Capres Perempuan Ini Janjikan Kebebasan bagi Prancis

Kemenangan Trump menjadi momentum kebangkitan kaum populisme di seluruh dunia. Ini pula yang menjadi dasar optimisme Le Pen.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Feb 2017, 13:12 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2017, 13:12 WIB
Marine Le Pen, pemimpin partai sayap kanan Perancis, Barisan Nasional (FN)
Marine Le Pen, pemimpin partai sayap kanan Perancis, Barisan Nasional (FN) (Reuters)

Liputan6.com, Paris - Pemimpin sayap kanan Prancis, Marine Le Pen menggebrak kampanye pemilu presiden dengan berjanji melindungi rakyat dari globalisasi dan membuat negara itu "bebas".

Sementara itu, menurut jajak pendapat, Le Pen yang merupakan putri dari pendiri Barisan Nasional (FN) Jean Marie Le Pen itu akan menang pada putaran pertama, namun kalah dalam putaran kedua yang akan berlangsung pada 7 Mei. Demikian seperti dikutip dari Huffingtonpost.com, Minggu, (5/2/2017).

Di tengah pilpres Prancis yang paling tidak dapat diprediksi itu, FN berharap skandal yang membelit Francois Fillon, rival utama Le Pen dan kebangkitan populisme di Barat akan membantu meyakinkan pemilih untuk mendukung perempuan tersebut.

"Kita diberitahu bahwa Donald Trump tidak akan pernah memenangkan pilpres AS, bertentangan dengan media, berlawanan dengan kemapanan, tapi dia menang. Kami diberitahu bahwa Marine Le Pen tidak akan menang dalam pilpres presiden, tapi pada 7 Mei dia akan menang!," tegas Jean-Lin Lacapelle, seorang petinggi FN.

Le Pen mengingatkan banyak orang pada sosok Trump. Keduanya, penuh dengan pemikiran kontroversial.

Dalam 144 "komitmen" yang dirilis saat kampanye dua hari di Lyon, Le Pen mengusulkan agar Prancis melaksanakan referendum untuk menentukan nasib keanggotaannya di Uni Eropa, menanggalkan mata uang euro, menetapkan pajak besar atas impor dan tenaga kerja asing, menyarankan penurunan batas usia pensiun, dan meningkatkan beberapa tunjangan kesejahteraan sambil menurunkan pajak penghasilan.

Politisi berusia 48 tahun itu juga berkomitmen untuk memperketat aturan imigrasi dan membawa Prancis keluar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

"Tujuan dari program-program ini adalah agar Prancis mendapatkan kebebasannya kembali dan memberikan rakyat suara," terang Le Pen pada bagian pendahuluan manifestonya.

Emmanuel Macron, politisi pro-Eropa yang juga "nyapres" dikabarkan akan segera mengikuti jejak Le Pen dengan mengumumkan komitmenn pemerintahannya kelak. Jajak pendapat awal menunjukkan Macron akan dengan mudah mengalahkan Le Pen pada putaran kedua, namun kemenangan Trump dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa mengguncang pemungutan suara yang dilakukan oleh lembaga-lembaga survei.

Sementara itu, para pejabat Barisan Nasional dikabarkan lebih banyak menyerang Macron dibanding lawan Le Pen lainnya. Mereka menyebut Macron yang merupakan mantan bankir investasi itu sebagai calon "kapitalis internasional".

"Pemilu presiden ini menempatkan dua proposal berlawanan. Seorang globalis yang didukung oleh seluruh lawan saya dan seorang patriotik yang ada di diri saya," kata Le Pen.

Jika terpilih menjadi presiden Prancis, Le Pen akan merombak hubungan Uni Eropa di mana hal ini akan berdampak pada berkurangnya kerja sama dengan organisasi kawasan itu. Ia sendiri menolak konsep perbatasan bebas seperti yang diterapkan negara-negara anggota Uni Eropa selama ini.

Apabila Uni Eropa tidak menyetujui hal tersebut maka Le Pen akan melakukan referendum. Pada sektor ekonomi makro tak banyak yang dibahas Le Pen dalam manifestonya, namun pihak FN merilis target pertumbuhan dan keuangan publik pada Sabtu waktu setempat.

Dalam proposalnya, Le Pen mengatakan meningkatkan beberapa tunjangan kesejahteraan dan menurunkan pajak penghasilan memungkinkan untuk melawan penggelapan jaminan sosial serta pajak. Le Pen juga menyebut akan mengubah taktik dalam hubungan Prancis-Uni Eropa dan imigrasi, namun tak dijelaskan lebih lanjut bagaimana ia akan melakukannya.

Sejumlah program yang dimuat dalam manifesto Le Pen kali ini dinilai lebih lunak dibanding pernyataan-pernyataannya pada tahun 2012. Sementara FN dinilai mencoba menemukan keseimbangan antara meyakinkan pemilih dan menjaga citra anti-kemapanan.

Sebuah jajak pendapat menunjukkan, mayoritas pemilih terutama mereka yang lebih tua masih menginginkan keanggotaan Prancis di Uni Eropa.

Kendati demikian, isu imigrasi masih menjadi "jualan" utama FN. "On est chez nous" atau jika diartikan kurang lebih "ini negara kami!" menjadi slogan utama kelompok itu.

Le Pen dan partainya juga tengah tersandung sejumlah skandal. Salah satunya, soal pendanaan kampanyenya pada tahun 2012. Tapi hal tersebut seolah tak memengaruhi akar rumput FN.

"Kami berjuang untuk menang pada pilpres 2017," ungkap Victor Birra, kepala daerah dari asosiasi pemuda FN.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya