Liputan6.com, Phnom Penh - Ribuan orang turun ke jalan di Kamboja untuk mengikuti prosesi pemakaman Kem Ley, aktivis politik terkemuka negara itu. Ia tewas ditembak di sebuah toko di Phnom Penh pada Minggu 10 Juli lalu.
"Saya di sini untuk menemaninya yang terakhir kali. Dia hanya membantu bangsa," ujar seorang relawan, Chhouk Da yang membantu mengatur lalu lintas ketika peti jenazah Kem Ley diarak melewati sejumlah ruas jalan seperti dilansir Reuters, Minggu (24/7/2016).
Warga yang mengiringi jenazah Kem Ley menuju kediamannya di Provinsi Takeo serempak mengenakan baju berwarna putih, membawa bendera Kamboja berukuran kecil dan gambar Kem Ley di tangan mereka. Sementara itu, sejumlah polisi anti huru-hara berjaga-jaga di luar gedung pemerintahan di sepanjang rute yang dilewati arak-arakan.
Advertisement
Kelompok HAM Licadho mengatakan, iring-iringan ini akan berlangsung setidaknya 8 kilometer dengan kawalan dari ribuan orang termasuk di antaranya para biksu.
Siapakah Kem Ley?
Meski pihak kepolisian telah menetapkan tersangka dan meyakini bahwa motif pembunuhan berupa utang, namun kematian Kem Ley telah memicu kekhawatiran terkait kekerasan politik menjelang pemilu mendatang.
Sebagian pihak bahkan lantang menyuarakan dugaan bahwa Kem Ley dibunuh karena latar belakangnya sebagai aktivis dan analis politik. Pasalnya, pembunuhan terhadap Kem Ley terjadi di tengah ketegangan politik yang terjadi antara Perdana Menteri Hun Sen dan oposisi yang berusaha mengakhiri 30 tahun kekuasaannya melalui pemilu lokal pada 2017 dan pemilu umum pada 2018 mendatang.
Akibat eskalasi politik itu, sejumlah anggota oposisi dan aktivis ditahan. Mereka mengatakan, penahanan itu merupakan rekayasa pemerintah sebagai upaya meredam kritik terhadap rezim yang berkuasa.
Kem Ley adalah salah satu yang paling lantang. Ia dikenal sebagai tokoh masyarakat dan orator ulung, di mana melalui ulasan politiknya di radio ia mampu merangkul jutaan orang.
Tak hanya itu, Kem Ley juga mendirikan Partai Demokrasi Akar Rumput. Meski demikian ia menolak jabatan resmi dalam organisasi politik itu.
Belum lama ini, pihak kepolisian memosting video yang menunjukkan penangkapan terhadap tersangka pembunuh Kem Ley yang diidentifikasi bernama Choup Somlap. Pria berusia 38 tahun itu mengaku membunuh Kem Ley karena yang bersangkutan memiliki utang senilai US$ 3.000 atau setara dengan Rp 39,1 juta.
Bereaksi atas kematian Kem Ley, Amerika Serikat (AS) mendesak dilakukannya penyelidikan yang kredibel. Keprihatinan juga diutarakan Uni Eropa dan PBB terkait ketegangan politik yang melanda Kamboja.
Para pekerja HAM berpendapat pembunuhan terhadap Kem Ley adalah efek mengerikan yang terkait dengan aktivitas politik.
"Pembunuhan terhadap Kem Ley --merupakan bencana itu sendiri-- sayangnya menegaskan adanya kekerasan dalam politik di Kamboja," ujar seorang peneliti di Amnesty International, John Coughlan.