Presiden Hollande: Prancis Perpanjang Status Darurat Teror

Serangan 'truk maut' di Nice terjadi selang delapan bulan setelah teror Paris pada November 2015 lalu.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 15 Jul 2016, 10:59 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2016, 10:59 WIB
Presiden Francois Hollande dalam konferensi pers setelah serangan 'truk maut' dan penembakan di Nice, Paris. (Reuters)
Presiden Francois Hollande dalam konferensi pers setelah serangan 'truk maut' dan penembakan di Nice, Paris. (Reuters)

Liputan6.com, Nice - Beberapa jam setelah serangan 'truk maut' di Prancis, Presiden Francois Hollande menggelar konferensi pers terkait insiden tersebut. Ia menegaskan sikap untuk semakin memerangi teroris setelah teror Paris yang menewaskan 130 orang pada November 2015.

"Prancis berada di bawah ancaman terorisme Islam. Bersumpah bahwa Prancis tidak akan menyerah dalam 'perang melawan terorisme'," ucap Hollande dalam keterangan persnya seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (15/7/2016).

Hollande menuturkan, sebenarnya keadaan darurat Prancis sudah diberlakukan sejak November dan akan diperpanjang selama tiga bulan. Ini berarti keadaan darurat akan berlangsung selama hampir satu tahun sejak November 2015.

Keadaan darurat tersebut, memungkinkan polisi untuk melakukan razia rumah dan pencarian tanpa surat perintah atau pengawasan yudisial. Selain itu, status darurat memberikan wewenang ekstra bagi pejabat untuk menjadikan orang tahanan rumah demi keamanan negara.

Pada kesempatan tersebut, Hollande juga mengatakan akan meningkatkan operasi militer yang dikenal sebagai Operasi Sentinelle, di mana 10.000 tentara akan menjaga seluruh penjuru negeri.

Selain itu, Hollande juga menambahkan bahwa ia akan memperkuat serangan udara di Irak dan Suriah, di mana ia berperang melawan ISIS.

Hollande menilai ini kondisi yang amat serius. Fakta bahwa Prancis bisa menjadi target serangan lagi -- meninggalkan setidaknya 80 tewas -- terjadi hanya selang delapan bulan setelah teror Paris pada November 2015.

Anak-anak yang menjadi korban tewas semakin menimbulkan duka mendalam bagi Prancis. Dalam beberapa hari mendatang, diprediksi akan terjadi perdebatan politik yang intens terkait kebijakan keamanan negara.

Menteri Dalam Negeri Prancis, Bernard Cazeneuve, di Nice, mengatakan, "Kami berada dalam perang dengan teroris yang ingin menjatuhkan kami dengan berbagai cara, termasuk yang sangat kejam."

Teror melanda Nice, Prancis, pada Kamis 14 Juli 2016, saat perayaan Hari Bastille. Pihak berwenang Paris menyatakan saat ini korban mencapai 80 orang, jumlahnya diperkirakan bisa bertambah. 

Beberapa media melaporkan korban luka diperkirakan mencapai 100 orang, 18 di antaranya dalam kondisi kritis. 

Isu Keamanan

Dalam pemilihan presiden Perancis pada 2017 mendatang atau kurang lebih sembilan bulan lagi, isu keamanan sudah pasti menjadi perhatian para pemilih.

Popularitas Hollande sebagai calon presiden Prancis dilaporkan rendah. Sementara Marine Le Pen, pemimpin sayap kanan Front Nasional, yang memperoleh hasil polling tinggi.

Dalam jajak pendapat terbaru, Marine Le Pen, diperkirakan akan mencapai babak kedua pemilihan presiden yang diselenggarakan pada bulan April dan Mei tahun depan. Meskipun dari hasil tersebut ia diprediksi tidak akan menang.

Partai sayap kanan Les Républicains, Nicolas Sarkozy saat ini juga terlibat dalam primary race untuk memilih calon presiden Prancis.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya