Merasa Ada Orang yang Mengawasi Kita? Bukti Indra ke-6 atau....

Tak jarang, kita seakan dimata-matai oleh sesuatu atau seseorang yang di luar ruang pandang kita. Apa yang terjadi?

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 21 Sep 2016, 06:17 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2016, 06:17 WIB
Tatapan mata (0)
Tatapan mata Hillary Duff. (Sumber iwebstreet.com)

Liputan6.com, Oxford - Pernahkan Anda merasa sedang diawasi meski sekali tak melihat langsung orang tersebut? Bahkan tak jarang, kita seakan dimata-matai oleh sesuatu atau seseorang yang di luar ruang pandang kita.

Sejumlah orang mengaitkan perasaan tersebut dengan fenomena indra keenam atau sixth sense. Benarkah demikian?

Menurut seorang peneliti pasca-doktoral Ilmu Syaraf Klinis Oxford University, Dr Harriet Dempsey-Jones, mungkin pikiran kita sedang mengakali kita.

Begini penjelasannya: mekanisme yang mendeteksi mata dan mengalihkan perhatian kita ke indra penglihatan mungkin bersifat naluriah.

Misalnya, bayi yang baru berusia dua hingga lima hari lebih cenderung menatap wajah dengan tatapan langsung.

Bukan hanya otak kita yang secara khusus mengalihkan kita kepada tatapan orang lain. Dikutip dari Daily Mail pada Selasa (20/9/2016), mata kita juga terbentuk untuk menangkap perhatian dan dengan mudah mengungkapkan arah tatapan.

Sesungguhnya, struktur mata kita berbeda dari hampir semua spesies. Sclera--yaitu bagian mata yang mengelilingi pupil--berukuran sangat besar dan putih seluruhnya. Hal tersebut sangat mempermudah membedakan arah tatapan seseorang.

Sclera adalah bagian berwarna putih di sekeliling pupil mata. (Sumber ucl.ac.uk)

Pada banyak hewan, ukuran pupil hampir seukuran mata, atau sclera hewan itu lebih gelap. Hal ini diduga merupakan adaptasi untuk menyamarkan mata hewan pemangsa yang secara cerdas menyembunyikan arah tatapan dari calon mangsanya.

Namun, mengapa tatapan menjadi begitu penting, sehingga memerlukan semua proses khusus ini?

Pada dasarnya, mata memberikan pengertian kepada kita ketika terjadi sesuatu yang berarti.

Pengalihan perhatian dari seseorang bisa sekaligus mengganti arah perhatian kita segaris dengan tatapan.

Perhatian kepada tatapan diduga berkembang untuk mendukung interaksi yang bersifat kooperatif antar manusia dan ditengarai telah membentuk dasar bagi banyak kemampuan sosial yang lebih kompleks.

Gangguan pada proses tatapan normal ada pada beberapa kondisi. Misalnya, seseorang dalam spektrum autistik hanya sedikit meluangkan waktu menatap pada mata orang lain.

Mereka juga bermasalah menyerap informasi dari mata, misalnya emosi atau kehendak, dan kurang bisa untuk menjelaskan apakah orang lain sedang menatap langsung kepada mereka.

Di sisi ekstrem lain, orang yang sangat cemas secara sosial cenderung terpaku pada mata lebih daripada orang yang rendah kecemasannya, walaupun mereka menampilkan reaksi ketakutan fisiologis lebih banyak ketika ditatap langsung oleh orang lain.

Orang mungkin tidak menyadarinya, tapi tatapan mata mempengaruhi sesuatu yang sangat primitif termasuk reaksi fisiologis kita terhadap orang lain.

Tatapan merupakan bagian besar dalam menentukan dominasi sosial. Dan juga, tatapan langsung membuat seseorang seakan lebih dapat dipercaya dan menarik.

Hal ini juga berlaku pada hewan. Suatu penelitian mengungkapkan bahwa anjing mungkin telah belajar bereaksi secara adaptif pada kecenderungan tatapan manusia.

Terungkap bahwa anjing di tempat pengayoman yang menatap kepada manusia sambil anjing itu melotot sejenak, diadopsi lebih cepat daripada anjing yang tidak melakukannya.

Anjing mampu belajar untuk mengikuti tatapan manusia. (Sumber discovermagazine.com)

Di bawah sadar, tatapan mengatur pergantian giliran dalam pembicaraan. Dibandingkan ketika sedang mendengar, seseorang lebih tidak jelalatan ketika sedang bicara. Kita pun biasanya bertukar tataan dengan rekan bicara untuk menandakan pergantian antara bicara dan mendengar.

Cobalah mengacak aliran tatapan alamiah ini, bisa-bisa rekan bicara kita kebingungan.

Karena tatapan mata manusia diatur untuk deteksi secara mudah, seringkali mudah bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang sedang melihat kita.

Misalnya, ketika ada orang duduk tepat di seberang kita dalam sebuah kereta dan sedang melihat kita, kita dapat menentukan arah tatapan bahkan tanpa melihat langsung kepada orang di seberang.

Namun demikian, ternyata kita bisa mendeteksi secara cermat dalam 4 derajat dari pusat titik fiksasi kita. Namun demikian, kita dapat menggunakan petunjuk lain untuk mengetahui ketika ada orang melihat kita dalam pandangan peripheral (samping).

Biasanya kita juga mengandalkan posisi atau gerakan kepala orang lain. Kita juga mengandalkan petunjuk lain pada kepala atau tubuh ketika orang yang berpotensi menyimak kita sedang ada di tempat gelap atau mengenakan kacamata gelap.

Yang menarik, kita mungkin saja sering salah ketika menduga sedang diperhatikan. Ternyata, dalam situasi tertentu, orang secara sistematis berlebihan ketika menduga orang lain sedang melihat kepada dirinya.

Hal ini mungkin merupakan adaptasi untuk mempersiapkan kita bagi interaksi yang sedang akan terjadi, apalagi jika interaksinya mungkin mengancam.

Tapi, bagaimana dengan perasaan ada orang di luar pandang kita sedang memperhatikan? Misalnya, jika orang itu ada di belakang?

Apakah mungki kita 'merasakan' hal itu? Ini telah lama menjadi bahan penyidikan ilmiah, mungkin karena idenya sangat populer. Penelitian pertama tentang ini diterbitkan pada 1898.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa 94 persen orang melaporkan mengalami sedang diperhatikan dan kemudian menoleh, lalu ternyata memang benar sedang diperhatikan.

Diduga, kebanyakan penelitian yang mendukung 'dampak tatapan cenayang' seperti ini mengalami masalah metodologi atau dampak lain pada peserta, namun tak terjelaskan.

Misalnya, dibandingkan dengan para peserta lain, ketika ada peserta eksperimen tertentu yang bertindak sebagai orang yang menatap, mereka sepertinya lebih 'berhasil' membuat orang lain mendeteksi tatapan mereka.

Hampir bisa dipastikan bahwa itu adalah bias alam bawah sadar, mungkin karena interaksi sebelumnya dengan peserta percobaan.

Bias ingatan juga berperan dalam hal ini. Jika kita merasa sedang diperhatikan dan menoleh, maka orang lain dalam ruang pandang kita bisa melihat kita menoleh dan mengalihkan tatapan mereka ke arah kita.

Ketika beradu pandang, kita menganggap orang yang menatapnya sudah melakukannya sedari tadi.

Situasi-situasi kejadian seperti ini lebih mudah dikenang daripada ketika kita melihat sekeliling dan tidak melihat ada orang lain yang setdang meliha kita.

Jadi, ingatlah. Kalau nanti kita mengira ada orang yang tak kita lihat sedang memperhatikan kita, itu mungkin saja sekedar permainan pikiran walaupun terasa sangat nyata.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya