur.
Salah satu lansia penghuni panti wreda atau panti jompo mendapatkan kesempatan mencoblos Pemilu 2024 dari atas tempat tidur.

Liputan6.com, Tangerang Selatan Kondisi kesehatan Ong (86) salah satu lansia penghuni Panti Wreda Yayasan Bina Bhakti Tangerang Selatan tak memungkinkan untuk berjalan atau menggunakan kursi roda ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang sebenarnya ada di halaman panti. Meski begitu, Ong tetap bisa menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2024 dengan mencoblos dari atas tempat tidur.

Sekitar pukul 12.00 WIB, Ong bisa menggunakan hak pilihnya ketika petugas Kelompok Pemungutan Suara (KPPS) didampingi Pengawas Pemilu serta para saksi mendatangi kamarnya. Ong mendapatkan giliran mencoblos setelah penghuni panti wreda serta staf panti sudah menggunakan hak pilihnya. 

"Ini ada pencoblosan oma, nanti oma bisa memilih," kata salah satu staf menjelaskan maksud kedatangan petugas KPPS dan lainnya ke Ong.

Mendengar penjelasan itu Ong yang terbaring di atas ranjang pun tampak antusias. Lalu, ia minta tolong untuk diambilkan kacamata.

"Kacamataku mana?" pintanya.

Salah satu pendamping menjelaskan meski usia Ong sudah 86 masih mampu membaca dengan baik dan berkomunikasi dengan lancar.

Dari atas tempat tidur, Ong pun dipersilakan untuk mencoblos presiden serta wakil presiden pada Pemilu 2024.

Tetap Rahasia, Saat Nyoblos Ditutup Pakai Sarung

Meski pelaksanaan pencoblosan tak dilakukan di TPS, proses kerahasiaan tetap dijunjung tinggi. Maka saat mencoblos, petugas KPPS pun menutup saat Ong mencoblos menggunakan sarung.

"Segini cukup ditutupnya?" tanya seorang petugas KPPS.

"Kurang naik sedikit," jawab pengawas TPS Pemilu yang turut hadir.

Tak butuh waktu lama, Ong menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024. Ia kemudian mencelupkan salah satu jarinya ke dalam tinta sebagai bukti sudah mencoblos.

Penghuni panti wreda Ong menunjukkan jari bertinta tanda ikut mencoblos dalam Pemilu 2024.
Penghuni panti wreda Ong menunjukkan jari bertinta tanda ikut mencoblos dalam Pemilu 2024.

Jemput Bola Penghuni Panti yang Bedrest

Petugas KPPS, pengawas TPS Pemilu 2024, dan para saksi mendatangi beberapa penghuni panti wreda atau panti jompo yang bedrest untuk mengetahui kondisi bisa atau tidak menggunakan hak suara.
Petugas KPPS, pengawas TPS Pemilu 2024, dan para saksi mendatangi beberapa penghuni panti wreda atau panti jompo yang bedrest untuk mengetahui kondisi bisa atau tidak menggunakan hak suara.

Selain Ong, ada 10 penghuni Panti Wreda lain yang didatangi petugas KPPS, saksi dan pengawas pemilu. Setelah melihat langsung kondisi penghuni panti tersebut diputuskan bahwa mereka tidak bisa melakukan pencoblosan karena beberapa alasan. Diantaranya sudah tidak bisa bergerak, tidak bisa diajak berkomunikasi, dan hilang ingatan.

"Secara regulasi sudah dilakukan, petugas sudah mendatangi penghuni yang merupakan warga negara Indonesia. Namun karena kondisi tidak memungkinkan melakukan pencoblosan," kata pengawas TPS pada Pemilu 2024, Rahmad Fadhilah.

Petugas KPPS Terapkan Prinsip Kehati-hatian Layani Lansia

Penghuni Panti Wreda Yayasan Bina Bhakti Tangsel menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2024.
Penghuni Panti Wreda Yayasan Bina Bhakti Tangsel menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2024.

Ketua KPPS TPS 901 Babakan Setu Tangsel, M Harun mengungkapkan bahwa prinsip yang diterapkan dalam melayani pemilih di TPS khusus seperti panti wreda atau panti jompo adalah perlahan-lahan dan kehati-hatian. 

"Kami maksimalkan secara maksimal pelayanan dengan penuh kehati-hatian apalagi beberapa penghuni panti masih dalam perawatan (kondisi sakit). Jadi harus hati-hati dan sabar," kata M. Harun kepada Liputan6.com.

Keterbatasan fisik para oma dan opa membuat pergerakan jadi lebih lambat dibandingkan yang berusia produktif. Mayoritas oma dan opa di Panti Werdha Yayasan Bina Bhakti saat memilih pun menggunakan pendamping saat mencoblos. Pendamping membantu tergantung kebutuhan pemilih, misalnya membukakan kertas suara atau membacakan pilihan presiden atau wakil presiden atau calon legislatif lainnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya