Liputan6.com, Beijing - Gempa 7,9 skala Richter yang mengguncang Nepal pada Sabtu 25 April 2015 tak hanya menghancurkan Lembah Kathmandu dan menyudahi lebih dari 8.000 nyawa. Lindu dahsyat juga menggeser Gunung Everest atau Qomolangma -- dalam Bahasa Tiongkok -- sejauh 3 cm ke barat daya.
Namun gempa Nepal tak sampai berdampak pada puncak tertinggi di dunia itu, yang menjulang setinggi 8.848 meter. Demikian menurut Badan Survei, Pemetaan, dan Informasi Geologi China.
Media Tiongkok melaporkan, pemerintah di Beijing telah lama memasang sistem pemantauan satelit di puncak Everest, sejak 2005, untuk memantau pergerakan gunung.
Satu dekade kemudian diketahui Everest bergerak 40 cm ke timur laut dengan kecepatan 4 cm per tahun, dan makin tinggi 0,3 cm per tahun.
"Gunung Everest bergerak konstan ke timur laut. Dan gempa membuatnya memantul sedikit ke arah berlawanan," kata Xu Xiwei, wakil kepala Institute of Geology di China Earthquake Administration, Beijing seperti dikutip dari situs China Daily. "Skala pergerakan tersebut masih normal dan tak mempengaruhi kehidupan di sana."
Namun, gempa yang terjadi April lalu membalik pergerakan gunung -- ke titik di mana ia berada 9 bulan sebelumnya. Saat kejadian, hal tersebut memicu longsor di gunung tersebut dan sekitarnya, di wilayah perbatasan nepal dan China, merenggut nyawa banyak pendaki.
Kematian dalam jumlah besar memaksa sejumlah penyedia tur pendakian ke gunung tertinggi di pegunungan Himalaya membatalkan perjalanan selama sisa musim.
Data terbaru dari Tiongkok menunjukkan, gempa besar kedua yang terjadi pada 12 April, dengan kekuatan 7,5 SR sama sekali tak mengusik Everest.
Temuan tim ahli China membantah analisis sejumlah ahli gempa yang memperkirakan, Everest mungkin bergeser hingga beberapa meter akibat gempa Nepal. Namun prediksi para seismolog bahwa ketinggiannya tak berubah terkonfirmasi kebenarannya.
Berada di perbatasan China dan Nepal, gunung yang juga dikenal sebagai Sagarmatha oleh penduduk Lembah Kathmandu berada di pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan India.
"Dengan mengukur gerakannya, ilmuwan bisa mempelajari prinsip-prinsip bagaimana Bumi melepas energinya dan mengukir skala energi yang dilepaskan," kata Xu.
"Pengukuran tersebut membantu kita menemukan sumber pergerakan tektonik dan mengamati ketika gerakan abnormal terjadi."Â (Baca juga: Setelah Nepal, Gempa Besar 'Membayangi' Padang?) (Ein/Sss)