Liputan6.com, Jakarta Armyworm bukan ulat biasa. Seperti namanya, bak tentara ia datang berkelompok, menghabisi tanaman apa pun yang dilewati.
Kini, hewan yang juga disebut ulat grayak itu menyerbu Afrika, menyerang ladang jagung. Panen pun terancam gagal total.
Ulat tentara bukan hewan asli Afrika. Ia datang dari jauh dari seberang samudra, dari Amerika Selatan dan Utara. Baru tahun lalu keberadaannya diketahui di Benua Hitam.
Advertisement
Seperti dikutip dari BBC, Senin (6/2/2017), para ilmuwan dari Centre for Agriculture and Biosciences International (Cabi) memperingatkan, aksi penanggulangan mendesak untuk dilakukan.
Sebab, invasi makhluk menggelikan itu menjadi ancaman bagi keamanan pangan dan perdagangan produk pertanian.
Mata pencaharian para petani juga terancam, apalagi ulat tersebut terancam menyebar hingga Asia dan Mediterania.
"Spesies invasif tersebut kini menjadi wabah yang serius, yang menyebar dengan cepat di wilayah tropis Afrika dan berpotensi menyebar di Asia," kata kepala ilmuwan Cabi, Dr Matthew Cock.
"Aksi mendesak harus dilakukan untuk mencegah rusaknya tanaman dan mata pencaharian petani."
Para ilmuwan menduga, larva atau telur hewan itu mencapai Afrika, terbawa oleh produk impor.
Dr Jayne Crozier, dari Cab mengatakan, keberadaan ulat tentara terkonfirmasi di Afrika Barat dan diperkirakan ada di selatan dan timur Benua Hitam. Di Afrika, jagung jadi makanan pokok warga. Akibat wabah ini, potensi kelaparan pun meningkat.Â
"Temuan ulat tentara di Afrika akan menjadi ancaman besar bagi keamanan pangan dan perdagangan agrikultur di wilayah terdampak," tambah dia.
Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) merencanakan pertemuan darurat menanggapi insiden tersebut di Harare antara 14 dan 16 Februari 2017 --untuk memutuskan respons darurat terhadap ancaman ulat tentara.
Sebelumnya, Zambia menggunakan pesawat tempur untuk menyemprot area terdampak dengan pestisida.
Tomcat dan Ulat Bulu di Indonesia
Tak hanya Afrika. Indonesia juga pernah dilanda wabah. Salah satunya tomcat.
Meski ukurannya hanya sedikit lebih besar dari semut, tomcat pernah dianggap ancaman pada 2012. Sudah banyak korban yang kulitnya gatal dan melepuh gara-gara cairan serangga ini, dari Jawa hingga Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Hewan yang mendunia dengan sebutan "rove beetle" itu juga tak memilih korban. Dari rumah susun sampai permukiman elite; dari warga biasa hingga staf khusus Presiden. Bahkan, kediaman resmi Gubernur Jawa Timur, Gedung Grahadi, Jumat 23 Maret 2012, disemprot insektisida, untuk menangkal tomcat.
Hewan yang sejatinya sahabat bagi petani, karena menjadi predator wereng cokelat itu juga pernah membuat pusing tentara Amerika Serikat. Bahkan, sampai dibuat panduan khusus untuk menangani hewan itu.
"Panduan militer AS menginstruksikan tentara yang dihinggapi kumbang itu, tidak memukulnya. Racun yang bisa membuat iritasi sebenarnya ada dalam darah hewan itu," demikian dimuat situs Global Post.
Departemen Dermatologi dari Pusat Medis Angkatan Laut San Diego dan Universitas California, dikutip dari Medscape News, menyebutkan banyak tentara AS terkena dermatitis saat mereka bertugas di Timur Tengah.
Militer AS bahkan menyamakan radang kulit akibat ulah Tomcat serupa efek senjata kimia yang dilarang digunakan berperang, di antaranya mustard gas, lewisite, dan herpes zoster.
Pada 2001, dilaporkan ada 191 tentara, sekitar 10 persen dari tentara Operation Enduring Freedom, terjangkit radang kulit saat bertugas di Pakistan. Sebanyak 30 pasukan khusus AS di Afganistan mengalami ruam kulit akibat Tomcat pada 2002.
Pada 2007, giliran 20 tentara di pangkalan militer Balad, Irak, terkena gatal akibat ulah Tomcat.
Sementara itu, pada 2011, ulat bulu mewabah di Indonesia. Binatang itu telah menyerang belasan ribu pohon di Jawa Timur, Bali, NTB, Jakarta dan terakhir di Yogyakarta.
Sudah banyak yang jadi korban. Jangankan menyentuh badannya, bulu-bulu halus yang rontok dari tubuh ulat bulu itu bisa membuat kulit gatal, bengkak, dan menghitam.
Advertisement