Perempuan Ini Menderita Alergi terhadap Suaminya Sendiri

Perawatan dan pengobatan yang biasanya diberikan kepada penderita MACS tidak mujarab pada Johanna.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 17 Jan 2017, 20:40 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2017, 20:40 WIB
Johanna and Scott Watkins (0)
(Sumber Scott Watkins)

Liputan6.com, Minneapolis - Pasangan suami istri lazimnya ingin berdekatan dan bersentuhan. Tapi, bagi Johanna Watkins (29) dari negara bagian Minnesota, ia tidak bisa berdekatan apalagi mencium suaminya Scott Watkins.

Johanna mengidap gangguan langka kekebalan tubuh yang dikenal dengan Mast Cell Activation Syndrome (MACS), sehingga ia alergi hampir terhadap semua benda, termasuk aroma tubuh suaminya.

"Scott dan saya mencoba menonton bersama. Kami tidak bisa berada di ruang yang sama karena saya alergi terhadapnya, tapi ia 3 lantai di bawah, dalam kamar dengan laptopnya dan saya dengan laptop saya dan kami menonton bersamaan sambil bertukar teks tentang apa yang kami tonton."

Ia tinggal sendirian di ruang langit-langit dengan jendela dan pintu tertutup. Ada filter udara untuk memurnikan udara yang dihirupnya.

Walaupun tingkat keparahan dan kepekaan berbeda pada para pengidapnya, MACS yang diidap wanita itu termasuk yang parah sehingga alergi terhadap sesuatu bisa mengancam nyawanya.

Sebelum menikahi Scott pada 2013, Johanna tidak menyangka keadaannya menjadi parah. Dikutip dari 

BBC 

pada Selasa (17/1/2017), ia dulunya adalah seorang guru. Sewaktu berpacaran, mereka mendaki gunung bersama-sama.

Waktu itupun ia sudah berjuang melawan ruam-ruam yang tidak biasa, gejala gangguan liang dubur, dan migrain. Tapi alerginya tambah parah setelah mereka menikah.

(Sumber Jen Jacobs Photography)

Kata Scott, "Ada masanya, 3 atau 4 tahun lalu, ketika kami mendapatkan diagnosis itu, maka kalau saya sangat dekat dengan dia, apalagi muka saya ke muka Johanna, maka dia akan batuk."

Tapi, baru tahun lalu pasangan itu menyadari bahwa mereka tidak bisa berbagi hidup bersama secara jasmani. Kata Johanna, "Kami memperhatikan bahwa ketika Scott masuk ke kamar, saya mulai merasa tidak enak."

"Ketika suatu saat ia baru bercukur dan masuk kamar, dalam 2 menit saya menunjukkan gejala-gejala anafilatik dan dia harus ke luar."

Seminggu kemudian, Scott kembali mendatangi suaminya dan kejadian sama berulang. Mereka kemudian menyadari bahwa hidup mereka telah berubah secara dramatis.

"Sungguh suatu kenyataan yang mengeikan bahwa ini tidak berhasil. Saat itu saya bereaksi kuat terhadap suami saya. Sebelum ini, saya bereaksi terhadap orangtua saya dan banyak orang lain juga, tapi mengerikan sekali kalau ini terhadap Scott."

Perawatan dan pengobatan yang biasanya diberikan kepada penderita MACS tidak mujarab pada Johanna, sehingga pasangan itu sekarang harus menunggu hingga situasinya berubah.

 "Tidak ada jalan keluar yang gampang untuk masalah ini. Saya ingin Johanna tetap aman, tapi saya mengganggu keamanannya. Salah satu cara saya merawatnya sekarang justru kalau saya tidak menemuinya."

"Kami akan menunggu selama diperlukan hingga ada penyembuhan."

Kata Johanna, "Mereka (para dokter) tidak tahu apakah saya akan sembuh, jadi kami berharap dan berdoa saya sembuh. Sudah tak terhitung berapa kali saya telah mengalami anafilaksis, yaitu suatu reaksi alergi yang mengancam nyawa. Hidup saya bisa berakhir secara cepat. Hidup ini ringkih, bisa berakhir."

Tapi, menurutnya, Scott akan menjadi bagian hidupnya hingga akhir, katanya. "Pada hari pernikahan, kami membuat janji terhadap satu sama lain hingga kematian memisahkan kami. Apapun yang hadir dalam hidup ini."

"Saya bisa bilang bahwa seandainya saya terus begini hingga berusia 90 tahun, saya akan tetap setia kepada suami saya dengan janji itu dan masih mencintainya."

Scott mengaku mereka kadang-kadang marah dan frustrasi tentang situasi tersebut, katanya, "Saya harus melupakan begitu banyak ekspektasi bagi diri sendiri dan harus menerima apa yang terjadi pada kami."

Ia menambahkan, "Johanna dan saya bicara dengan baik, sering, dan kami mencoba banyak berkomunikasi, sehingga satu hal yang kami tahu dapat membantu adalah mencoba sebaik mungkin untuk berbagi tentang apa yang terjadi dalam hidup sebisa mungkin, karena kami tidak bisa bersama."

(Sumber Johanna and Scott Watkins)

Scott bekerja sebagai guru dan pulang ke rumah tiap malam dan memasak makanan bagi Johanna.

Scott menjelaskan, "Itulah salah satu cara saya bisa merawatnya dan setiap selang hari selama setahun terakhir saya minta salah satu teman kami bergantian datang dan membantu saya memasak untuk Johanna."

"Dia hanya bisa makan dua sajian, sehingga ia makan dua sajian yang sama sepanjang tahun."

Johanna hanya bisa menerima 15 makanan berbeda, termasuk sejumlah bumbu. Makanannya adalah semur sapi dengan seledri, wortel, dan lobak organik, atau domba dengan kunyit, kayu manis, dan mentimun.

Pasangan itu sekarang tinggal di rumah keluarga teman-teman mereka, keluarga Olson, sedangkan rumah mereka sendiri sedang direnovasi untuk menciptakan ruang khusus bagi Johanna. Keluarga Olson bahkan berhenti menggunakan produk-produk berpewangi dan sama sekali tidak memasak dalam rumah.

Kata Johanna, "Saya mengalami reaksi parah terhadap tetangga yang merokok cerutu satu blok. Saya mengalam reaksi parah terhadap kedai piza berjarak 1,6 kilometer, dan semua jendela saya ditutup serta dibuat kedap dalam ruang berfilter khusus."

"Tapi kalau arah anginnya sedang tepat dan saya menghirup sedikit saja, saya bisa mengalami reaksi parah. Rumah ini cukup besar dan saya ada di puncaknya. Jika ada bawang sedang diiris, saya juga mengalami reaksi parah."

Johanna belum pernah meninggalkan kamar di atap itu lebih dari 1 tahun lamanya, kecuali keadaan darurat ke rumah sakit atau ketika menemui dokternya. Setiap pagi, ia mendengarkan sejumlah lagu dan mungkin menulis atau menjawan surel kepada seorang teman, dan melalukan panggilan video dengan dua keponakan perempuannya yang masih kecil.

(Sumber Johanna and Scott Watkins)

Orang-orang yang tidak menimbulkan reaksi maut baginya hanyalah saudara-saudara kandungnya, sehingga mereka bisa membantu merawatnya. Sebelum masuk kamar, mereka tidak makan santapan berbumbu, mandi dengan sabun khusus dan membuka pakaian dalam. Setelah masuk, mereka memasang masker dan pakaian khusus yang tidak pernah keluar kamar Johanna.

Dengan segala pencegahan, gejala-gejala Johanna tetap menjadi parah setelah kunjungan.

Kata Johanna, "Menurut saya, sebagai orang yang dibesarkan di Amerika Serikat, kita gampang saja berpikir, 'Oh, baiklah, ada penyakit yang nantinya ada solusi medis, akan diperbaikai dan saya akan lanjut dengan hidup saya.'"

"Jadi, mendapat diagnosis ini dan sakit sedemikian rupa, sungguh menjadi proses mendukakan yang harus saya lalui."

Tapi, Scott ada di lantai bawah dalam rumah yang sama dan ia bisa berbicara kepadanya melalui telepon. Menurut Johanna, hal itu sangat melegakan.

"Saya memiliki banyak hadiah dalam hidup saya, banyak berkah yang layak saya syukuri. Dan itu mengingatkan saya untuk tidak bersikap memikirkan diri sendiri dan menerimanya."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya