Liputan6.com, Berlin - Saat fajar 22 Juni 1941, lebih dari 4,5 juta pasukan Nazi, yang didukung dengan pesawat terbang, tank, dan artileri menyerang Soviet -- kelak dikenal sebagai Operasi Barbarossa.
Sejarawan sepakat, bahwa seharusnya pemimpin Uni Soviet, Joseph Stalin tahu terkait serangan besar-besaran tersebut.
Baca Juga
Faktanya, Stalin mengabaikan sejumlah peringatan penting, termasuk laporan intelijen yang memprediksikan tanggal invasi itu.
Advertisement
Presiden AS Franklin D. Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill pun pernah mengingatkan Stalin akan rencana serangan Hitler.
"Segera setelah menakhlukkan Prancis, Hitler akan menyerang Soviet," ujar Roosevelt kala itu seperti dilansir History, Selasa (28/6/2016).
Namun peringatan itu ditepis Stalin, ia berkeyakinan bahwa Jerman tidak akan membuka front di timur selama Perang Dunia II mengingat negara itu tengah bertempur di Barat.
Pemimpin Soviet itu juga mengabaikan informasi intelijennya dari sejumlah negara seperti Jerman, Jepang, Rumania, dan Swiss -- seluruh mata-mata itu melaporkan bahwa Nazi akan melancarkan serangan.
Pada 1941 misalnya, seorang mata-mata di Berlin mengabarkan bahwa 'perang dengan Rusia akan terjadi pada tahun itu'. Sejumlah penjaga perbatasan juga mendengar informasi bahwa pasukan Nazi telah bergerak ke timur.
Kendati laporan tidak selalu dapat dibuktikan kebenarannya, namun informasi intelijen tentang tanggal invasi nyaris tepat. Informan Soviet bahkan mencatat penyadapan dari Jerman yang mendiskusikan rencana Hitler, termasuk omongan seorang perwira yang mengatakan, "Mereka (Soviet) bahkan tidak menyadari bahwa kita sedang mempersiapkan perang".
Hitler menganggap rendah etnis Rusia menyebut mereka sebagai 'budak massal yang membutuhkan tuan', dan ia ingin 'membersihkan' mereka sehingga pemukim Jerman bisa memiliki tempat tinggal.
Pertengahan Juni 1941, sejumlah tanda-tanda jelang perang mulai terlihat. Pasukan perbatasan di masing-masing negara telah berhenti saling memberi hormat.
Kapal dagang Jerman telah 'menghilang' dari pelabuhan Soviet, dan diplomat Axis dan sekutu telah mengosongkan kantor mereka di Moskow.
Sementara di udara, orang-orang dapat menyaksikan bagaimana pesawat-pesawat milik Nazi melanggar wilayah udara Soviet ratusan kali dalam seminggu untuk melakukan pengintaian terhadap lapangan udara, benteng, serta tempat-tempat strategis lainnya.
Bahkan setelah semua ini terjadi, Stalin masih bergeming. Ia menyebut laporan itu sebagai provokasi Inggris dan tetap mengirimkan pasokan bahan baku ke Jerman.
Tak hanya itu, ia memerintahkan anak buahnya untuk tidak menembak pesawat Jerman yang melintasi wilayah udara Soviet. Ketimbang fokus pada persiapan defensif, Stalin justru lebih menyibukkan diri dengan pembersihan militer.
Harus diakui bahwa mesin propaganda Nazi telah bekerja sangat baik untuk mengecoh perhatian Stalin. Mereka beralasan pesawat-pesawat Nazi yang mampir ke wilayah udara Soviet itu disebabkan karena pilot hilang arah sementara bergeraknya pasukan Jerman ke timur demi menghindari serangan udara Inggris.
Stalin baru terjaga dari 'tidurnya' setelah seorang tentara Jerman membelot pada 21 Juni dan memberikan kesaksian bahwa Jerman akan menyerang Soviet keesokan harinya.
Segera ia memerintahkan pasukan di perbatasan siaga dan mengkamuflase lapangan udara, namun di sisi lain ia tetap menyimpan harapan bahwa perang besar dengan Jerman bisa dicegah.
Harapan Stalin itu tidak terwujud. Jerman tetap menyerang Soviet, bom yang dapat menjangkau jarak 2.000 mil ditembakkan dari Laut Baltik ke Laut Hitam -- dengan mudah menghancurkan pertahanan Soviet.
Dalam beberapa minggu, pasukan Jerman berhasil memukul mundur Soviet lebih dari 400 mil. Ratusan ribu Tentara Merah ditangkap dan dibunuh, begitu juga dengan nasib orang-orang Yahudi.
Invasi yang dimulai di musim panas itu berakhir di musim dingin. Kemenangan sempat dikecap pasukan Hitler, namun tibanya musim dingin yang merupakan sekutu terbaik Soviet telah membalikkan keadaan.
Jerman mampu menghancurkan militer Soviet, namun gagal mempersiapkan perang yang berkelanjutan di tengah musim dingin Soviet yang mematikan. Pasukan Jerman dilaporkan tidak memiliki persediaan pakaian musim dingin karena terbatasnya sistem logistik.
Ketika itu, angkutan kereta api lebih difokuskan untuk membawa persediaan bahan bakar dan amunisi.