Pemimpin Uni Eropa Ramai-Ramai Kecam Donald Trump

Dalam pertemuan pemimpin UE Presiden Prancis sangat vokal mengkritik Donald Trump.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 04 Feb 2017, 10:09 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2017, 10:09 WIB
Presiden Francois Hollande dalam konferensi pers setelah serangan 'truk maut' dan penembakan di Nice, Paris. (Reuters)
Presiden Francois Hollande dalam konferensi pers setelah serangan 'truk maut' dan penembakan di Nice, Paris. (Reuters)

Liputan6.com, Valletta - Pertemuan pemimpin negara-negara anggota Uni Eropa dihelat di Malta. Presiden Prancis, Francois Hollande menjadi pusat perhatian.

Hollande dalam pertemuan tersebut memimpin serangan verbal serta kritik terhadap Presiden baru AS, Donald Trump.

Menurut politikus Partai Sosialis Prancis ini, hampir seluruh pernyataan Trump tak bisa ia terima. Bahkan, bisa saja hubungan UE dengan AS renggang akibat ulah miliarder nyentrik ini.

"Masa depan hubungan AS dan UE bisa saja tidak ada, jika pengertian dan kesamaan tak ditemukan," ucap Hollande seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu (3/2/2017).

Tak cuma itu, Hollande pun meminta Trump menjauh dari urusan internal UE.

"Beberapa pernyataan Presiden AS memang tak bisa diterima, tekanan kepada UE, untuk menjadi seperti ini atau seperti itu, seharusnya tak dilakukan," tegas dia.

"Kami di Prancis punya kebijakan pertahanan sendiri, kami tidak takut apa pun, kami punya konsepsi Eropa untuk masa depan kami," sambung dia.

Menambahkan pernyataan Hollande, Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker mengatakan, Trump bukan ancaman. Namun, dikhawatirkan, masalah dunia tak lagi jadi prioritas AS.

"Ada ruang untuk menjelaskan kenapa pemerintahan baru AS tidak secara detail mengenal UE, di EU hal detail sangat berpengaruh," sebut Juncker.

Bukan cuma Hollande yang bersuara keras terhadap Trump. Kritikan serupa keluar dari mulut Kanselir Austria, Christian Kern.

Pemimpin Austria ini mengaku heran atas kebijakan eksekutif Trump yang melarang warga negara di tujuh negara masuk ke AS.

"Seharusnya negara-negara itu harus kita jadikan sekutu dalam membasmi radikalisme bukan menjadikan mereka lawan dan memojokkan mereka," ucap Kern.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya