Liputan6.com, Jakarta - Pasca-dipanggil pulang ke Tanah Air, Duta Besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto segera memberikan keterangan terkait insiden penolakan credentials atau surat kepercayaan oleh Presiden Brasil Dilma Rouseff. Keterangan ini disampaikan langsung setelah Toto tiba di Jakarta.
Toto menceritakan secara detail kronologi proses penolakan surat kepercayaan oleh Rouseff. Awalnya, pada hari penyerahan Toto diinformasikan kalau penyerahan surat tersebut akan ditunda.
"Pada 19 Febuari saya mendapat undangan berupa nota diplomatik dari Kemlu Brasil untuk pada 20 (Februari) pagi pukul 09.00, untuk mengikuti proses penyerahan surat credentials," sebut Toto di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin (23/2/2015).
"Pukul 08.15, protokol dari pemerintah Brasil datang menjemput saya ke wisma Indonesia oleh seorang dengan mobil berbendera Indonesia, untuk menjemput saya dan mengantar saya ke Istana," sambung dia.
Sampai di Istana Presiden Brasil, lanjut Toto, ia masih sempat diberikan briefing atau pengarahan. Pengarahan itu ditunjukkan demi memberitahukan bagaimana tata cara pelaksanaan pemberian surat kepercayaan.
Namun, kata Toto, sehabis briefing malah dirinya dipanggil Menlu Brasil. Panggilan tersebut untuk memberitahukan kalau Presiden Brasil belum menerima surat kepercayaan dari pemerintah Indonesia.
"Rencananya yang akan memberikan credentials saya dulu, tetapi saat saya harus melaksanakan saya dipanggil Menlu Brasil, dibawa ke satu ruangan dan mengatakan bahwa penyerahan credentials saya ditunda," kata Toto.
"Saya tanya kepada Menlu Brasil apa sebabnya? Tapi kita semua pasti ada kaitannya rencana hukuman mati yang kedua," sambung Toto.
Toto menilai, penundaan ini merupakan perbuatan yang tak pantas dilakukan. Karena surat kepercayaan yang ia bawa mengatasnamakan seluruh bangsa dan negara Indonesia.
"Yang jadi persoalan saya datang bukan hanya nama pribadi, tapi saya membawa surat credentials atas nama Presiden saya dan seluruh rakyat Indonesia. Di situ saya merasa ini tidak wajar, lalu diputuskan Kemlu saya harus kembali ke Tanah Air," ucap Toto Riyanto.
Hubungan RI-Brasil mulai menegang sejak warganya, Marco Archer Cardoso Moreira dieksekusi mati pada 18 Januari 2015 lalu. Dia menjadi terpidana mati setelah dihukum bersalah melakukan perdagangan narkoba.
Pria berumur 53 tahun itu ditangkap pada 2003 lalu setelah polisi di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten menemukan 13,4 kg kokain yang disembunyikan di dalam peralatan olahraga. Akibat eksekusi mati tersebut, Dubes Brasil di Indonesia ditarik Presiden Rousseff sebagai protes atas kematiannya.
Tak hanya menarik dubes, Brasil juga menunjukkan bentuk protes lainnya pada Jumat 20 Februari 2015. Presiden Dilma Rousseff menunda surat kepercayaan Dubes RI untuk Brasil Toto Royanto. Padahal Toto mengantongi undangan resmi dari Palacio do Planalto atau Istana Kepresidenan Brasil.
Langkah Pemerintah Brasil ini sebagai lanjutan protes terhadap eksekusi mati warga Brasil lainnya, Rodrigo Gularte, yang dalam waktu dekat juga dijadwalkan dieksekusi mati di Indonesia atas dasar pelanggaran hukum yang sama. (Rmn/Ans)
Advertisement