Cap Tangan di Gua Gurun Sahara Ternyata Bukan Milik Manusia...

Awalnya tapak tangan kecil-kecil itu diduga milik bayi manusia. Namun, ukurannya terlalu mencurigakan.

oleh Citra Dewi diperbarui 01 Mar 2016, 20:30 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2016, 20:30 WIB
Cap tangan di gua
Cap tangan kecil di gua yang ternyata bukan milik manusia (Foto: Emmanuelle Honoré).

Liputan6.com, Kairo - Pada tahun 2002, beberapa penjelajah amatir menemukan gua yang diberi nama Cave of Beasts atau dikenal juga sebagai Wadi Sura II. Tempat tersebut terletak di gurun Sahara dekat perbatasan barat daya Mesir dengan Libya.

Di gua tersebut terdapat 5.000 gambar yang dilukis dan terukir di permukaan batu. Diperkirakan usianya sekitar 8.000 tahun. Dari ribuan gambar yang ada, terdapat 13 lukisan cap tangan manusia, dewasa dan bayi.

Namun, penemuan terbaru menunjukkan bahwa telapak tersebut terlalu kecil dan jarinya terlalu panjang untuk dimiliki bayi manusia. Peneliti mengklaim bahwa gambar tersebut menggunakan tapak kadal sebagai cetakannya.

Seorang antropolog dari McDonald Institute for Archaeological Research, Emmanuelle Honoré, mengatakan ia terkejut saat melihat gambar yang menyerupai tangan dalam bentuk kecil. "Cap tangan tersebut jauh lebih kecil dari milik manusia dan jarinya-jarinya terlalu panjang," ujarnya kepada National Geographic dan dilansir oleh Daily Mail pada Senin, 29 Februari 2016.

Honoré mengatakan bahwa kemungkinannya sangat rendah apabila cap tangan di gua tersebut berasal dari manusia.

Sebaliknya, ia percaya bahwa gambar tersebut berasal dari kaki depan kadal gurun atau buaya muda.

Cap tangan dengan ukuran kecil tersebut diduga bukan milik manusia (Foto: Emmanuelle Honoré).

Jika analisisnya benar, hal tersebut adalah pertama kalinya gambar dari hewan ditemukan di gurun Sahara.

"Hal tersebut memunculkan perspektif baru untuk memahami seni batu di Wadi Sura dan perilaku serta semesta simbolik dari populasi yang membuatnya," tulis Honoré dalam studinya yang dipublikasikan dalam Journal of Archaeological Science.

Gurun yang terletak di bagian timur Sahara, dengan luas wilayah yang membentang dari Mesir ke Libya, Sudan, dan Chad, merupakan tempat paling hangat dan kering. Curah hujan rata-rata di wilayah itu kurang dari 2 milimeter per tahun, tapi dulunya wilayah ini tidak sekering sekarang.

Beberapa lukisan di gua menunjukkan aktivitas berburu (Foto: Emmanuelle Honoré).

Sekitar 8.500 tahun Sebelum Masehi, curah hujan musiman mengguyur wilayah tersebut dan menyebabkan para pemburu tertarik untuk berkumpul. Pada 5.300 SM, hujan telah berhenti dan pemukiman menyusut hanya di dataran tinggi, hingga di tahun 3.500 SM pemukiman menghilang seluruhnya.

Kepergian massal dari daerah itu disebabkan karena munculnya kehidupan menetap di sepanjang Sungai Nil. Di wilayah itu kemudian berkembang menjadi peradaban Firaun yang mendominasi selama ribuan tahun.

Lukisan di Gua Wadi Sura II mencapai 5.000 gambar dengan umur sekitar 8.000 tahun (Foto: Emmanuelle Honoré)

Sebelum fenomena pindah massal terjadi, diyakini oleh peneliti bahwa para pemburu berkumpul dan menggunakan makhluk hidup sebagai cetakan gambar.

Namun, menurut National Geographic, Honoré enggan berspekulasi tentang mengapa peradaban tersebut menlukis kaki hewan di dinding gua mereka. "Hal ini sangat menantang bagi kita sebagai peneliti untuk menafsirkan lukisan-lukisan tersebut, karena kita memiliki budaya yang sama sekali berbeda (dari yang menciptakannya)," ujarnya.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya