Liputan6.com, Pulau Sentinel Utara - Dengan kemajuan teknologi informasi dan transportasi, dunia menjadi semakin terhubung. Tapi, tidak dengan sebuah suku yang telah menutup diri kurang lebih selama 60.000 tahun.
Sebuah suku terpencil di pulau Sentinel Utara adalah contohnya. Suku Sentinel yang mendiami pulau itu dianggap sebagai suku yang tidak terhubung, karena mereka hampir tidak memiliki kontak dengan dunia luar.
Baca Juga
Pulau Sentinel Utara terletak di dekat kepulauan Andaman di tengah-tengah lautan Hindia.Â
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Tech Insider pada Selasa (17/5/2016), suku ini tidak pernah mengembangkan pertanian dan masih menggantungkan hidup sebagai pemburu dan pengumpul sebagaimana halnya cara hidup manusia sekitar 10 ribu tahun lalu.
Berbeda dengan suku terasing di hutan lebat Amazon, sebenarnya suku Sentinel ini sudah lama diketahui, namun mereka menolak berurusan dengan dunia luar.
Suku tersebut dengan ganasnya menolak berkomunikasi dengan siapapun yang mencoba berhubungan dengan mereka, baik itu para penjelajah Eropa maupun pasukan penjaga pantai India.
Dilaporkan hanya ada beberapa kunjungan antropologi yang tercatat pernah ke sana. Para pengunjung lain, termasuk para penyintas kapal kandas, disambut dengan hujan anak panah.
Pulau Sentinel Utara terletak di lepas pantai kepulauan Andaman Besar, yaitu suatu gugusan kepulauan di tengah Samudra Hindia, antara India dan Semenanjung Malaysia.
Kepulauan Andaman, bersama dengan Pulau Nicobar, merupakan bagian dari wilayah India. Banyak warga India tinggal di pulau itu, berdampingan dengan sejumlah warga pribumi Andaman. Suku Jarawa adalah suku dengan jumlah populasi terbesar di pulau itu --Â suku itu menjadi korban wisata "safari manusia".
Hal ini berbeda dengan suku Sentinel. Selain kunjungan kolonial Eropa dan beberapa kapal yang kandas di sana, penduduk pulau itu seakan tidak tersentuh.
Pada 1880, seorang penjelajah Inggris bernama M.V. Portman menculik 6 warga pribumi pulau itu dan mengembalikan mereka yang tidak meninggal karena sakit, ditambah dengan sejumlah hadiah. Cara itu merupakan praktik damai lazim pada masa itu. Sesudah peristiwa itu, pulau tersebut seakan tidak pernah disinggahi.
Pada tahun 1960-an, pemerintah India membuat keputusan untuk melakukan kontak dengan suku Sentinel. Sebuah perjalanan reguler dimulai pada tahun 1967. Hasilnya tidak banyak, kecuali pemberian hadiah-hadiah kepada penduduk pulau.
Pada 1981, kapal Primrose yang berbendera Panama kandas di batu karang sekitar pulau. Suku Sentinel menghujani kapal itu dengan anak panah.
Para awak kapal yang tidak bersenjata hanya bisa bergeming menunggu sekitar seminggu lamanya. Sebagai buktinya, haluan kapal Primrose masih tertinggal di batu-batuan karang di sana hingga saat ini.
Sekitar satu dekade sesudahnya, pada tahun 1991, seorang ahli antropologi India bernama Madhumala Chattopadhyay berhasil melakukan kontak akrab dengan penduduk setelah beberapa kali perjalanan ke sana. Namun demi melindungi suku Sentinel dari penyakit, pemerintah India menghentikan perjalanan-perjalanan antropologi.
Sejak saat itu, suku Sentinel menarik kembali keramahan mereka. Sesudah tsunami pada tahun 2004, sebuah helikopter penjaga pantai India dihujani anak panah ketika sedang memantau ke sana. Suku Sentinel sepertinya berhasil mengatasi bencana tsunami dengan cara mengungsi ke tempat yang lebih tinggi sebelum tsunami tiba.
Pada tahun 2006, dua orang nelayan India dibunuh karena hanyut terlalu dekat ke pulau itu. Hingga sekarang, pulau itu menjadi kawasan yang dijauhi demi keselamatan orang luar dan warga Sentinel itu sendiri.