Liputan6.com, Adelaide - Usia Bumi sudah lebih dari 4,5 miliar tahun. Sepanjang itulah planet kita telah mengalami 5 peristiwa kepunahan massal (mass extinction), ketika sejumlah besar spesies mati secara serentak dan mendadak -- dalam jangka waktu relatif singkat.
Seperti akhir Periode Permian, yang terjadi 248 juta tahun lalu. The Great Dying. Sekitar 96 persen spesies di muka Bumi punah; dan makhluk yang ada saat ini adalah keturunan dari 4 persen sisanya.
Kepunahan massal terakhir Cretaceous-Tersier (KT) membuat dinosaurus tinggal nama 65 juta tahun lalu. Kala itu, meteor besar diyakini menghantam Bumi dan memicu malapetaka yang tak terbayangkan.
Letusan dahsyat gunung berapi, pergerakan lempeng Bumi, dan komet ada dalam daftar pemicu kemusnahan massal. Namun, para ilmuwan menemukan benang merah 3 dari 5 kemusnahan massal yang pernah terjadi.
Kata kuncinya adalah keseimbangan unsur-unsur pembentuk kehidupan.
Â
Baca Juga
Advertisement
Terlalu banyak seng, tembaga, kobalt, fosfor atau selenium akan meracuni lingkungan. Sebaliknya, unsur yang terlalu sedikit berarti bahwa proses kimia penting -- seperti produksi antioksidan -- mustahil terjadi.
Peristiwa alam: erupsi gunung berapi, aktivitas tektonik, dan erosi tanah, ternyata berperan sebagai pengontrolnya.
Bumi tak kenal lelah menyediakan pasokan nutrisi pendukung kehidupan. Namun, tak cukup mineral yang terlontar ke permukaannya.
Baca Juga
Ahli paleontologi Australia, Profesor John Long mengatakan, sebuah studi yang dilakukan Flinders University dan University of Tasmania menunjukkan bahwa aliran unsur tersebut mengering selama periode panjang ketidakaktifan geologi. Itu membuat Bumi kekurangan pasokan nutrisi.
Long dan timnya yang berasal dari banyak negara mempelajari sejumlah sampel sedimen laut, yang menyediakan petunjuk napak tilas ke masa 3,5 miliar tahun lalu -- menguak dampak kehidupan, kematian, dan erosi pantai di lautan dunia.
Â
AIDS, Ebola, SARS, Flu Burung...
Guratan garis waktu di pasir menunjukkan, pernah terjadi krisis mineral penting Selenium (Se) di lautan pada 3 dari 5 kemusnahan massal yang pernah terjadi di muka Bumi: Periode Ordovician, Devonian, dan Triassic.
Semua makhluk, dari fitoplankton terkecil hingga dinosaurus paling besar, jadi korbannya.
Profesor Long mencontohkan, hasil analisis forensik pada dasar laut menunjukkan bahwa anjloknya persediaan Selenium pada akhir Periode Devonian membunuh Dunkleosteus Placoderm -- ikan predator yang dilindungi lempeng tebal -- secara besar-besaran, sebelum persediaan oksigen yang menipis tajam memusnahkan spesies yang tersisa.
Pada akhir Periode Triassic, sejumlah reptil laut seperti nothosaur dan ichthyosaur, binasa.
Diduga kuat tersangka kemusnahan makhluk pada era itu adalah tubrukan asteroid atau komet. Namun, bukti yang ada mendukung bahwa gagasan itu tak sepenuhnya sahih.
Hasil riset Profesor Long menguak bahwa suplai selenium merosot secara abnormal pada masa itu.
Â
"Dengan analisis lebih lanjut pada sampel batuan yang merekam jejak dari masa 3,5 juta tahun lalu, kita mungkin telah mendapatkan penjelasan tentang peristiwa kemusnahan massal di muka Bumi; juga masa ketika kehidupan kembali ke planet ini," kata Profesor Long seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (5/11/2015).
Profesor Geologi dari University of Tasmania, Ross Large mengungkapkan, studi tersebut dilakukan menggunakan teknik analisis laser terbaru, yang mengukur konsentrasi Selenium pada lebih dari 4.000 sampel.
"Semua itu adalah sumber tak ternilai untuk menjawab banyak misteri yang belum terpecahkan dari lautan purba," kata dia.
Lautan di masa kini mengandung 155 parts per trillion (ppt) Selenium. Selama masa Devonian dan Triassic, sampel menunjukkan level unsur tersebut anjlok secara signifikan.
Kekurangan Selenium hingga kini masih jadi masalah bagi manusia. Wabah di China dan Afrika -- termasuk mutasi virus menjadi AIDS, SARS, ebola, dan flu burung terkait dengan sistem imun tubuh manusia yang menurun akibat kekurangan unsur penting di Bumi itu.
Profesor Long mengatakan, para ilmuwan kini sedang mencari tahu dari catatan level Selenium di deposit tanah untuk mengeksaminasi lebih jauh mengapa sejumlah spesies purba punah, dan lainnya selamat.
Lempeng Tektonik dan Kehidupan
Kebanyakan nutrisi yang terkandung di lautan berasal dari erosi -- dari sungai maupun pantai. Seiring waktu, larutnya mineral dari batuan membuatnya tersedia untuk mendukung kehidupan.
Profesor Long mengatakan, ada periode geologi aktif, di mana lempeng tektonik menciptakan jajaran pegunungan, membawa deposit mineral segar dekat dengan permukaan.
Dikombinasikan dengan periode panjang cuaca buruk -- selama jutaan tahun -- hal itu bisa meningkatkan secara signifikan ketersediaan jejak unsur pembentuk kehidupan.
Peningkatan tersebut ikut bertanggung jawab atas ledakan keragaman hayati berupa filum pada era Cambrian atau Kambrium, yang terbesar dalam sejarah planet kita.
Di sisi lain, erosi yang berkurang atau kurangnya aktivitas geologi bisa mengurangi level nutrisi kehidupan.
"Sementara kaitan antara siklus hara sebagai pendorong evolusi dan faktor dalam peristiwa kepunahan massal masih harus dibuktikan, temuan tersebut membuka mata kita tentang evolusi dalam arti luas," tulis Profesor Long. Â
"Lempeng tektonik dan evolusi, keduanya beroperasi pada jangka waktu jutaan tahun. Logis jika kita berpikir bahwa mereka saling berkaitan."
Advertisement
Awas, Kepunahan Massal Ke-6 Sedang Terjadi
Sebelumnya, para ahli dari Stanford University, Princeton University dan University of California-Berkeley memperingatkan, periode kepunahan massal keenam di Bumi telah berlangsung.
Studi menunjukkan bahwa pada satu abad terakhir, ketika lebih dari 400 hewan bertulang belakang menghilang, tingkat kepunahan sedikitnya 114 kali lebih tinggi daripada tingkat normal.
Tiga universitas terkemuka di AS itu memperingatkan, manusia dapat menjadi yang pertama yang terkena imbasnya.
Â
Pendorong kepunahan massal keenam itu tak lepas dari ulah manusia: perubahan iklim, polusi, dan penebangan hutan. (Ein/Tnt)*