Liputan6.com, New York - Sejak 1912, kapal Titanic tergeletak 3.800 meter di bawah permukaan Samudra Atlantik Utara setelah menabrak sebongkah gunung es dan tenggelam hingga menewaskan setidaknya 1.500 awak dan penumpang.
Karena letak tenggelamnya, bangkai kapal itu seakan terawetkan hingga akhirnya ditemukan pada 1985. Sudah lebih dari 30 tahun sejak penemuan tersebut, tapi para ilmuwan menduga bangkai Titanic tidak akan bertahan lama.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Vintage News, Senin (3/10/2016), lingkungan sekitar bertenggernya bangkai kapal mendukung terawetkannya Titanic.
Namun demikian, pada 2010 ditemukan adanya protobakteri di serpihan karat yang berasal dari situs Titanic di dasar laut.
Para ilmuwan memberi bakteri baru itu nama Halomonas titanicae sesuai dengan tempat temuan bakteri tersebut. Akan tetapi, bakteri baru itu mempercepat peluruhan bangkai kapal.
Kebanyakan perkiraan menyebutkan erosi total bangkai kapal itu pada 2030.
Ada sejumlah adaptasi evolusioner yang terjadi pada bakteri penyebab karat Titanic tersebut. Misalnya, bakteri itu menyesuaikan diri dengan salinitas air laut tempat hidupnya sehingga bisa menyintas kondisi bawah laut yang keras.
Bakteri tersebut bertahan hidup mengandalkan ectoine, suatu jenis zat osmolit yang dihasilkan oleh bakteri. Osmolit ini membantu menjaga keseimbangan cairan dan volume sel bakteria.
Dengan demikian, bakteri itu bisa menghadapi konsentrasi garam laut hingga 25 persen. Di tempat terbaringnya Titanic, salinitas air mencapai 3,5 persen sehingga tidak masalah bagi bakterinya.
Menurut para ilmuwan, peluruhan tidak dapat dihindari walau berlangsung amat perlahan. Tapi, karena posisi dan ketenaran kapal itu, RMS Titanic tidak mudah lekang dari ingatan dalam waktu dekat ini.