Liputan6.com, London - Pernah mengalami masalah pencernaan yang seakan tidak pernah sembuh? Bisa jadi itu dikira sindrom liang dubur teriritasi (irritable bowel syndrome, IBS) yang tidak ada penyembuhan spesifik.
Menurut sejumlah ahli, sebagian besar gejala itu sebenarnya dapat ditangani setelah diuji, sehingga bisa disembuhkan.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Daily Mail pada Selasa (4/10/2016), Jo Waters dan profesor Julian Walters menuliskan dalam buku 'What's Up With Your Gut' tentang pengalaman Michelle O’Connor yang selama 22 tahun mendapat diagnosa salah tentang keadaan medisnya.
Juru rawat berusia 43 tahun itu menjalani serangkaian uji sejak usia 18 tahun, termasuk uji keberadaan ragi. Setelah sekian lama, ternyata ia menderita kelebihan asam empedu.
Berikut adalah 6 keadaan lambung yang seringkali mendapat diagnosa keliru:
1. Intoleransi Gluten
Pernah merasa nyeri lambung, perut kembung, dan diare? Apalagi ditambah pikiran kalut, eksema, pusing, lelah, nyeri persendian, depresi dan anemia.
Itulah gejala non-coeliac gluten sensitivity (NCGS), suatu bentuk intoleransi gluten. Gluten adalah protein yang ada pada gandum dan jelai.
Keadaan ini mirip dengan coeliac disease, yaitu suatu kondisi oto-imun ketika tubuh menghasilkan antibodi terhadap gluten sehingga malah merusak lambung.
Sejumlah pihak berpandangan bahwa penyebabnya bukan gluten itu sendiri, tapi berbagai jenis gula dalam gluten yang tidak dapat dicerna tapi dapat berfermentasi.
Ragam gula yang disebut dengan FODMAP (Fermentable Oligosaccharides, Disaccharides, Monosaccharides And Polyols) itu kurang diserap dalam usus kecil, lalu masuk ke usus hingga berfermentasi di dalamnya.
Keadaan ini bisa diperiksa dengan uji darah guna mencari antibodi terhadap gluten, dilanjutkan dengan biopsi. Penanganan dilakukan dengan cara mengurangi santapan yang mengandung gluten.
Bakteri Salah Tempat
2. Gangguan Karena Serat
Orang yang susah BAB biasanya disarankan menyantap serat dan pencahar, tapi hal ini buruk bagi orang yang konstipasinya lambat. Orang itu malah jarang BAB dan mengalami kembung.
Keadaan ini bisa bermula pada saat anak-anak atau waktu dewasa. Penyebabnya adalah syaraf-syaraf dan otot-otot lambung yang tidak bekerja secara efisien sehingga makanan dan tinja tidak didorong pada kecepatan normal.
Dokter bisa menguji dengan penelitian transit yang menggunakan penanda kecil berbahan plastik yang ditelusuri menggunakan sinar-X pada hari ke 3 dan 5.
Tersedia obat berbahan 5-HT4, misalnya Resolar, yang berfungsi merangsang sel-sel usus kecil pendorong makanan dan tinja. Penanganan lain dengan umpan balik bio (biofeedback), pengaturan makanan, dan olah raga.
3. Bakteri Salah Tempat
Bakteri usus kecil bisa berlebihan, dan keadaan ini dikenal dengan small intestinal bacterial overgrowth (SIBO) yang menyebabkan penurunan berat, kembung, kelelahan dan terkadang anemia. Demikian juga dengan tinja berminyak dan diare.
Kelebihan bakteri di usus kecil ini mengganggu pencernaan normal.
Dr. Mark Pimentel, profesor muda di Cedars Sinai Medical Center di Los Angeles, menggunakan uji nafas yang mengukur kadar hidrogen setelah pasien mengkonsumsi larutan gula. Gas itu sendiri dihasilkan oleh bakteri lambung.
Jika gas hadir 30 menit hingga 1 jam sesudah menelan larutan gula, ini menjadi bukti ada bakteri di usus kecil. Tapi, sejumlah pakar meragukan cara ini.
Ada juga cara lain dengan mengumpulkan cairan dari usus kecil dengan menggunakan endoskopi yang berkamera di ujungnya.
Untunglah, SIBO bisa ditangani dengan antibiotik, termasuk Rifaxamin. Penelitin Dr. Pimentel menyebutkan bahwa pengobatan ini menata ulang keseimbangan bakteri dalam lambung.
Profesor Julian Walters, seorang ahli gastroenterologi di Imperial College Healthcare, London, mengatakan bahwa antibotik lain pun, semisal ciproflocacin dan doxycycline, juga bisa membantu.
Advertisement
Dampak Terapi
4. Kebanyakan Cairan Empedu
Kelainan yang dikenal sebagai diare asam empedu (bile acid diarrhoea, BAD) terkadang didahului dengan kembung atau nyeri menyengat.
Diare yang dialami bisa hingga 10 kali sehari, termasuk malam hari, dan bisa tercium asam.
Penyebabnya adalah kelebihan asam empedu yang dihasilkan hati untuk menyerap lemak.
Menurut profesor Walters, "Dalam keadaan BAD, kebanyakan asam empedunya malah masuk ke usus besar, bukannya didaur ulang. Hal itu merangsang produksi garam dan air penyebab diare cair yang kronis."
Ada 3 jenis BAD, tapi yang paling lazim adalah yang dipicu oleh kekurangan hormon penghenti produksi empedu. Pada orang sehat, ketika empedu diserap ulang oleh usus kecil, tubuh menghasilkan hormon ini.
Penderita BAD menghasilkan sedikit hormon ini sehingga empedu berkelimpahan dan tidak sanggup lagi diserap usus kecil.
Uji SeHCAT dilakukan menggunakan garam empedu sintetis berlabel selenium untuk menelusuri pelintasan obat itu dalam tubuh guna menduga penyerapan kembali empedu oleh tubuh.
Pada orang dengan empedu normal, lebih dari 15 persen SeHCAT terdeteksi dalam tubuh selama 7 hari karena diserap berulang kali.
Pengobatan BAD dilakukan menggunakan zat resin yang menempel pada asam empedu dalam usus kecil hingga membentuk zat tak larut yang kemudian dibuang bersama tinja.
5. IBS Berminggu-minggu
Turun berat, kembung, diare cair kronis dan ganas, itu semua adalah tanda kolitis mikroskopis yang tergolong sebagai kondisi IBS.
Keadaaan itu 3 kali lebih sering terjadi pada kaum wanita, dibandingkan pada pria dan kerap dianggap mulas biasa.
Penyebabnya adalah karena usus besar tidak efisien menyerap cairan dari tinja, sehingga air mengalir melintasi usus besar.
Ada teori yang mengkaitkannya dengan beberapa obat semisal anti-inflamasi non-steroid (misalnya ibuprofen), penurun pompa proton (yang dipakai sebagai obat asam lambung) dan aspirin. Bisa juga karena merokok atau sebagai reaksi terhadap infeksi.
Keadaan ini bisa dideteksi melalui biopsi ketika melakukan kolonoskopi, karena tidak cukup sekedar kolonoskopi saja.
Penanganan dilakukan menggunakan budesonide, sejenis tablet steroid yang dapat segera melenyapkan kolitis mikroskopis dalam waktu 3 bulan, walau ada beberapa pasien yang perlu beberapa tahun.
6. Dampak Terapi Kanker
Radioterapi melawan kanker pada daerah panggul dapat merusak jaringan tubuh sehingga menyebabkan gejala mulas dan kencing selama beberapa bulan, bahkan tahunan setelah perawatan.
Gejalanya mencakup kembung dan perut nyeri yang bergejolak, kesulitan menahan dorongan BAB, diare, dan konstipasi.
Dengan bertambahnya penyintas kanker, penderita radiasi panggul juga meningkat.
Diagnosis dilakukan melalui penelaahan riwayat medis, tapi pemindaian juga bisa mengungkapkan luka dan penggumpalan jaringan pada panggul.
Pengobatan dilakukan melalui obat-obatan, latihan otot dasar panggul, dan antibiotik.
Perawatan spesialis misalnya terapi oksigen tekanan tinggi (hyperbaric) agar menambah aliran darah pada jaringan yang rusak.