Liputan6.com, Bartella - Buku-buku musik pujian berserakan di lantai. Bangku-bangku bergulingan.
ISISÂ mungkin memang telah menghancurkan Gereja Ortodoks Suriah Mart Shmony. Namun, penduduknya yang telah mengungsi dari kota mayoritas Kriten, Bartella akan mengingat hal bersejarah tentang okupasi ini.
Bartella telah diduduki kaum Assyria semenjak Abad ke-1, kota itu menjadi kota Kristen tertua di dunia.
Advertisement
Bartella merupakan rumah bagi 15.000 penduduk hingga musim panas 2014. Kala itu, kelompok teroris ISIS menyerang wilayah utara Irak.
Dikutip dari Telegraph, Minggu (23/10/2016), pasukan elite Irak, Golden Division berjuang mati-matian untuk merebut kota itu dari tangan ISIS. Dan pada hari Sabtu 22 Oktober 2016, mereka berhasil membebaskan kota itu. Lonceng gereja pun bertalu-talu kencang di seluruh kota untuk pertama kalinya selama 2 tahun bisu.
Jalan di barat menuju Bartella, hanya 9 mil dari Mosul, dipenuhi oleh bekas-bekas peperangan antara ISIS dan tentara Irak, seperti bom yang belum meledak, serta pecahan mortir.
Tiap rumah di sepanjang jalan itu terdapat bekas cat bertuliskan, "milik ISIS", atau "milik Suni Muslim", atau "Nursairi" sebutan Kristen dalam bahasa Arab.
"Kami adalah pahlawan Golden Division, kami tak akan berhenti hingga mencapai Mosul," demikian teriakan para tentara Irak.
"Daesh kini hancur, mereka tak bisa lagi bertindak apa-apa," kata salah seorang tentara bernama Ahmed.
Bagi umat Kristen Bartella, berdirinya gereja mereka merupakan keajaiban. Mereka berharap tempat itu akan menjadi pusat komunitas di masa akan datang.
Kendati demikian, kaum Kristiani di Irak masih belum aman betul sampai ISIS benar-benar hancur. Hanya saja, harapan itu nyaris sirna karena permusuhan antara Sunni dan Syiah dikobarkan oleh ISIS.
"Kami menunggu situasi benar-benar aman baru kami kembali ke rumah kami. Namun, banyak warga Suni tela mengklaim rumah kami, kami tak tahu harus bagaimana," kata Ghayath.
Ghayath khawatir ISIS tidak benar-benar hancur sampai ke akar-akarnya.
"Akan selalu ada ekstremisme di Irak, entah sampai kapan," lanjutnya. Pria yang berprofesi sebagai petugas keamanan di gereja itu kini berharap ia bisa keluar dari Irak dan tinggal di Eropa. Namun, di satu sisi, ia masih ingin tinggal di tempat leluhurnya... Irak.