Rasisme di Brasil, Perempuan Jutawan Dituduh PSK

Monica Valeria Goncalves mengantongi dua gelar sarjana. Ia masuk kalangan 1 persen di Brasil. Namun, ciri fisiknya mirip orang kebanyakan.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 12 Agu 2016, 06:15 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2016, 06:15 WIB
Komentar netizen yang berbau rasisme terpajang di Billboard di Brazil
Komentar netizen yang berbau rasisme terpajang di Billboard di Brazil (sumber. Fastcoexist.com)

Liputan6.com, Brasilia - Monica Valeria Goncalves mengantongi dua gelar sarjana. Perempuan 47 tahun itu bekerja sebagai penasihat hukum di Brasilia. Suaminya adalah seorang hakim terkemuka.

Monica kerap mengunjungi restoran mahal, menjadi tamu pertemuan eksklusif, dan tinggal di salah satu permukiman paling elite di ibu kota Brasil.

Singkatnya, hidup perempuan tersebut  sama dengan orang lain yang berada di kelas sosialnya. Ia termasuk kalangan 1 persen di Brasil--kaumnya para jutawan dan miliarder.

Bedanya, kulitnya berwarna gelap, mirip dengan kalangan kebanyakan di negerinya.

Mayoritas penduduk Brasil, yakni 53 persen, berkulit gelap atau ras campuran, demikian berdasarkan sensus terbaru. Minoritas, dalam hal ini yang memiliki kulit terang, biasanya menjadi ciri kalangan berpunya.

 


Seringkali Monica adalah tamu berkulit gelap satu-satunya dalam pesta-pesta, di restoran, maupun dalam perkumpulan para profesional. Tak ada yang hitam di sana, kecuali para staf yang melayani tetamu.

Saat menghadiri sebuah konferensi bersama sang suami, orang-orang mengira perempuan itu adalah sekretarisnya.

"Orang-orang sering salah kira," kata dia, seperti dikutip dari BBC, Kamis (11/8/2016).

Namun, ada sebuah insiden yang memukul jiwanya. Kala itu, 22 tahun lalu, ia sedang bulan madu bersama sang suami di sebuah resor di pinggir pantai.

"Seorang pria tiba-tiba menyentuhku. Ia bahkan menawar diriku. Aku ketakutan dan berteriak. Laki-laki itu kemudian minta maaf," kata Monica.

"Karena aku bersama seorang pria berkulit putih, ia mengiraku sebagai pekerja seks komersial."

Monica menambahkan, pria itu mungkin tak bakal menyangka bahwa ia adalah seorang sarjana hukum dengan penghasilan lumayan.

Sosiolog Brasil, Emerson Rocha, dari Brasilia University mengatakan berbeda dengan anggapan umum, stigma rasisme di Brasil tak lantas luntur ketika seseorang menjadi kaya.

"Justru ketika orang berkulit gelap meninggalkan 'lingkungan alaminya', mereka justru lebih rentan terhadap rasisme. Mereka seakan tubuh yang asing di dalam ruang yang didominasi warna putih."

Monica Valeria Goncalves adalah satu-satunya dalam keluarga besarnya yang "lompat" kelas sosial. Dan, sama sekali tak mudah untuk melakukannya.

"Sepanjang hidup, saya harus menunjukkan bahwa saya adalah yang terbaik dalam bidangku. Jika sebaliknya, maka aku akan dihakimi dalam hal pekerjaan, juga karena warna kulitku," kata dia.

Perlawanan

Pembuat film, Sabrina Fidalgo, punya perspektif berbeda. Ia terlahir dalam keluarga berpunya. Namun, sejak dini, "Orangtuaku menyiapkanku untuk menghadapi perang," kata dia.

Bahkan sebelum ia masuk SD, orangtua Sabrina wanti-wanti pada pihak sekolah, jika terjadi rasisme mereka niscaya akan memprotes keras.

"Mereka bersikeras agar sekolah bertanggung jawab untuk membuat semua orang sadar terkait isu rasisme, mereka proaktif, bukan reaktif," kata Sabrina.

Maka, ketika duduk di bangku SMP, Sabrina langsung memotong perkataan seorang guru yang candaannya bernada rasialis. Pengajar itu pun kemudian minta maaf.

Menurut Sabrina, keluarganya membekalinya keberanian untuk melawan balik. "Sejak aku berusia muda, mereka selalu mengisahkan tentang sejarah Afrika, tentang peran kami dalam masyarakat. Ayah dan ibuku selalu memuji betapa cantik rambut dan warna kulitku," kata dia.

"Mereka menasihatiku untuk tidak malu. Bahwa aku bisa menjadi apa pun yang kumau, dokter maupun balerina."

Di sisi lain, Julio Santos tak seberuntung Sabrina. Ia adalah putra seorang asisten rumah tangga. Sejak berusia 13 tahun ia bekerja banting tulang mencuci mobil.

Kini, pria 50 tahun itu adalah seorang insinyur sekaligus pemilik perusahaan daur ulang yang sukses.

"Saya punya bisnis di New York di mana aku kerap bertemu usahawan berkulit hitam. Di Brasil, ceritanya pasti bakal berbeda," kata dia.

Baik Sabrina dan Santos berharap, makin banyak orang yang sadar dan peduli pada isu-isu rasisme.

Sementara, Monica Valeria Goncalves, yang memiliki putri berusia 8 tahun mendambakan masyarakat Brasil yang lebih setara.

Putrinya, Leticia, menuntut ilmu di sebuah sekolah swasta yang menerapkan sistem bilingual. "Ada sekitar 200 anak, tapi hanya dua yang berkulit gelap: putriku dan seorang anak perempuan lain yang ibunya seorang asisten rumah tangga," kata Monica.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya